[50] Sudah Akhir

350 13 0
                                    

Sudah dipertemukan maka buat apa menghindar. Lebih baik saling membarsamai dalam dekap kasih dan sayang
-mdd-

"Will you marry with me, Aisyah Syaqila Anandita?" Ucapan mas Ardi yang masih teriang ditelinga ku.

Degup jantungku tak sama seperti biasanya, seakan ada rasa bahagia ditemani bulir tangis yang jatuh dari pelupuk mata ini. Bahkan tak ada angin, tak ada hujan.

Lalu aku menatap mas Ardi lekat. Menggenggam tangan mas Ardi balik, kali ini lebih dalam. Kemudian, perlahan aku menatap mata mas Ardi dan menganggukan kepalaku tanda aku menerima lamaran mas Ardi saat itu juga.

Mas Ardi telihat senang dan tersenyum sangat manis ke arahku. Lalu ketika dia hendak memasangkan cincin itu, tapi niatnya terurung. Kemudian menutup lagi kotak itu. Lalu memasukannya lagi kedalam saku bajunya.

"Kok gak jadi pasangin sih?" Tanyaku seperti merajuk padanya.

"Biar wleee" mas Ardi mencubit pipiku, lalu mengelap air mataku lagi.

"Bukan tidak jadi, cuma besok aja langsung disaksikan ortu kita masing-masing aja, gimana?" Mas Ardi tersenyum -cool-, dibalas aku yang mencubit lirih lengannya lagi.

"Mas Ardi mah selalu gitu, bercanda mulu" Aku memalingkan wajahku menatap kearah jalanan yang ramai.

"Dek" Panggilnya.

"Dek!" Panggilnya lagi.

"Adek!" Belum ada tengokan dariku

"Sayang" aku tersenyum melirik kearahnya, tanpa jawaban

"Calon isteri!!" Cubitnya dihidungku.

"Apaa sii?" Aku menjawab ketus.

"Dek, tau gak kenapa jalanan disiang hari selalu ramai?" Tanyanya padaku yang sekarang menatapnya.

"Yak, karena banyak orang-orang yang menggunakannya" Jawabku.

"Bukan!" Tangkisnya cepat.

"Terus?" Tanyaku.

"Karena, kalau sepi itu..." ucapannya menggantung

"Paan?" Tanyaku penasaran.

"Yang sepi itu, hati mas tanpa hadirmu dek. Whehee" mas Ardi terbahak, tapi tidak denganku

"Gurun sahara!" Ucapku

"Apaan dek?" Tanya mas Ardi heran.

"Garing?!!" Kali ini malah aku yang tertawa. Namun, mas Ardi juga mengikutinya.

"Gak!" Tiba-tiba mas Ardi kembali bersuara.

"Dek, kenapa detik jam dinding cuma tit tik tik?" Tanya mas Ardi sambungnya.

"Jebakan nii" kekehku.

"Gak dek. Serius, tau gak kenapa?" Tanyanya lagi.

"Karna kalau suaranya deg deg deg, itu degub jantung mas Ardi kalo di deket adek." Jawabku

"Kok tau sii?" Tanyanya heran

"Ketebak woy" ucapku

"Eh dek, tau gak?"

"Tau". Ucapku

"Eh belom" cegatnya, aku tertawa.

"Kenapa, kelapa jatuhnya kebawah?" Lanjutnya.

"Karena kalau ke hati, itu mah mas Ardi yang hatinya jatuh, terus jatuh cinta ke adek. Betul??" Aku menutup mulutku, tertawa karna mas Ardi sangat receh

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang