[37] Mata

147 15 0
                                    

Semuanya hilang dalam sekejap Mata.

Dia masih menatapku. Tatapan yang dulu menurutku sangat datar sekarang, meneduhkan sekali. Aku menunduk, namun dia mengangkat daguku pelan.

"Syaa..." ucapnya

"Syaa..."

"Syaqila..."

Deg!!!

"I—ya Fan." jawabku gugup.

"Jangan spaneng gitu. Keliatan banget gugupnya"

"Apaan si, akukan pake niqab. Wlee" ucapku sembari memperbaiki niqab yang ku kenakan.

"Sama aja keliatan, lagian kita udah sah kali Sya ndak usah gugup gugupan lagi.." ucapnya. Dia terlihat sangat berbeda. Dia memandang sekeliling. Sesekali dia melihat kearahku. Dan aku tersenyum dibalik niqab tanpa sepengetahuannya.
***

Ketika waktu berjalan begitu cepat.

"Ais..." panggilnya. Pagi ini aku masih cemberut. Aku kesal pada keputusan mendadaknya itu. Aku heran mengapa harus memilih pilihan itu. Tidaklah dia mengkhawatirkan aku disini?.

"Aisssyy (Aisi)..." panggilnya.

"Hm?" jawabku tanpa menoleh padanya.

"Aisy kenapa si? Marah ya sama Hubby?"

"Engga" aku melangkah dari tempatku duduk tadi. Aku mengarah pada jendela kamar dan melihat suasana luar.

Dia ikut terbangun dari tempatnya. Ia mendekatiku dan sepatah kata terucap darinya. "Aisy marah ke Hubby?"

Aku menatapnya "Bukan gitu byy (bi). Cum,... Cumaa Aisy ndak mau hubby pergi. Kenapa harus ke USA? Kerja disini aja kan bisa Byy... " aku merengek seperti anak kecil. Ah sungguh aku tak mau kamu pergi Byy.

"Kan ini tanggungjwbnya hubby syy... Hubby juga ingin Aisy ikut Hubby, cuma masalahnya Hubby ndak dibolehin sama kepala kantornya Hubby. Hubby janji deh, akan secepatnya pulang" dia memandangku dan memegang erat tanganku. Aku terdiam dan hanya memutar otak.

"Byy..." rengekku.

"Jangan pergi" ucapku lagi

"Jangan tinggalin Aisy" aku merengek. Kini aku melepaskan genggaman tangannya. Aku menempelkan tanganku dijendela.

"Nanti, Hubby disana dan Aisy disini sendiri. Aisy bakalan rindu Hubby . Byyy tolong..." ucapanku terhenti. Dan dia tiba-tiba memelukku. Aku masih terdiam. Namun air mataku tercucur deras.

"Hubby pergi hanya sebentar Syy. Byy janji sama Syy. Bakalan sering ngabarin deh. Jangan nangis" ucapnya sembari melepaskan pelukannya dan mencoba menghapus air mata yang sudah membasahi pipiku.

"Hiks." aku terisak.

"Ish. Cengengnya nggak berubah dari dulu ish" ia terkekeh.

"Jangan nangis, ntar manisnya ilang" dia tersenyum dan memandangku. Aku terkekeh. Aku memang cengeng Byy. Tapi kamu membuat lekung senyum diwajahku kembali.

"Jangan senyum Syy" cegahnya.

"Kenapa byy?" tanyaku. Apakah tersenyum mulai sekarang sudah dilarang?

"Hubby gemes. Pengin cubit tuh pipi Aisy." ucapnya sembari hendak mencubit pipiku beneran.

"Sini Syy... Jangan kabur" dia berteriak. Dan aku berlari keluar meninggalkan dia yang hendak jahil mencubit pipiku.

"Sini sini, Hubby yang sini... Wleee " ucapku sembari berlari.
***

Waktu ini datang. Dia pergi meninggalkan Indonesia. Dia harus bekerja karena ditugaskan di USA. Baiklah tak apa. Ini memang penting baginya.

Menjaga dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang