Babak Baru

2.4K 257 10
                                    


The Courage to Be Disliked, salah satu buku yang diberikan Jisoo Unnie pada saat kemarin lalu ia mengunjungiku. Buku yang mengajarkan bagaimana caranya kita Berani untuk Tidak Disukai, mengungkap rahasia bagaimana cara mengeluarkan kekuatan terpendam yang memungkinkan kita meraih kebahagiaan yang hakiki dan menjadi sosok yang kita idam-idamkan.

Buku yang kaya kebijaksanaan ini memanduku memahami konsep memaafkan diri sendiri, mencintai diri, dan menyingkirkan hal-hal yang tidak penting dari pikiran. Cara pikir yang membebaskan ini memungkinkanku membangun keberanian untuk mengubah dan mengabaikan batasan yang mungkin aku lakukan pada diriku sendiri.

Meneruskan kegiatan membacaku di minggu pagi. Duduk di salah satu kursi taman yang ada di Jembatan Harapan, serta mendapat pancaran sinar dari hangatnya matahari menambah suasana menjadi begitu menyenangkan.

"Akhirnya aku bisa menemukanmu."

Aku larikan pandanganku pada sosok yang tiba-tiba duduk di bagian kosong kursi taman, tepat di sebelahku. Apa yang ia inginkan? Masih hangat ingatanku atas kejadian kemarin, dan sekarang aku harus menghadapinya lagi? Tuhan sedang tidak bercanda bukan?

"Unnie? bagaimana bisa? Apa yang kau lakukan disini?" Tukasku heran.

"Kau tahu, aku bukanlah tipe orang yang suka ikut campur urusan orang lain. Bagiku apapun yang dilakukan orang itu, selama tidak menganggu atau mengusikku, aku tidak akan peduli. - Tapi aku tidak bisa jika ini berkaitan dengan Ji. Dia adikku satu-satunya. Sekuat ataupun sehebat apapun ia di mata Dunia, bagiku ia tetap Ji-ku, Ji-ku yang manis dan rapuh."

Aku bingung bagaimana harus menanggapi Dami Unnie. belum mengerti akan kemana arah pembicaraan ini, akhirnya aku hanya memilih diam, mendengarkan dan menyimak semua ucapannya.

"belum pernah aku melihat Ji yang seperti ini. Ji memang tetap terlihat kuat dan hebat di luar. Tapi aku tahu di setiap malamnya, ia masih saja menangisimu." Tatapan Dami Unnie padaku entah mengapa terasa berbeda sekarang. Tidak ada kesinisan atau tatapan bermusuhan yang biasa ia tunjukan padaku, saat ini ia terlihat sedih?

Ada rasa bahagia yang tiba-tiba terbit di hatiku saat mendengar bagaimana Ji yang masih memikirkanku. Tapi apakah aku bisa percaya itu? Kemarin terlihat jelas bagaimana bahagianya wanita itu saat menerima telepon dari Ji, dan bagaimana mesranya mereka yang saling merindukan.

Kami berdua cukup lama terdiam dengan pikiran kami masing-masing. Menikmati hamparan pemandangan yang ada di hadapan kami. Hingga Dami Unnie menggeser tubuhnya untuk menatap kearahku bahkan ia saat ini sudah menggenggam tanganku. "Katakan sesuatu Lisa-ya? Apakah kau tidak bisa memaafkan adikku itu? Sampai kapan kau harus menghukumnya seperti ini?"

"Unnie, Aku-"

"Araseo. Dia memang Pabo! Dia orang paling Pabo di dunia ini. Aku tahu lisa-ya!"

"Apa ini Unnie? Aku tidak mengerti?"

"Kau mengerti Lisa-ya. Aku tahu kau gadis yang cerdas. Hanya kecemburuan dan rasa tidak percaya dirimu yang membuat kalian berdua akhirnya sama-sama menderita."

"Disini hanya aku yang menderita, Unnie." ralatku.

"Oh ya? Tahu dari mana kau tentang itu? Kau yakin?"

"Hem. Melihat Dara Sunbaenim kemarin berbicara dengan Oppa, aku tahu ia baik-baik saja."

"Sudah kukatakan padamu, ia hanya berpura-pura baik-baik saja! Aku tahu adikku, Lisa-ya. Kenapa kau keras kepala sekali sih!?"

"Kenapa Unnie seperti ini? bukannya Unnie membenciku?"

"Eh? Kapan aku pernah membencimu? Yak! Aku begitu senang saat mendengar Ji akan mengenalkanmu pada kami malam itu. -Ah, Mian. Untuk sikap dan kata-kataku saat itu, aku hanya ingin mengujimu, karena baru dirimu yang dibawa olehnya untuk menemui kami."

Strawberries and CigarettesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang