I was too young.
Min Jisung masih betah bekerja walaupun jarum jam sudah menjengah jam 6 sore. Tak ada yang aneh. Memang lelaki gila kerja sepertinya tak pernah peduli soal waktu. Yang ada dipikirannya hanyalah tentang kerja dan pendapatan. Ia seolah olah berada di dalam dunianya sendiri. Itulah Min Jisung sejak beberapa tahun yang lalu. Tepatnya sejak isterinya, Min Yiena meninggalkannya.
Jisung tak beralih dari tatapan skrin komputer dihadapannya, menganalisa dokumen perusahaannya sebelum membuat pengesahan akhir. Hingga bunyi ponselnya berdering, Jisung melirik sekilas skrin ponsel disisinya sekadar memastikan gerangan pemanggil. Memastikan apakah panggilan itu penting untuk diangkat ataupun tidak.
Tapi setelahnya tubuhnya langsung menegang menyedari siapa yang meneleponnya.
Jung Sae Ra
Jisung memaku. Merasa aneh dan penasaran dengan tujuan sebenar wanita itu yang tak pernah sekali pun membuat panggilan terhadapnya.
Pria paruh baya itu mengambil masa yang lama, menimang apakah ia patut menjawab. Hingga deringan itu berhenti. Jisung mengernyit tak mengerti. Ia mencapai ponselnya. Baru berkira kira apakah dia patut peduli pada panggilan telpon dari wanita yang dianggap tak punya apa apa urusan lagi dengan hidupnya. Hingga ponsel itu berdering buat kali keduanya.
Jisung menghela napas perlahan, sebelum memutuskan untuk menekan buatng hijau.
"Yeobeosaeyo. " ucap pria itu datar.
"Jisung-ssi." suara wanita itu terdengar perlahan dihujung talian. Tapi tak bisa disangkal, Jisung merasa janggal mendengar suara itu.
"Ada apa anda menelpon saya?" Terdengar formal, tapi sebenarnya Jisung tak berniat untuk berbasa basi.
"Ah! Ani , aku hanya ingin bertanya khabar Hoseokie. "
Jisung langsung memijit pelipisnya. Mendadak merasa tidak selesa ketika wanita itu menyebut soal anak bungsunya. Jisung terdiam sejenak. Mula merasakan seharusnya dia tidak mempedulikan panggilan itu dari awal.
"Dengar Sae Ra-ssi, jika kau tak punya tujuan yang penting untuk meneleponku, aku akan tutup sekarang."
Sae Ra terdengar merengek. "Jisung-ssi, kau kenapa buru buru sekali? Ah, apa aku mengganggu mu? Apa kau masih bekerja di jam segini?"
"Sejujurnya, ya. Kau mengganggu." balas Jisung seadanya.
"Ah, benarkah?" suara Sae Ra terdengar seperti merasa kecewa.
Min Jisung mulai terasa bosan dengan situasi ini.
"Emm... Kalau begitu, aku akan ringkaskan. Soal Hoseokie, tolong bilang padanya, ia melupakan uang jajan ku untuk bulan ini."
Tubuh Min Jisung sekali lagi menegang. "Apa?" Ia bertanya ingin memastikan pendengarannya masih baik.
"Kau kenapa terkejut? Apa Hoseok tidak bilang padamu kalau selama ini, uang yang kau berikan padanya, juga diberikan padaku?"
Mata Jisung membulat. Dadanya langsung turun naik merasa marah karena Sae Ra baru saja mencoba menuduh putranya. Ia percaya Hoseok tidak akan melakukan hal seperti itu.
"Berhentilah dengan usahamu menuduh Hoseok. Tak ada siapa yang akan percaya pada kata katamu. Kau bukan wanita yang baik. Jadi berubah lah menjadi baik sebelum waktunya sudah terlambat. "Jisung mencoba mengontrol emosinya saat itu walau sebenarnya dia sangat ingin memaki Sae Ra karena masih saja berhasrat untuk menghancurkan hidup putra bungsunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monster || sope (Brothership)
Fanfiction-SOPE ff- Selama ini Min Yoongi pikir hidup dirinya dan keluarganya hancur gara Jung Hoseok. Tapi ternyata dia dan keluarganya lah yang telah menghancurkan hidup yang lebih muda. Pada akhirnya, hal yang paling diinginkan Yoongi adalah melihat adikny...