CH 11

462 42 2
                                    

"Oppa kau berlatih sendirian??" Ryujin yang baru tiba diambang pintu setelah kembali dari panti melongo.

Park Jimin sedang melakukan beberapa gerakan latihan yang ia lakukan bersama Hoseok sore tadi.Melihat itu, Ryujin bergegas menutup pintu dan berlari ke belakang Jimin setelah meletakkan tas di lantai. Gadis itu menyempurnakan posisi sedangkan tidak sedikit pun Jimin mempedulikannya.

Ryujin menyamakan gerakan mereka. Berlatih bersama mengikut alunan musik yang bingit membawa gerakan mereka.

Malam itu, diiringi rintik rintik hujan disertai guruh, Ryujin akhirnya meluangkan masa berlatih menari bersama Jimin setelah sekian lama tidak mereka lakukan.

Park Jimin hanyut dalam perasaan sendiri. Ia bahkan tak menyedari kehadiran Ryujin sejak beberapa detik yang lalu. Pemuda itu benar benar tak menyedari ada Ryujin dibelakangnya. Dia terlalu fokus pada liuk lentok tubuh sendiri. Ia terlalu fokus pada pantulan diri sendiri dalam cermin dihadapannya.

Jimin hanya mahu gerakannya cemerlang. Ia mahu menjadi sempurna. Seperti kakaknya Hoseok. Maka dengan itu dia tidak akan merasa ketinggalan seperti siang tadi. Jimin benar benar ingin Hoseok melihatnya lagi. Seperti awal mereka mula menceburkan diri dalam hobi ini. Tapi sekarang Jimin merasakan Hoseok lebih melihat Ryujin dalam menari. Bukan dirinya lagi. Ia merasa diabaikan sekarang.

My youth is yours

BBUKK.

Dua tubuh itu langsung jatuh ke tanah. Park Jimin seperti tersadar dari dunia yang lain. Ia mengerjap dan langsung meraup napas yang tidak beraturan hasil menari tanpa henti. Sekarang ia merasakan perih di bahagian siku . Lantas ia menyelak lengan baju hingga paras pangkal siku dan melihat luka yang mengeluarkan cairan merah di sana.

Jimin melepaskan sebuah keluhan. Pemuda itu mengalihkan pandang untuk melihat punca sikunya terluka.

Mata sipitnya langsung membulat. Apa ini? Sejak kapan Ryujin berada bersamanya?

Napas Jimin kembali menderu. Ia tak percaya dengan pandangan matanya sendiri. Apakah dia melukakan seseorang? Tidak! Jimin tak percaya. Tak pernah sekali pun seumur hidup Jimin melukakan sesiapa. Bahkan tak pernah terlintas pun dibenaknya untuk melakukan hal seperti itu.

Bunyi guruh memanah di langit menambahkan ketakutannya. Dengan kaki yang melemah, Jimin menggagahkan diri untuk bangun. Mata yang tak lepas memandang tubuh Ryujin yang tak sadarkan diri, Jimin benar benar tidak tahu apa yang terjadi. Dia hanya hilang keseimbangan ketika melakukan pusingan badan dalam gerakan tarinya sebelum berakhir merempuh sesuatu dan terjatuh.

Apa kah dia merempuh Ryujin? Sekuat itukah hingga Ryujin pingsan? Jimin mencoba menyangkal. Menggeleng dalam ketakutan sebelum denyutan di tangannya menyadarkannya untuk segera membuat keputusan.

Ketakutan yang bermaharaja lela membawa air mata mengalir pada pipinya. Jimin menangis dalam gementar. Dia melukakan seseorang. Dan orang itu adalah teman dekatnya sendiri. Perlahan kakinya menjauh. Ketika mencapai pintu, Jimin tergesa gesa berlari keluar dari ruangan itu.

Ia benar benar merasa jijik pada diri sendiri. Dan sekarang, diri sendiri yang ia lihat dalam cermin tandas dihadapannya. Dengan geram, pemuda itu membasuh luka pada sikunya.

Cklek.

Langkah kakinya terhenti di ambang pintu ketika netranya menangkap sosok Hoseok yang sedang kalut menaikkan tubuh tak berdaya Ryujin ke punggungnya.

Jimin hanya terpaku disitu. Merasa dunianya seolah olah berhenti berputar. Ia tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang. Hoseok disini. Mencoba menyelamatkan Ryujin. Tapi bukan Hoseok pelaku Ryujin pingsan seperti ini. Itu salahnya. Tapi malah kenapa sekarang Hoseok yang terlihat sedang bertanggungjawab ke atas kesalahan yang ia ciptakan? Jimin diselubungi rasa bersalah yang terdalam amat. Rasa itu yang menciptakan ketakutan dan perlahan memakan separuh jiwanya.

Monster || sope (Brothership) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang