3. Si Misterius

141 22 16
                                    

Written by tiascahya_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Written by tiascahya_

"Alarice, dia siapa?" tanya Thomas ketika melihat seorang lelaki yang sedang berbincang bersama Aaric di ruang tamu. Anak itu baru saja keluar dari petinya dengan wajah khas orang baru bangun tidur.

Alarice menoleh ke arah Thomas, lalu mengikuti arah pandang anak itu. "Dia Dominic fra Mydras. Kau jangan coba cari masalah dengannya, ya."

"Memangnya kenapa? Lalu, mengapa dia datang ke sini?" Thomas bertanya lagi karena rasa penasarannya belum habis. Sebab, jarang sekali ada yang berkunjung ke rumah.

Alarice memutar bola matanya, kemudian menjelaskan pada Thomas tentang keluarga Mydras dan alasan mengapa mereka jauh-jauh datang kemari.

Thomas mengangguk paham setelah Alarice menjelaskan panjang lebar padanya. Akhirnya ia bisa bertemu dengan klan lain selain Alarice dan Aaric.

"Oh, ya. Dia itu salah satu saksi perang besar antara klan Vampir dan Likantrof dulu." Alarice memelankan suaranya. Takut jika orang yang dimaksud mendengar.

Mata Thomas terlihat berbinar. Itu benar-benar menakjubkan ketika bisa bertemu langsung dengan saksi perang besar itu.

"Apakah dia tahu tentang sepuluh batu permata itu?"

Alarice mengangkat bahunya. "Entahlah, aku tidak tahu."

Bibir Thomas mengerucut. Ia agak kecewa dengan jawaban Alarice. Padahal, Thomas masih menyimpan rasa penasaran yang besar tentang batu permata ungu itu.

Lalu, gadis itu berpamitan pada Thomas karena hendak mencari kayu di hutan bersama Lucas dan Lars untuk membuat peti mereka. Alarice berada di depan pintu kamar dua klan itu, ia mengetuknya sampai seseorang membukanya dari dalam.

"Apa kalian sudah siap untuk pergi ke hutan?" Alarice bertanya ketika melihat wajah Lucas yang muncul dari balik pintu.

"Tentu, kami sudah siap."

"Aku tidak mau ikut."

Suara itu terdengar dari arah belakang Lucas, membuat mereka menoleh dan mendapati Lars yang sedang duduk di dekat jendela kamar.

Lucas berdecak sebal. "Ayolah, Lars! Apa kau tidak ingin mendapat peti untuk tidur?"

"Memangnya kau tidak bisa mengambil kayu-kayu itu untukku?" tanya Lars. Nada bicaranya membuat siapa saja yang mendengar ingin segera memukul mulut lelaki itu.

"Enak saja! Kalau kau tidak mau, ya sudah," ujar Lucas, lalu hendak melenggang pergi bersama Alarice.

Lars mendengkus keras. Setelah itu, ia berseru kencang. "Baiklah, aku ikut!"

***

Lucas dan Alarice berjalan beriringan menuju hutan yang letaknya tidak jauh dari rumah. Mereka meninggalkan Lars yang tertinggal jauh di belakang.

"Sekali lagi, maafkan sepupuku itu, ya. Lars pasti membuatmu kesal." Lucas merasa tidak enak hati pada Alarice. Padahal baru beberapa jam mereka bertemu. Namun, Lars sudah membuat jengkel orang saja.

Alarice tertawa kecil. Mungkin, Lars butuh waktu untuk merubah sikapnya itu.

"Sudahlah, tidak usah dipikirkan."

Kemudian, mereka berhenti ketika menemukan beberapa kayu yang terlihat cocok untuk dijadikan peti. Lucas dan Alarice memutuskan mengambil beberapa kayu yang ada di sana.

"Kau pikir kayu seperti ini layak untuk dijadikan peti?" tanya Lars yang tiba-tiba berada di samping Alarice. "Ini akan jadi lebih buruk dari punyaku yang ada di Norwegia."

Alarice menoleh ke arah Lars, ia menatap lelaki berambut pirang itu tidak suka. Sombong sekali anak ini!

"Jangan menatapku seperti itu."

Suara Lars memenuhi kepala Alarice, membuat gadis itu terlonjak kaget.

"Keluar dari pikiranku!" sentak Alarice

Lars menyunggingkan sudut bibirnya, lalu mengambil kayu-kayu yang tergeletak di dekat Alarice.

Alarice masih memandangi Lars. Gadis itu bertanya-tanya mengapa Lars sangat angkuh dan menyebalkan. Apa semua keluarga Mydras seperti itu? Tetapi kenapa Lucas tidak? Lelaki yang terlihat lebih muda dari Lars itu memiliki sikap berbeda.

"Jangan bandingkan aku dengan Lucas!"

Suara Lars lagi-lagi memenuhi kepala Alarice. Sekarang ia mengerti kalau lelaki itu bisa membaca pikiran seseorang. Ah, Alarice harus berhati-hati.

Setelah merasa cukup dengan kayu yang mereka dapatkan, Alarice, Lars, dan Lucas akhirnya kembali ke rumah. Sepanjang perjalanan mereka diam saja. Apa lagi Alarice, ia enggan berbicara atau berpikir macam-macam karena takut Lars mengetahuinya.

Alarice memutuskan untuk berjalan mendahului Lars dan Lucas. Meninggalkan dua lelaki itu di belakang.

Lucas menyiku lengan Lars, kemudian menatap lelaki itu seraya tersenyum penuh arti.

"Jangan terlalu bersikap dingin padanya. Nanti, bisa-bisa kau suka," goda Lucas yang membuat Lars mengalihkan pandangan. Ia tidak ingin menanggapi dengan serius.

Lucas tertawa kecil, lalu menyusul Alarice yang sudah jauh di depan.

Tak lama, mereka bertiga tiba di rumah. Mereka dibuat heran dengan pemandangan kereta kuda yang terparkir di halaman rumah. Itu bukan milik Alarice, setahunya ia tidak pernah memiliki kendaraan seperti itu.

Tiba-tiba dahi Lars berkerut kala melihat seseorang yang turun dari kereta tersebut.

"Matheo?"

"Matheo?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Last Blood [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang