19. Keanehan Terjadi

61 14 0
                                    

Alarice bersandar di bawah pohon sambil menulis catatan barunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alarice bersandar di bawah pohon sambil menulis catatan barunya. Ia terpaksa meminjam lagi buku-buku yang ada di perpustakaan untuk ini.

Ini sudah beberapa hari semenjak kepergian para tetua dan ia masih bersemangat untuk merencanakan pencarian batu permata. Alarice juga tidak peduli dengan para tetua yang melarangnya ikut campur lagi.

"Ada apa memanggil kami ke mari?" tanya Jeanne. Gadis itu datang bersama Matheo dan Lars.

Alarice tersenyum dan menyuruh mereka untuk duduk di dekatnya.

"Cepat katakan mengapa kau memanggil kami ke mari!" desak Matheo tidak sabaran.

Dengkusan keluar dari hidung Alarice. Kemudian, ia langsung berbicara, "Para tetua telah pergi. Jadi, bagaimana jika kita kembali mencari permata ungu?"

"Dasar gila!" Matheo mengumpat. "Kita tidak akan bisa mencarinya lagi karena para tetua pasti akan mengetahuinya."

Jeanne mengangguk setuju. "Itu benar, Alarice. Lagi pula, para tetua sudah melarang kita untuk tidak ikut campur."

"Kita sudah menjalani misi pertama dan berhasil mendapatkan satu permata. Apa kalian ingin menyerah begitu saja?" sanggah Alarice. "Kita harus tetap mencari batu permata. Aku tidak peduli jika para tetua akan marah besar."

"Jangan egois! Memangnya kau tahu apa hukuman yang akan didapat jika kita tetap bersikeras mencari permata ungu?" seru Matheo. Lelaki itu menatap Alarice tajam.

Tanpa sadar tangan Alarice mengepal. Ia tahu dirinya egois, tapi ia hanya tidak ingin semuanya menjadi sia-sia.

"Jika kau masih ingin mencari permata itu, pergi saja sendiri!" ujar Matheo. Nada bicaranya benar-benar tinggi saat ini.

"Sudah, diam!"

Seruan itu terdengar dari lelaki berambut pirang yang sedari tadi bungkam. Kini, semua mata tertuju padanya.

"Alarice benar. Kita sudah bersusah payah mencari batu permata dan kau ingin menyerah begitu saja? Dasar, pecundang! Seharusnya kita bisa membuktikan pada para tetua kalau kita tidak selemah yang mereka pikirkan," tutur Lars setengah berteriak.

Rahang Matheo mengeras, tangannya mengepal seolah siap melayangkan tinjuan untuk Lars. "Kau sangat munafik, Lars! Dulu, kau selalu menjelekan keluarga Peerad di depanku. Tapi sekarang kau malah membela gadis itu."

Lars menatap Matheo tidak suka, meskipun yang dikatakan lelaki itu tidak sepenuhnya salah.

"Kau pernah mengatakan bahwa kau membenci gadis itu, kan? Mungkin, perasaanmu sudah berubah padanya." Matheo menggeleng seraya mendengkus pelan. Kemudian, ia melenggang pergi dari sana.

Lars hendak mengejar Matheo. Namun, ditahan oleh Jeanne.

"Sudah, Lars. Biarkan saja," ucap Jeanne.

The Last Blood [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang