"Jeanne, buka pintunya." Alarice berseru pelan di depan kamar Jeanne, ia mengetuk pintu kamar gadis itu dengan tergesa-gesa.
Tidak lama kemudian, pintu kamar terbuka dan menampilkan sosok Jeanne di sana.
"Ini masih terlalu pagi, Alarice." Gadis itu mengucek matanya. "Ada apa?"
"Maaf, membangunkanmu pagi-pagi begini," sesal Alarice. "Aku ingin memberitahumu sesuatu yang penting."
"Apa itu sangat penting?"
Alarice mengangguk sebagai jawaban.
"Ini soal-"
"Jeanne, Alarice, cepat turun ke sini!"
Panggilan Beatrice membuat perhatian Jeanne dan Alarice teralihkan. Dengan perasaan bingung kedua gadis itu memutuskan untuk turun ke bawah.
Alarice melihat Lars dan Matheo yang berada di ruang tamu serta para tetua yang terlihat membawa beberapa koper di tangan.
"Kami akan pergi beberapa minggu untuk sebuah urusan. Jaga diri kalian baik-baik dan jangan pernah membuat masalah ketika kami sedang tidak ada," ujar Dominic pada Alarice, Jeanne, Lars, dan Matheo.
"Urusan apa sampai membuat kalian harus meninggalkan kami di sini?" Lars membuka suara. Iris birunya menatap Dominic dengan heran.
"Sebuah urusan yang sebaiknya tidak perlu kau ketahui." Ucapan penuh penekanan dari Dominic membungkam Lars yang hendak bertanya kembali.
"Tolong sampaikan pada yang lain kalau kami akan pergi," ucap Aaric.
Setelah berpamitan para tetua akhirnya pergi berangkat. Tak lupa, mereka memakai payung berwarna hitam agar tidak terbakar sinar matahari.
"Aku ingin memberitahu kalian sesuatu." Alarice berkata setelah memastikan para tetua benar-benar pergi. "Dan aku juga tahu alasan mengapa para tetua pergi."
Lars, Matheo, dan Jeanne menatap Alarice bingung seolah menunggu gadis itu menjelaskan lebih lanjut.
"Mereka tengah melakukan pencarian permata ungu di Eropa Barat," ucap Alarice, lalu mengatakan semua yang ia ketahui tentang rencana para tetua.
"Mereka ingin membangkitkan populasi klan dengan menyatukan batu permata itu?" Jeanne yang masih bingung bertanya pada Alarice.Alarice mengangguk. "Bagaimana jika kita membantu para tetua menemukan permata ungu?"
Detik kemudian, tawa Matheo terdengar. Membuat semua perhatian tertuju pada lelaki berkulit hitam itu.
"Kalian percaya bahwa permata ungu benar-benar ada? Omong kosong! Itu hanya cerita belaka." Matheo menggelengkan kepala sambil terkekeh kecil.
"Permata ungu itu benar-benar ada." Lars membuka suara. "Ayahku menyimpan satu permata ungu di suatu tempat."
Semuanya terkejut dengan apa yang Lars katakan. Pasalnya, orang-orang mengatakan bahwa tidak pernah ada yang tahu keberadaan batu permata itu.
"A-apa kau yakin?" tanya Alarice memastikan.
Lars mengangguk dengan sangat yakin, lalu sudut bibirnya terangkat naik. "Sebaiknya kita berangkat dan mencari batu itu sebelum para tetua menemukannya."
"Aku tidak mau!" sanggah Matheo. "Merepotkan, mengapa kita tidak biarkan saja para tetua mencarinya sendiri?"
Lars menatap Matheo tajam dan berucap dengan penuh penekanan, "Dasar, pengecut! Jika kau tidak mau, di sini saja sendirian dengan anak-anak."
"Terserah kau sajalah!" Setelah mengatakan itu, Matheo pergi meninggalkan ruang tamu.
"Baiklah, kita akan membahas tentang ini lagi nanti," ucap Alarice yang dibalas anggukan oleh Jeanne dan Lars.
***
Teressa sudah mempelajari tentang segala hal mengenai batu permata ungu yang memiliki kekuatan luar biasa. Mungkin ia mempunyai harapan untuk bertemu lagi dengan keluarganya jika menemukan semua batu itu.Ya, Teressa sangat ingin menemukannya. Namun, ada suatu hal yang mengganggu pikiran. Semakin maju peradaban, semakin berkembangnya era, para manusia juga semakin merajalela menguasai bumi. Tidak ada lagi tempat yang tersisa bagi makhluk mati haus darah sepertinya.
Jika para klan dibangkitkan kembali, apa bisa bertahan di tengah kehidupan manusia yang sempurna? Itu mustahil baginya.
"Tunggu sebentar."
Ucapan seseorang membuat Teressa tersadar dari lamunannya. Gadis itu dengan cepat bersembunyi di balik semak-semak.
"Ada apa?"
"Aku mencium bau klan Lycanta di sekitar sini."
Mata Teressa membulat. Ini sangat gawat jika mereka mengetahui keberadaannya.
"Jangan mengada-ngada. Para Lycanta sudah tidak ada yang tersisa semenjak perang itu," ujar lelaki beriris mata biru tersebut. "Jangan membuang waktu, cepat kita pergi ke dermaga."
Setelahnya, mereka pergi. Teressa tahu pasti apa rencana serta tujuan para klan dewasa itu dan ia hanya menatap kepergian mereka dengan perasaan bimbang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Blood [COMPLETE]
VampireSuatu masa ketika klan vampir mulai tersisih dari muka bumi. Perang antara Klan Vampir dan manusia serigala beratus tahun lalu menyebabkan terciptanya sepuluh batu permata ungu dengan kekuatan spesial yang tersebar di seluruh wilayah eropa. Konon...