15. Perasaan Aneh

57 12 0
                                    

Hari sudah semakin gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari sudah semakin gelap. Namun, Alarice saat ini berada agak jauh dari rumah. Bulan perlahan menyinari menggantikan matahari. Itu berarti tidak ada lagi yang ia takuti.

Alarice berjalan menuju pasar dengan lesu. Ia berniat untuk membeli buku catatan baru karena buku catatannya yang lama telah dirobek oleh Dominic dan hilang entah ke mana.

Kemudian, gadis itu melihat beberapa orang di dekat sumur. Mereka bukan menimba air, melainkan terlihat tengah membuat harapan setelah melempar sebuah koin ke dalamnya.

"Alarice?"

Panggilan itu membuat Alarice mengalihkan pandangan dan melihat Nicol yang sekarang berdiri di sebelahnya.

"Apa kabar? Sudah lama aku tak melihatmu." Nicol bertanya. Lelaki itu terlihat senang bertemu Alarice di sini.

"A-aku baik. Bagaimana denganmu?"

"Aku baik seperti biasanya," jawab Nicol. "Omong-omong, sedang apa kau di sini?"

Alarice menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Tadinya, aku ingin membeli sesuatu. Tapi tidak jadi."

Mulut Nicol membulat. "Bagaimana jika kita mengobrol sebentar di taman dekat sini?"

Gadis itu mengangguk pertanda setuju. Kemudian, mereka berjalan bersama menuju sebuah taman yang tidak jauh dari sini. Taman itu sangat cukup luas. Ada dua buah ayunan dan beberapa permainan untuk anak-anak. Sisanya lapangan yang dipenuhi rerumputan.

Alarice duduk disalah satu ayunan. Ia menunduk sambil mengayunkan badannya perlahan.

"Kau terlihat murung, Alarice. Ada apa?" tanya Nicol, lalu lelaki itu duduk di ayunan yang ada di sebelah Alarice.

Gadis itu menatap Nicol dan menggeleng pelan setelahnya.

"Tidak apa."

"Jika perempuan berkata seperti itu, artinya ada sesuatu yang terjadi, kan?" tebak Nicol tepat sasaran. "Jangan sungkan. Cerita saja padaku."

Alarice tersenyum samar. Ternyata lelaki di sebelahnya ini sangat peka. Lalu, ia menceritakan pada Nicol bahwa ada suatu masalah yang membuat pamannya marah besar. Gadis itu tidak memberi tahu soal permata ungu, tentunya.

Tangan Nicol terulur untuk mengusap lembut punggung Alarice. "Jangan khawatir, pamanmu pasti tidak akan marah dalam waktu lama."

Sudut bibir Alarice terangkat naik. Ia merasa sedikit lega sekarang.

Tanpa Alarice dan Nicol sadari, sedari tadi Lars menatap mereka berdua dari atas jembatan. Lelaki itu bersama Jeanne di sini.

"Jadi itu teman manusia Alarice?" tanya Jeanne

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Jadi itu teman manusia Alarice?" tanya Jeanne.

Lars mengangguk tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari mereka berdua. Entah mengapa ia tiba-tiba mengajak Jeanne ke mari untuk melihat Alarice yang tengah bersama Nicol. Padahal, Lars yakin dirinya membenci gadis itu. Tapi mengapa ia malah bertindak bodoh seperti ini?

"Mereka terlihat sangat akrab." Ucapan Jeanne membuat Lars menoleh.

"Kau sudah mendapat apa yang kau mau, kan? Lebih baik kau pulang saja. Aku masih ingin berjalan-jalan di sekitar sini." Lars berujar sambil melirik sebuah bola kecil berwarna emas di tangan Jeanne.

Jeanne mengangguk, lalu menepuk pundak Lars dan melangkah pergi meninggalkan lelaki itu sendiri.

Lars enggan beranjak dari tempatnya. Mungkin untuk kali ini ia akan diam saja dan membiarkan Alarice bertemu dengan teman manusianya.

***

Dengan jelas Teressa mendengar suara pertengkaran dari dalam rumah tersebut meskipun gadis itu berada agak jauh dari sana.

Dahi Teressa mengerut. "Apa yang terjadi di sana?"

Tidak lama kemudian, sesuatu terlempar ke luar rumah. Teressa melihat sekitar sebelum akhirnya berjalan mendekat.

"Apa ini?" gumam gadis itu. Ia mengambil sisa sobekan buku itu dan membawanya pergi dari sana.

Rencana pencarian permata ungu.

Tulisan itu yang pertama kali Teressa lihat. Ia mencoba menggabungkan kembali sobekannya dan membaca isi di dalamnya.

Teressa terbelalak setelah membaca buku tersebut, gadis itu bahkan sampai membekap mulutnya sendiri. Ia tidak menyangka bahwa Alarice dan kawan-kawan juga melakukan pencarian dan berhasil menemukan batu permata.

Sekarang, Teressa menjadi sangat bimbang. Apa dirinya harus mencari permata ungu juga?

 Apa dirinya harus mencari permata ungu juga?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Last Blood [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang