Matahari sudah terbit sejak satu jam lalu. Alarice, Jeanne, Lars, dan Matheo sudah mempersiapkan semua yang perlu dibawa untuk perjalanan mereka mencari batu permata."Kalian ingin pergi ke mana?" tanya Thomas kepada mereka berempat yang sudah siap untuk berangkat.
"Kami akan pergi untuk mencari batu permata. Kalian jaga diri baik-baik di sini, ya," ucap Alarice.
Tiba-tiba, suara rengekan Viola terdengar. "Jangan tinggalkan kami di sini."
Jeanne berlutut dan mengusap rambut adiknya dengan lembut. "Tenang saja, kami tidak akan lama. Mungkin seminggu kemudian akan kembali."
Setelah Alarice dan Jeanne menjelaskan panjang lebar pada Lucas, Thomas, dan Viola mereka berpamitan untuk berangkat sebelum matahari semakin terik.
"Tolong jaga mereka, ya." Lars menepuk pundak Lucas yang dibalas anggukan oleh lelaki itu.
Kemudian, mereka berjalan keluar rumah. Namun, sebelum benar-benar pergi Alarice sempat berucap kepada mereka bertiga.
"Jangan beri tahu para tetua soal ini," ucap Alarice, kemudian ia segera menutup pintu rumah rapat-rapat.
"Bagaimana ini? Matahari sudah semakin terik." Jeanne mengeluh. Gadis itu sudah memakai payung. Namun, kulitnya mulai memerah akibat sinar matahari.
"Tenang saja," ujar Matheo, lalu tangannya bergerak ke atas seolah sedang menyeret awan. Tidak lama kemudian, sebuah awan besar yang menghalau sinar matahari berada tepat di atas mereka berempat.
"Jika ingin mengendalikan cuaca, kau harus tenang dan biarkan dirimu menyatu dengan keadaan sekitar." Matheo menjelaskan. "Ayo, jalan. Awan ini akan mengikuti kita."
Lalu, mereka berempat berjalan menuju pasar di mana mereka bisa menyewa kereta kuda untuk menempuh perjalanan ke Eropa Timur.
Tujuan pertama mereka adalah Belarus, lalu Lithuania, dan terakhir Estonia. Hanya tiga negara itu yang dapat mereka datangi.
Kurang lebih empat belas jam perjalanan mereka tempuh, sampai akhirnya tiba di Belarus. Negara yang tidak terlalu besar sehingga memudahkan mereka melakukan pencarian.
"Aku rasa batu permata itu tidak ada di sini," ucap Lars yang diakhiri decakan kesal.
Jeanne, Matheo, dan Alarice duduk di bawah pohon. Mengistirahatkan kaki mereka yang sangat pegal karena berjalan jauh untuk mencari batu permata diseluruh penjuru negara Belarus.
"Kita sudah mencarinya ke sana ke mari, tapi tidak ada yang kita temukan. Mungkin batu permata itu memang tidak ada di sini." Alarice menimpali. Ini baru permulaan. Namun, rasanya sangat melelahkan.
"Kita hanya mempunyai empat hari lagi. Ayo, jangan membuang waktu. Kita akan segera pergi ke Lithuania." Lars berujar, lalu lelaki itu naik ke atas kereta untuk mengendarai kuda.
Tanpa menunggu lama Matheo, Jeanne, serta Alarice masuk ke dalam kereta dan Lars menjalankan kereta kuda itu menuju tempat selanjutnya.
Karena jarak antara Belarus dan Lithuania cukup dekat, mereka cepat sampai ke negara tersebut. Negara ini memang tidak besar, tapi cukup indah. Dulunya, Lithuania banyak ditinggali oleh para Likantrof.
"Hey, kalian melihat itu?" Ucapan Alarice barusan membuat laju kereta kuda mereka terhenti.
Matheo mengernyit heran. "Melihat apa?"
"Itu di sana." Alarice menunjuk tempat yang agak memancarkan sinar dari jauh.
Pandangan Matheo, Jeanne, dan Lars tertuju pada apa yang Alarice tuju. Mereka saling bertatapan, seolah mempunyai pemikiran sama.
"Ayo, kita ke sana." Lars kembali melajukan kereta kuda itu ke tempat yang tadi Alarice tunjukkan. Semoga ada sesuatu yang mereka cari di sana.
***
Udara malam yang dingin menyeruak di dalam rumah besar tersebut. Namun, itu tidak berpengaruh apa-apa untuk tiga anak ini.
Viola asyik bermain dengan bonekanya. Sedangkan Lucas dan Thomas bermain dengan seekor tikus kecil yang mereka temukan di depan rumah.
Ini sudah seminggu sejak kepergian para klan remaja. Namun, mereka belum juga kembali. Ditambah para tetua yang tidak ada di sini. Perasaan Lucas menjadi tidak enak.
Tidak lama kemudian, suara ketukan pintu terdengar. Lucas pikir, itu adalah para klan remaja. Dengan cepat ia berlari ke arah pintu, meninggalkan Viola dan Thomas di lantai atas dan membukanya.
"Selamat—" Ucapan Lucas menggantung. Matanya terbelalak seketika. "P-para tetua."
Yang berdiri di hadapan Lucas saat ini adalah para tetua. Mereka kembali ke rumah.
"Kenapa kalian kembali lebih awal?" tanya Lucas ketika mereka masuk ke dalam rumah. Setahunya, para tetua tidak akan kembali beberapa minggu.
"Kami kembali karena merasa ada yang tidak beres di sini," ujar Dominic, lalu menatap isi rumah yang terlihat sepi.
"Di mana para klan remaja? Aku tidak melihat mereka di sini." Pertanyaan Dominic membuat Lucas menggigit bibirnya.
"Benar, aku juga tidak melihat Matheo. Apa dia ada di rumah?" Freya menimpali.
"Mereka ... mereka semua sedang pergi," jawab Lucas. Ia tidak tahu harus beralibi seperti apa pada para tetua.
Aaric mengerutkan dahi. "Pergi ke mana?"
Kepala Lucas menunduk. "A-aku tidak tahu."
Dominic menatap curiga keponakannya itu, ia merasa Lucas menyembunyikan sesuatu. Lalu, Dominic berucap dengan penuh penekanan, "Ke mana mereka pergi, Lucas?"
Kali ini Lucas diam, lelaki itu memilih untuk tidak menjawab apa-apa.
"Baca saja pikirannya, Dominic," saran Beatrice.
Dengan cepat Dominic mencengkeram pipi Lucas dan menatap matanya dalam-dalam. Lucas pasrah, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Tidak sampai sepuluh detik, Dominic menjauhkan wajahnya karena telah mendapat jawaban.
Kemudian, perkataan Dominic selanjutnya membuat Aaric, Freya, serta Beatrice terbelalak kaget.
"Para klan remaja ternyata pergi mencari batu permata."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Blood [COMPLETE]
VampiriSuatu masa ketika klan vampir mulai tersisih dari muka bumi. Perang antara Klan Vampir dan manusia serigala beratus tahun lalu menyebabkan terciptanya sepuluh batu permata ungu dengan kekuatan spesial yang tersebar di seluruh wilayah eropa. Konon...