Bismillah...
Selain menyukai anime, Fani sangat menyukai film tinkerbell. Karena itulah, sejak kecil Fani bahkan sudah mendesain pernikahan yang membuatnya bisa menikah di tempat terbuka dan penuh bunga seperti yang ada di film itu.
Kedua keluarga bahkan sudah setuju untuk melaksanakan pesta pernikahan sesuai keinginan Fani. Bahkan mereka memperpanjang jangka waktu dari tunangan ke pernikahan menjadi tiga bulan karena ingin mewujudkan mimpi Fani tersebut.
Semuanya berjalan terlalu lancar, Fani bahkan menjalani hari-hari yang menyenangkan sebelum hari H datang. Tidak ada masalah berarti yang datang saat proses pernikahan mereka.
Fani sebenarnya agak cemas karena banyak orang yang bilang dalam setiap proses pernikahan pasti akan selalu ada masalah yang datang. Gadis itu takut jika semua kesenangan yang ia rasakan, menyembunyikan sebuah masalah yang besar di masa yang akan datang.
Dan masalah itu memang datang ... tepat pada H-30 pernikahannya.Pernikahan impian Fani dibatalkan.
🍉🍉🍉
Fani duduk dengan tidak nyaman di kursi ruang makan rumah Sagara. Suasana terasa aneh karena keluarga Sagara terasa lebih hening dari yang biasanya, padahal kalau Fani datang Papa Sagara selalu berceletuk yang lucu-lucu lalu akan dinasehati Mama Sagara jika bercandaannya terlalu garing. Jesya juga sangat ramah pada Fani, kakak Sagara itu bahkan suka mengajaknya ngobrol ini itu.
Tapi kali ini, meja makan terasa seperti kuburan. Diego duduk dalam diam, Mama Sagara mengunyah makanan dengan pelan, Jesya tidak terlihat sedangkan Sagara duduk di sebelahnya dengan mata bengkak.
Fani menelan ludah. Lalu membalikan sendok dan garpu, menghasilkan bunyi yang membuat ketiga kepala yang ada di ruangan itu jadi menoleh ke arahnya.
"Eh, Fani udah selesai?" tanya Diego dengan kikuk. Fani mengangguk kecil dengan senyum samar.
"Udah Pa."
"Tambah Fan," ujar Mama Sagara sambil mendorong tempat nasi dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Fani menggeleng.
"Enggak usah Ma, Fani kenyang," kata Fani lalu menoleh ke arah Sagara yang juga ikut membalikkan sendok dan garpunya padahal makanannya belum habis.
"Sagara juga udah," katanya pelan.
Kali ini Diego tidak menyahut. Mama Sagara bahkan hanya mendesah pelan dan membuang pandangan dari putranya.
"Yuk Fan, ada yang mau gue obrolin," kata Sagara lalu berjalan meninggalkan ruang makan. Fani berdehem lalu melirik ke arah kedua calon mertuanya.
"Fani pergi ke luar dulu Ma, Pa, nanti kalau Mama butuh bantu-"
"Iya Fani, gak apa-apa, nanti biar Mama yang bereskan," potong Mama Sagara membuat Fani langsung mengatupkan mulut.
"Oh .. oke Ma," sahutnya kikuk lalu mengikuti Sagara yang sudah menunggu.
Fani dan Sagara akhirnya duduk di taman belakang rumah Sagara. Pemuda itu duduk di sebelahnya sambil menghela napas berat, enggan memulai pembicaraan, sedangkan Fani yang sejak tadi menyadari ada yang aneh hanya duduk diam, menunggu Sagara sampai ingin bercerita.
"Ada ... yang mau gue obrolin," kata Sagara dengan suara parau membuat Fani yang sedang membuat pola lingkaran di atas kursi menjadi menoleh ke arahnya.
"Apa?" tanya Fani. Entah kenapa merasa ketar ketir.
Pemuda itu membasahi bibir. Menatap lurus ke depan. Menolak untuk menatap Fani yang sedang memandanginya. Perasaan Fani makin terasa tak nyaman. Padahal biasanya Sagara akan langsung menoleh ke arahnya kalau Fani ketahuan menatapnya.
"Tentang apa?" ulang Fani saat melihat Sagara kembali terdiam.
Sagara menghela napas lagi lalu menempelkan punggungnya ke sandaran kursi. Matanya terlihat berkaca-kaca saat akhirnya balas menatap Fani membuat gadis itu tertegun.
"Kalau misalnya ... kita gak jadi nikah tahun ini, apakah lo tetap bertahan sama gue?" tanya Sagara dengan suara parau.
Untuk beberapa saat hanya ada bunyi semilir angin yang menyapa keduanya. Fani merapatkan bibir lalu menarik diri, sedikit menjauh dari Sagara. Bibirnya terasa gemetar karena dadanya terasa sesak begitu saja. Namun di luar Fani masih memaksakan seulas senyum, meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja, Sagara pasti hanya iseng bertanya kan?
"Bercandaan lo gak lucu tau Ga, gue mau nangis nih," celetuk Fani sambil memukul lengan Sagara pelan. Sangat pelan sampai Sagara tak merasakan apa-apa saat gadis itu memukulnya.
Sagara menggeleng, menatap Fani lurus.
"Gue gak bercanda Fan," ujarnya lirih.
Fani mendesah sesaat, "tapi kenapa harus ditunda? Apa lo ragu?" tanya Fani dengan suara serak.
Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata membuat Sagara menggigit bagian bawah bibir dan segera melengos.
"Gak, gue gak pernah ragu," jawab Sagara pelan.
"Bahkan kalau bisa, gue pengen nikah sekarang Fan," tambahnya sambil menatap Fani kembali membuat mata gadis itu melebar.
"Tapi keluarga gue gak bolehin Fan, gue disuruh ngalah sama kak Jesya," lirihnya.
Fani menghela napas.
"Jadi karena itu suasana pas makan tadi buruk banget?" tanya Fani. Sagara mengangguk.
Fani terdiam sejenak. Mencoba mencari jalan keluar. Sebenarnya ia agak kaget karena Jesya dan Radi beberapa hari yang lalu tiba-tiba tunangan, mereka bahkan tak pernah terlihat akrab selama Fani mengenal keduanya. Tapi yang namanya jodoh, siapa yang tau?
Sejak awal, rencana pernikahan Sagara dan Fani memang agak ditentang keluarga besar dari pihak Mama Sagara. Katanya, "gak baik kalau cowok ngelangkahi kakaknya, nanti kakaknya bisa gak laku," begitu. Namun karena kedua orang tua Sagara bijaksana, mereka dapat menenangkan persoalan tersebut. Karena itulah persiapan Sagara dan Fani bisa terlaksana.
Tapi tiba-tiba Radi datang melamar Jesya, membuat persoalan yang awalnya teredam kembali muncul ke permukaan. Radi yang awalnya berencana menikah tahun depan, disuruh mempercepat tanggal pernikahan untuk mendahului Sagara.
"Bukannya Papa sama Mama lo gak mempermasalahkan soal itu lagi?" tanya Fani.
Sagara mengangguk.
"Tadinya begitu, tapi karena Radi udah datang, Mama sama Papa berubah pikiran," jawab Sagara. Fani bergumam.
"Apa gak bisa kalau kita nikahnya serentak aja?" tanya Fani yang masih berusaha menawar. Sagara tanpa sadar tersenyum karena melihat Fani yang masih belum menyerah. Pemuda itu merasa terharu.
"Awalnya gue juga berfikir begitu Fan, tapi ternyata Papa sama Mama gak mau kalau nikahnya serentak gitu," kata Sagara.
Fani mengerinyit. "Kenapa?"
Sagara tidak langsung menjawab. Ia tersenyum pahit.
"Soal gengsi," lirihnya membuat mata Fani melebar, "semua hal yang ada di dalam pesta pernikahan adalah soal gengsi," sambungnya getir.
🍉🍉🍉
Bener gak sih pendapat Sagara? 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Gara-Gara Sagara [SELESAI]
Любовные романы"Kita kan sama-sama suka, masa statusnya masih yang lama?" .... Sagara itu cakep, pintar dan lucu. Tapi polos banget! Bikin para cewek jadi makin gemas sama tingkahnya. Suatu hari, Sagara bertemu dengan Fani. Gadis ambis yang (kata orang-orang) e...