🌆
Postur tegap kak Awan membuat mulut Priya menganga. Aku tidak bisa membayangkan jika setiap hari dia disuguhi pemandangan seperti ini. Pastinya Priya akan menjadi seseorang yang, ah sudahlah. Tidak baik merencanakan wacana yang buruk untuk orang lain.
"Ekhem. Karena saya orang yang enggak suka basa-basi. Jadi, langsung saja, ya. Karena outbond akan di lakukan per-regu, kalian silahkan mengikuti Arjuna. Nanti ada anggota lain yang akan melengkapi regu kalian."
Huft. Ini toh ternyata. Aku kira dia akan menghukum kami karena masalah fuck girl. Priya tersenyum lebar. Jangan-jangan dia kerasukan fuck girl. Sudahlah, Aruna enggak paham soal fuck girl.
"Kak. Selain kak Arjuna, siapa lagi panitianya?" tanya Priya dengan wajah yang teramat antusias. Senyumnya juga semakin mengembang seperti adonan yang kebanyakan baking soda.
Kak Awan melihat lembaran yang bisa aku simpulkan jika itu adalah rundown.
"Hmm, selain Arjuna ada Guntur. Kalo misalnya salah satu dari mereka enggak bisa mungkin diganti Bima atau Langit."
"Jangan," sergahku cepat. Kak Awan menaikkan salah satu alisnya. "Kenapa? Ada masalah, Pendek?"
Aish. Pendek lagi. Bisa tidak tinggi badanku yang kurang maksimal ini tidak dipermasalahkan? Aku juga ingin mendapatkan julukan normal seperti orang lainnya.
"Aruna enggak mau kalo ada Bima dan jangan panggil aku Pendek, Kak."
Kak Awan menyentil hidungku. Sialan. Kata mereka dia orang yang tegas dan berwibawa? Apa-apaan ini. Dia malah bar-bar dan suka mengganti nama orang seenak jidatnya.
"Udah Pendek. Jangan banyak protes atau Bima yang bakal jadi panitia regu kalian."
Astaga. Kenapa semua hal yang mereka katakan tidak sesuai kenyataanya. Mulai dari Bima yang kece dan lembut. Kak Awan yang tegas dan berwibawa. Kak Guntur yang macho dan masih banyak yang lainnya. Mereka enggak ada yang benar tahu!
Hanya kak Arjuna seorang yang selalu membuat tentram. Silahkan yang mau menentang, pintu terbuka lebar untuk kalian.
"Woy, kalian bertiga. Jaga si Pendek tuh biar gak ilang lagi."
"Siapa yang hilang?"
Suara Ananta membuatku menegang seketika. Jangan, jangan sampai dia tahu soal hilangku kemarin di hutan. Bahaya kalo dia sampai berantem hanya karena hal sepele.
Hilangku memang bukan hal yang sepele. Tapi berantem dengan kak Awan atau bahkan kak Arjuna hanya karena salah paham, itu yang sepele.
"Jawab! Siapa yang hilang?"
"Hara. Hara yang hilang." Aku mulai beralibi sendiri. Tidak mungkin mengatakan jika Priya atau kak Rania yang hilang. Karena tinggi mereka yang lumayan, tidak mungkin mendapat julukan pendek kan?
"Oh."
Anjir. Oh saja? Ananta! Stop membuatku gemas sendiri. Seandainya aku menjawab yang hilang itu aku, apakah kamu juga akan menjawabnya dengan oh saja?
Dia menepuk pundak kak Awan yang langsung terperanjat kaget. "Bro. Mau lihat romansa cinta yang sempurna?"
Kak Awan menggeleng. "Enggak."
Sialan. Aku harus menahan tawa karena jawaban dari kak Awan. Terlalu tragis dan flat untuk ukuran Ananta yang, ah, kenapa sulit sekali untuk mendeskripsikannya.
Apa yang terjadi jika kak Awan mengiyakan pertanyaan Ananta. Apa dia akan bertekuk lutut dihadapanku dan mengatakan, "Aruna, kamu mau enggak jadi pacar aku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Manuskrip Jeda [Selesai]
Roman pour Adolescents"Kamu tahu alasan kenapa malam ada setelah senja?" Pertanyaan tiba-tiba dari Ananta itu membuatku menoleh. "Karena malam gelap, Ta. Sedangkan senja adalah akhir dari matahari yang akan kembali ke peraduannya. Jadi bener dong kalo senja dulu baru mal...