38. Benar-Benar Berakhir

111 8 0
                                    

Pemanah dan Pelindung.

🌆

Semua memang punya jalannya sendiri. Seperti aku dan Ananta yang nyatanya sudah berakhir. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, dia yang sering menjadi bagian dalam doa juga terlepas akhirnya.

Kami lebih baik-baik saja, tentunya tidak sedekat dulu. Ada jarak yang tidak bisa dihapuskan, sekecil apapun itu pasti ada.

Memang benar. Kita tidak bisa meniadakan siklus datang dan pergi. Silih berganti akan ada yang masuk dalam fase itu. Salah satunya aku.

Ananta, yang mengajarkanku cinta. Dia juga yang menghancurkannya. Janjinya untuk setia, untuk membuat kita selamanya ada ternyata hanya rekaan semata. Tidak ada lagi kita, aku tetap aku, dia tetap dia.

Kini bukan lagi tanganku yang digenggam erat oleh Ananta, sudah ada seseorang yang menggantikanku. Dia, Hara.

Kini bukan lagi Ananta yang menjadi tempatku bersandar. Dia sudah tergantikan seiring berjalannya kehidupan. Untuk orangnya, kalian tidak perlu tahu. Bercanda. Akan ada waktunya tersendiri untuk kalian tahu, secepatnya.

Dia bukan lagi senjanya Aruna, merahnya senja bukan ibarat kesedihanku juga. Semuanya sudah berbeda. Kalian pasti paham apa yang kumaksudkan.

Tapi, jangan berspekulasi aku membenci senja. Aku tetap menganggapnya istimewa, terlalu banyak kenangan manis di bawahnya yang mustahil bisa dilupa. Inilah yang aku sayangkan dari sebuah perpisahan, sesuatu yang istimewa itu harus menjadi beban.

Mungkin selama ini aku mengibaratkannya dengan berlebihan. Menganggapnya sebagai hujan yang tetap tabah walau turun di tengah gurun. Tapi nyatanya hujan itu yang memberikan goresan lara, bahkan mengabadikannya tanpa ada rasa bersalah.

Padahal sejak awal aku sudah mengatakan bahwa aku tidak terbiasa untuk luka, itu terlalu mengenaskan. Haha. Ini sarkasme.

Kafe yang sama, kini telah menjadi tempat berkumpulnya kami semua. Memang benar, kerelaan itu sendiri menjadi bagian dari keseharian. Semakin kita menghindar dari tempat-tempat berkenangan, itu semakin menyakitkan. Lebih baik mulai membiasakan diri untuk menjelajahinya.

"Aruna. Jangan menyelami pikiranmu terlalu jauh, itu akan membuatku jatuh cinta lagi."

Ananta masih tidak tahu diri. Padahal sudah ada Hara yang bersamanya. Bisa-bisa aku melayangkan minuman yang ada di depanku ini kepadanya.

Untuk penghianatan itu, aku sudah memakluminya. Sekarang, sahabatku sudah bersama dia. Jadi, jangan sampai terulang penghianatan yang sama. Sangat tidak elite jika terulang beberapa kali.

"Hampir tiga bulan, Ta. Jadi jangan coba-coba mengecewakan Hara atau merayuku lagi. Perasaanku bukan lagi untukmu, sudah ada pemanah yang berhasil mengobatinya dan seorang pelindung telah membawanya pergi agar tidak terjangkau olehmu lagi."

Mereka bertujuh menertawakan Ananta, sarkatis. Jangan kaget jika anggota kami semakin banyak, karena perpisahan tidak harus berujung perpecahan bukan?

Sekarang. Ada Priya, Kak Rania juga Kak Altas yang selalu bersama. Meskipun Priya jarang bertemu dengan Abimanyu, tapi mereka tetap setia. *Tapi, sesekali Priya pasti belok dengan menggoda kak Awan.

Kak Rania dan Nakula. Mereka telah berakhir dua bulan yang lalu. Bukan karena ada masalah, tapi mereka lebih nyaman berteman. Karena terkadang hubungan tidak hanya menyenangkan, tapi juga mengekang.

Kak Altas dan Kak Rania belum memutuskan adanya hubungan untuk sekarang, mungkin beberapa bulan lagi.

Ada Hara, Ananta, dan Chandra yang membuat semuanya semakin berwarna. Hara dengan ucapannya yang ngegas sesekali membuat perdebatan dengan Ananta, atau bahkan Chandra juga terlibat di dalamnya.

Ananta tetap dengan sikap manis yang membuat perasaanku hampir goyah. Itu selalu memunculkan warna-warna baru ke depannya. Tapi tenang, dia sudah milik Hara dan perasaanku tidak akan mungkin sama setelah ada luka.

Chandra selalu dengan ketidakejelasannya. Pokoknya tidak jelas, apalagi saat mengungkit kejadian di mana aku memutuskan untuk melarikan diri dengan membawa payungnya.

Hmm ... Untuk tiga lainnya, itu Kak Arjuna, aku, dan Kak Awan. Tentang kami bertiga itu cukup rumit.

Kak Arjuna adalah pemanah yang membuat hatiku kembali memiliki rasa. Mati rasa yang kuanggap selamanya menyiksa, perlahan mulai menemukan titik terangnya.

Aku sendiri? Aku bagaimana ya?

Kak Awan adalah pelindung yang membawa hatiku pergi. Bukan berarti aku telah jatuh cinta kepadanya. Tapi ... Masih ada keraguan tentang penyembuh juga pelindung yang membuatku harus memilih jalur tengah.

Aku akan menjadikan mereka berdua ada, tanpa membedakan keberadaannya. Mungkin nanti saat waktunya tiba, rasa akan memilih tuannya.

Apa ini yang dinamakan gugur satu tumbuh seribu? Ah, tidak benar-benar seribu. Hanya dua, dua yang membuatku bingung.

Pernah sekali, kami bertiga makan bersama. Itu rasanya menyenangkan. Tapi ... Aku jadi bimbang, tidak bisakah salah satu dari mereka merelakan perasaan?

"Sekarang, ada Arjunaruna dan Arunawan. Jadi, tidak bisakah Aruna membelah agar mereka tidak berebutan?" tanya Chandra tidak jelas. Nah, kalian jadi percayakan jika Chandra memang tidak jelas.

Membelah? Memangnya aku amoeba yang bisa membelah?

Kak Arjuna dan Kak Awan saling menatap. "Aruna yang asli buat Arjuna, Awan dapat yang palsu aja." Kak Arjuna juga ikut ngaco sekarang.

"Gak mau lah, saya tetap mau Aruna yang asli."

Ya Tuhan. Apalagi ini? Mereka memperebutkanku yang asli dan yang palsu. Padahal aku hanya ada satu.

"Aruna hanya ada satu, ish."

"Siapapun pilihanmu, aku akan menghargainya Run."

Setelah ucapan dari Kak Arjuna, Kak Awan juga mengatakan kalimat yang serupa. "Yeah, meskipun begitu. Arjuna akan tetap menjadi seorang pemanah dan aku pelindung."

Haruskah aku merasa beruntung untuk ini semua?

🌆

Akhirnya selesaii:)

Maappp ye sengaja dibuat gantung:)

Kalau ada waktu aku bakal lanjutin. Ntah itu sekuel, atau spin off.

Menurut kalian mending yang mana?

Kalau spin off, mau pake sudut pandang siapa?

Selamat tinggal dan sampai jumpa diceritaku yang lain❤

Tertanda:
Rida, Berudu, Semen Tiga Rida, Ridu, Bacot, dan sebagainya.

Manuskrip Jeda [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang