Untuk Ananta[2]

19 7 1
                                    

Hai, Ta.

Akhirnya aku punya waktu untuk mengabadikanmu lagi. Sebenarnya karena aku enggak bisa tidur sih wkwk. Oke, kali ini bahasanku tetap sama. Kamu dan Hara.

Kenapa sih kamu harus bertengkar terus sama Hara? Enggak capek apa? Aku aja yang lihat capek kok. Capek hati, capek pikiran.

Aku harap kamu ngerti. Enggak semua hal bisa selesai dengan bertengkar. Apalagi pertengkaran yang selalu kamu lakukan dengan Hara selalu memicu rasa khawatirku, Ta. Kamu tega ya? Lihat aku cemburu, bingung, semuanya jadi satu. Kamu tega?

Ini tulisan keduaku. Tapi sejak tulisan pertama saja sudah ada emosi di dalamnya. Lalu bagaimana untuk kedepannya? Apa isinya hanya akan tentang cemburu? Tangisan?

Aku harap setelah ini tidak ada tulisan seputar itu, Ta. Bahagia, kata itu yang aku inginkan mengambarkan tentang kita. Apa kamu bisa mewujudkannya?

Memang. Sejak awal cerita kita ada, aku yang selalu menjadi pihak egois. Pihak yang selalu ingin dimengerti.

Tapi, aku memang egois.

Ta. Aku bingung ingin menulis apalagi. Seolah kemarahan yang telah tergambar sejak tadi hilang saat mengingat senyummu. Mengingat caramu melucu.

Ah, iya. Kak Bunga. Apa benar dia yang memang menyelingkuhimu. Tapi kenapa aku mendadak takut ya. Aku merasa tidak hanya kak Bunga yang bermain dibelakangmu. Tapi aku takut, jika sergahan Hara waktu itu memang benar.

Bagaimana jika kamu juga berselingkuh?

Ta ... Semua orang membingungkan. Terutama kamu dan Hara. Lalu Priya, kak Rania, juga papa. Semua orang memberikan filosofinya sendiri.

Bingung. Aku bingung dengan semua pengambaran kalian. Otakku memaksa untuk tidak perlu mengerti itu semua, tapi hatiku ingin paham maksud dari semuanya.

Bagaimana jika semua pengambaran mereka itu adalah jalan keluar? Aku tidak mengerti lagi.

Jujur, Ta. Baru pertama kali aku mencintai orang sampai segila ini. Mau aja dipeluk, digandeng, dijemput. Semua orang juga tahu sejak awal aku adalah orang yang anti begituan.

Bahkan gambaranku dulu tentang pangeran berkuda merah nyaris meleset darimu, Ta. Tapi kenapa hatiku mengatakan, pangeran berkuda merah itu kamu. Aku yakin kamu adalah orangnya.

Jangan mematahkan konspirasiku, ya. Aku capek harus kenal orang baru lagi. Iya, memang belum genap seminggu aku kenal kamu. Tapi, lagi lagi hatiku memaksa untuk menaklukan kenyataan. Bahwasanya aku merasa sudah kenal kamu sejak lama. Aneh, gak sih menurut kamu?

Hmm ... Aku ingin menuliskan apa lagi ya, Ta?

Tunggu sebentar. Aku masih berpikir.

Ah iya. Keluarga kak Arjuna tadi ke rumah, Ta. Kamu jangan cemburu ya. Kak Arjuna tadi bawain aku mawar merah. Padahal aku berharap kamu yang pertama kali akan memberikan itu untukku. Tapi tidak apa-apa. Pelukanku yang pertama untukmu, hanya untukmu.

Mereka tadi juga menyinggung soal tanggal peresmian. Aku takut, bagaimana jika aku dijodohkan dengan kak Arjuna? Tapi papa rupanya mengerti kita, Ta. Dia bilang kalau kami jangan dikengkang dulu sekarang. Ah, aku semakin sayang papa.

Kalau misalnya kita enggak jodoh gimana ya, Ta? Aku enggak bisa bayangin hidup tanpa kamu. Ish lebay lagi kan aku.

Tapi benar kok. Aku tidak akan lengkap tanpamu. Dunia akan berbeda. Semua hal tidak akan sempurna. Aku harus yakin dan berdoa agar kamu yang menjadi jodohku kelak.

Semisalkan Tuhan tidak merestui. Aku akan semakin mengalirkan doa dalam sepertiga malam. Karena Tuhan itu Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Tuhan enggak akan menolak doa hambanya yang tulus.

Membayangkan kamu menjadi imamku saja rasanya sudah membahagiakan, Ta. Bagaimana jika itu jadi nyata ya? Pasti sangat membahagiakan. Aku tidak sabar menunggu hari itu. Saat papaku menjabat tanganmu dan mengucapkan kalimat sakral yang semakin mengesahkan adanya kita.

Semakin malam, otakku semakin gencar berkhayal. Enggak papa kan ya? Yang penting berkhayal hanya tentang kita.

Semoga semakin ke sini kamu memang benar cinta sama aku. Semoga tidak ada orang ketiga yang membuatmu berpaling. Semoga Tuhan juga merestui perasaan kita, selamanya.

Ta, mendadak aku ingin tidur dan memimpikan kamu. Selamat tidur. Jangan lupa mimpiin aku juga. Karena malam ini aku ingin bertemu kamu dengan mimpi yang bersatu, bukan hanya sepihak saja.

Selamat malam, Ta.

Manuskrip Jeda [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang