23| Setelah Insiden

221 20 30
                                    

Lelah dengan harapan
Kau tak mungkin ku dapatkan
Tentang perasaan tak bisa di paksakan
Aku ingin kamu
Tapi kau tak mau
Jangan jangan paksa aku
Untuk membencimu
Memahami hatimu
Tak akan cukup usiaku
Sementara rindu ini
Semakin menusuk dadaku
Ternyata perasaanmu padaku
Biasa biasa saja
Cinta itu sederhana
Yang rumit itu kamu
Mencintaimu itu mudah
Yang sulit adalah
Membuatmu juga mencintaiku
-⭐-

🎶 Langit Sore - Rumit 🎶

Jangan lupa tinggalkan jejakmu lewat vote / comment 🌻

Instagram: @________sere

Selamat baca untuk kalian
orang-orang yang sedang, pernah, atau justru akan terjebak di zona pertemanan kayak Rigel dan Wulan HAHAHA🤧

Rigel membuka jendela kamarnya lebar-lebar dan keluar untuk duduk di bingkai jendelanya itu. Ia menyenderkan tubuhnya di sana, memejamkan mata sembari menikmati hembusan angin malam yang tidak terlalu kencang, tapi masih bisa dirasakannya.

Baru beberapa detik, Rigel kembali membuka matanya.

"Oh iya, Wulan."

Jari jemarinya langsung menggulir laman kontak. Ia merasa lupa belum menanyakan perihal kabar terkini dari sahabatnya itu. Bukannya menekan nomor ponsel Wulan, ia justru menekan tombol panggilan pada nomor ponsel Vega; Kakak Wulan.

Hening. Hanya terdengar bunyi panggilan telepon di telinga Rigel.

"Ha-halo, Kak?" ucap Rigel setelah sepuluh detik menunggu panggilannya diterima.

"Iya, Gel. Kenapa?" jawab Vega dari seberang.

"Emmm ... Wulan gimana keadaannya, Kak?" tanya Rigel setengah ragu.

"Serem juga ya mantan pacar lo," kata Vega mengalihkan.

Deg.

Sedetik setelah mendengar ucapan Vega, Rigel meneguk habis salivanya.

"So-sorry, Kak."

"Wulan udah mendingan kok. Lo tenang aja," sambung Vega mencairkan.

Rigel menghela napasnya lega. "Alhamdulillah deh, kalau gitu." Rigel menjeda kalimatnya. "Betewe, besok gue gak bisa jemput Wulan, Kak."

"Kenapa laporannya sama gue? Kenapa gak ngomong langsung aja sama Wulan?" Vega terkekeh kecil. "Yang berantem kan mantan pacar lo sama Wulan. Kenapa jadi lo sama Wulan yang harus diem-dieman?"

"Jangan bilang Wulan kalau gue nelfon lo, ya, Kak? Udah ya, gue tutup telfonnya. Thanks infonya. Bye!" alih Rigel pada Vega kemudian menutup teleponnya.

Rigel kembali menghela napasnya panjang. Ia merasa lega karena ternyata Wulan baik-baik saja sekarang.

"Gel, Gel ... pengecut amat lo jadi temen. Mau nanya kabar aja harus lewat orang lain dulu," rutuknya pada diri sendiri. 

***

Pagi ini, Rigel bersama motor sport kesayangannya sudah bertengger rapi di seberang rumah Adhisti— gadis yang kemarin tak sengaja ia tabrak akibat kecerobohannya sendiri.

Rasa cemasnya yang datang tiba-tiba pada Adhisti, telah berhasil membawanya sampai ke rumah gadis itu pagi-pagi begini.

Akhirnya, setelah Rigel menunggu hampir belasan menit, sang empunya rumah muncul dari ambang pintu. Dari jarak yang tak jauh, Rigel memperhatikan gadis itu tengah mencium punggung tangan sosok perempuan paruh baya di sebelahnya— yang Rigel terka kalau perempuan paruh baya itu adalah Ibunya Adhisti.

Made For Each Other [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang