BAB 1:LUKA

5.3K 288 36
                                    

Luka memang tidak pernah berbicara, tetapi air mata selalu jatuh seakan bercerita.❞

—CARAMEL—

Masih bersama rinai hujan
Pada malam yang menjurang
Bergulir kisah tentang luka
Hati yang sedang berduka

Alur yang sama yang pernah terkisah
Namun pelakon yang berbeda
Tetap saja, luka adalah luka
Bisa terobati tapi tetap akan meninggalkan noktah

Bunyi ketukan keyboard pada laptop terdengar nyaring memecah kesunyian pada waktu 22:12 dini hari, gadis berambut panjang dengan piyama panjang merah mudanya tetap fokus pada layar, dan menampilkan deretan kalimat aksara yang tengah dirangkai. Sesekali ia meneguk susu cokelat kesukaannya untuk menghangatkan tubuh lantaran udara malam ini sungguh dingin seakan menusuk hingga ke tulangnya.

Caramel memang berbakat dalam sastra kepenulisan. Baginya dengan menulis, ia dapat mengungkapkan isi hatinya, gadis yang sangat cinta dengan hujan itu pun sangat pintar di SMA Pelita. Tak jarang ia mendapat penghargaan puisi atau penghargaan lainnya dari pihak sekolah.

Belum selesai ia mengetik, tiba-tiba dari arah luar kamar, gadis itu mendengar suara yang begitu keras. Karna penasaran ia pun menutup laptopnya dan berniat mencari sumber suara tersebut.

Ia langsung menghampiri pria paruh baya yang sedang duduk di meja makan sambil menarik-narik rambutnya frustasi "Ayah udah pulang?"

"Apa ini Yah? Ayah mabuk lagi?" Dilihatnya  wine yang hampir habis tersebut.

"BUKAN URUSANMU!"

Sontak Caramel menunduk ketakutan "Sekarang kamu bikinin saya makan malam, CEPAT!" ungkapnya secara kasar.

"I-iya Yah, bentar." Dengan sigap, Caramel langsung berlari kecil ke arah dapur, memasak dengan bahan seadanya.

Tak berselang lama kemudian, Caramel datang membawa piring putih berisikan nasi goreng hangat.

"Ini Yah," kata nya sambil menyerahkan sepiring nasi goreng kepada ayahnya, Angga Prawira.

Perlahan Angga mencicipinya dan membuang nasi yang ada di mulutnya, ia menjatuhkan piring tersebut ke arah lantai secara kasar "APA-APAAN INI? KAMU MAU NGERACUNIN SAYA HAH?"

Angga langsung menarik keras rambut anaknya hingga membuat sang empu meringis kesakitan "E-engak Yah, ampun."

"KAMU COBAIN SENDIRI!" Ia mendorong Caramel keras hingga jatuh tersungkur di lantai "AYO MAKAN!"

Dengan terpaksa, Caramel mencicipi nasi goreng yang sudah tumpah di lantai, sungguh Angga sangat kejam! Caramel tak sanggup dengan semua ini, bahkan tangannya pun gemetaran mengambil sendok dan memakan nasi yang sudah tumpah di lantai. Air matanya pun Lolos membasahi pipi nya.

"Tapi ini enak Yah, mungkin karna ayah baru minum wine tadi," ucapnya pelan.

"HALAH ALESAN KAMU!"

Angga mengambil cambuk di kamarnya, dan mulai memukuli punggung Caramel secara kasar. "Ampun Yah, ampun." Caramel terus terisak sambil meminta ampunan kepada Angga.

Kepalanya seperti hujan diluar sana yang membasahi atap rumah, Angga sangat kejam kepada anaknya. Kaki dan paha Caramel di tendang, wajahnya digampar berkali-kali hingga darah mengalir di sudut bibir, rambutnya pun di jambak secara kasar.

"DIAM KAMU! DASAR ANAK GAK BERGUNA!"

Angga terus menyiksa gadis itu dan menarik rambut anaknya keras "LEPASIN YAH, SAKIT!" bentak Caramel dan dibalas tatapan tajam oleh Angga.

"BERANI KAMU NGEBANTAK SAYA!" Bukannya melepas rambut anaknya, pria tersebut malah semakin mengeraskan tangannya yang menarik rambut Caramel, gadis tersebut semakin terisak dan mengerang meminta pertolongan. Hingga, pembantu dan keponakannya datang untuk menyelamatkan Caramel.

"KAKEK JAHAT!" ucap Icha

"KAMU BUKAN CUCU SAYA! DASAR ANAK HARAM!" pekik Angga, sedangkan Icha memeluk erat tubuh Caramel sambil terisak.

Perlahan gadis tersebut melepas pelukannya dan membersihkan pipinya dari air mata yang sedari tadi terus mengalir, ditatapnya pria paruh baya yang seperti singa kelaparan tersebut "Alisha gak salah apa-apa Yah, jangan libatkan Icha dalam masalah ini. Kalau ayah memang benci sama Ara, kenapa ayah gak bunuh Ara? BUNUH ARA YAH, BUNUH!" Caramel mengambil pisau buah yang ada dimeja makan dan memberikannya kepada Angga.

"Ayo Yah, bunuh Ara." Asih pembantunya langsung menarik Caramel menjauhi Ayahnya "Jangan Non," ucapnya pelan.

"Biarin aja Bik, lagian Ara juga anak yang gak berguna. Jadi buat apa Ara hidup?"

"Cihh," ucap Angga terkekeh, meninggalkan mereka dan menutup pintu kamarnya secara kasar, sedangkan Asih hanya menggelengkan kepalanya melihat perlakuan majikan yang selalu kasar dalam perbuatannya.

"Kak," panggil seorang anak yang bernama lengkap Alisha Ziandhisty, keponakan Caramel dengan kulit putih dan wajah imut yang kerap dipangggil dengan sebutan Icha.

"Kakak gak papa," ucap Caramel dengan suara pelan sambil terus terisak.

"Non, Non Ara istirahat aja ya di kamar, biar Bibi yang bersihin semuanya," ujar Asih yang melihat ruangan tengah tersebut seperti kapal pecah akibat perbuatan Angga. Belum lagi pecahan piring yang berhambur kemana-mana.

Caramel menggangguk "iya Bi, Icha tidur di kamar yah, kakak mau istirahat," ujar Caramel dan dibalas anggukan oleh Icha.

***

Malam semakin larut, tetapi Caramel masih terjaga. Ia mengambil sebuah bingkai foto yang terletak di samping tempat tidurnya. Tangannya bergerak mengusap lembut foto itu, air matanya jatuh tepat di wajah seseorang yang berada di bingkai tersebut "kenapa ibu ninggalin Ara? Kenapa Buk."

"Sakit Buk, kenapa ayah jahat sama Ara?" Caramel terisak, ia terus menangis sesenggukan. Matanya masih setia menatap foto wanita paruh baya yang sedang berpose tersenyum sambil menggendong Caramel yang masih belia.

"Dulu keluarga kita harmonis," ucapnya pelan dan nyaris tak terdengar.

Gadis itu mengingat sesuatu,

"Sayang makan dulu yuk," ucap wanita paruh baya yang sedang kesusahan menyulangi anaknya.

"Gak mau! Ara maunya disuapin ayah."

"Ayah kan masih kerja sayang."

"Gak mau pokonya mau sama ayah!"

"AYAH PULANG," teriak seseorang dari ambang pintu dengan senyuman lebar di wajahnya.

"Ayah!" Anak itu langsung memeluk Ayahnya kegirangan "ayah udah pulang?"

"Udah, tadi ayah sengaja pulang cepet biar bisa main sama anak ayah yang cantik," ucapnya mencubit pelan hidung mancung milik anaknya.

Kembali ia tersenyum lebar "luka yang ini udah biasa yah," ucapnya menunjuk sudut bibirnya yang sedikit terluka akibat tamparan dari Angga "tapi yang ini ..." Caramel menunjuk bagian hatinya, dan megunyingkan senyuman paksa.

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 dini hari, ia harus tidur karna besok harus menuntut ilmu di sekolah. Di ambil nya selimut tebal berwarna hitam polkadot guna menutupi separuh tubuhnya dan memberi kehangatan pada malam tersebut. Ia mencoba memejamkan matanya dan mulai terbang bersama alam mimpinya.

***
Bersambung

CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang