BAB 10:BERITA BURUK

1.4K 125 0
                                    

—CARAMEL—


Pagi ini seperti biasanya, Caramel berangkat pagi untuk melakukan jadwal piket kelas. Namun, tidak seperti biasanya, pagi ini SMA Pelita sudah dipenuhi oleh murid-murid yang sedang berlalu lalang di koridor sekolahan. Sama halnya dengan Caramel, ia berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Melewati murid-murid SMA Pelita yang memandang aneh ke arahnya. Bagi Caramel, tatapan tersebut sudah biasa ia terima, tapi mengapa tatapan pagi ini seolah menyiratkan sesuatu?

"Eh, eh Caramel noh," ucap segerombolan cowo yang tengah berdiri di pintu kelas.

"Caramel," sapa mereka.

"Dibayar berapa tadi malem Ra?"

Caramel mengeritkan dahinya "Maksud kalian?"

"Yaelah Ra, gausah sok polos gitu kali. Semua murid Pelita udah tau kali kerjaan lo diluar sana iya gak?"

"Yoi," balas satunya lagi.

"Kalian ngomong apaansih?"

"Ck, lo liat mading deh."

Caramel memundurkan langkah perlahan, kemudian ia berbalik arah dan berlari menuju mading.

Semua orang sedang heboh di depan mading, ada yang bergosip mengenai Caramel, ada yang melihat sesuatu, dan banyak lainnya. Caramel menerobos masuk kedalam kerumunan murid Pelita.

"Tuh, dateng tuh orangnya," ujar salh satu siswi.

Caramel menahan amarahnya, ia bernafas dengan kasar. Matanya mulai berkaca-kaca. Pengumuman macam apa ini?

Caramel mengoyakkan dua foto yang terpampang jelas dirinya yang sedang dipegang oleh preman dan pakaian yang terlihat terbuka.

Ia berteriak dan terisak "BOHONGG!"

Caramel mengerang "BOHONG, INI SEMUA BOHONG. AKU GA PERNAH NGELAKUIN HAL ITU." Caramel menangis tersedu-sedu.

"Halah dasar udah lon*e ya lon*te aja."

"Ntah tuh, huuu dasar kelihatannya aja cupu sok lugu. Ternyata diluar? Open BO," ujar mereka lagi.

"Jadi sekarang udah tau kan guys? Gimana sifat asli seorang Caramelia Aninditha yang terkenal cewe paling pintar di SMA Pelita. Cewe paling lugu dan cupu. Ternyata kerjaannya gak bener," kata Diva memperheboh sambil melipatkan kedua tangannya di dada.

"HUUUU!" sorak semua siswi.

"Caramel? Bisa ikut bapak sebentar?" tanya pak Nugroho.

Caramel menghapus air matanya, ia mengangguk "I-iya Pak."

***

"ARA!"

"Eh lo liat Caramel gak?" tanya Arkan

"Engga," balas seorang murid X IPA 2

"Eh lo liat Caramel?" tanya Arkan lagi dan dibalas gelengan oleh pria yang ada dihadapannya.

"Laras, lo liat Caramel?"

"Tadi sih ke ruang BK sama pak Nugro---"

"Ok, thanks."

"Lah gue blom siap ngomong, maen pegi-pegi ae," ucap Laras.

Arkan berlari menuju ke ruangan BK, ia menetralkan nafasnya yang terengah-engah akibat lari menyusuri koridor sekolah.

Caramel keluar dari ruang BK "Caramel, lo--"

Caramel menyerahkan amplop putih kehadapan Arkan "Ini apa Ra?"

Caramel bungkam dan menunduk, Arkan langsung membuka amplop putih tersebut.

"Aku di dreepout dari sekolah," ucap Caramel pelan.

"Gabisa gini dong Ra, ini tuh ga adil namanya. Disini lo itu korban, mereka semua ga tau yang sebenernya itu apa."

"Nasi udah menjadi bubur, mungkin ini udah jalannya Arkan."

Caramel berjalan menuju kelasnya, sedangkan Arkan langsung masuk keruangan BK.

"Pak, saya gaterima Caramel di D.O dari SMA Pelita," ucap Arkan.

"Itu sudah menjadi keputusan para guru," balas bu Ningrum.

"Tapi kalian semua gatau kan gimana kejadian yang sebenarnya? Kalian itu cuma melihat gambaran yang belum tentu Caramel melakukan hal itu."

"Keputusan kami sudah bulat, tidak bisa dipungkiri."

"Dan kami ga akan membiarkan seorang wanita murahan bersekolah di SMA kita, apa jadinya tanggapan sekolah lain?" tanya pak Bambang.

Arkan menggebrak meja "EH LO YA JADI GURU JAGA OMONGAN DONG! SEKALI LAGI LO BILANG CARAMEL MURAHAN ABIS LO!"

"ARKAN! JAGA OMONGAN KAMU. DIA ITU GURU KAMU, DIA LEBIH TUA DARI KAMU," kata bu ningrum.

"Dia aja sebagai guru yang dihormati dan disegani ga bisa jaga omongan, kenapa saya harus jaga omongan?"

"Saya emang sering bercanda sama guru, tapi ini bukan bercanda. Saya serius saya gamau liat muka dia lagi disini," ucap Arkan menunjuk wajah pak Bambang.

"Gue orangnya jarang benci sama orang, tapi sekalinya udah benci, lo nafas aja salah di mata gue," ucap Arkan menatap pak Bambang penuh emosi.

"Udah Arkan udah," ucap bu Fitri melerai.

"Saya pastikan besok, orang ini ga akan menginjakkan kaki di SMA Pelita," ucap Arkan dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.

***

"Ra," panggil Arkan.

Caramel meninting tas abu-abunya, ia menghela nafas kasar dan tersenyum "Aku pergi dulu ya."

"Ra, gue percaya lo ga pernah ngelakui hal itu."

"Tapi semuanya udah terlanjur, aku udah membela tapi suara aku cuma satu, sedangkan mereka?"

"Makasih udah mau percaya sama aku, aku pergi dulu."

"Ra, CARAMEL!"

Oh shit! Caramel sudah menghilang dihadapan Arkan. Pria tersebut masuk kembali kedalam kelasnya.

"SIAPA YANG NYEBARIN FOTO CARAMEL?"

Hening.
Tidak ada jawaban dari mereka, seluruh siswa maupun siswa SMA Pelita hanya menunduk dalam.

"Gue tanya sekali lagi ... SIAPA YANG UDAH NYEBARIN FOTO CARAMEL?"

"Lo?" tanya Arkan.

"Bukan gue."

"Lo?"

"Bukan ih."

"Atau ... Lo?" tanya Arkan.

"A-apaansih Arkan, ya engga lah kurang kerjaan kali gue nyebari foto Caramel."

"Beneran?" tanya Arkan kepada Diva.

"Yaudah, tapi kalau sampai salah satu di antara kalian ketahuan sama gue, abis lo semua."

"Dasar heters, mulutnya emang ga pernah disekolahin sejak dini, jadi ya gitu lah Ar, percaya sama foto doang," ucap Gema.

"Yoi bro, gue sih salut sama Arkan," balas Juno.

"Lo Yen? Gimana? Menurut lo Caramel salah ga?"

Bryan mengendikkan bahunya "Setahu gue buktinya belum terlalu kuat sih, lagian di foto itu Caramel kesannya kaya terpaksa gitu, iya gak sih?" tanya Bryan dan dibalas anggukan oleh Juno dan Gema.

***

Bersambung

CaramelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang