Bab 6 : Adik-Kakak

46 12 5
                                    


Hallo readers!!!
Apa kabar?
Semoga baik-baik aja yah.
Semoga di jauhkan dari virus Covid-19 ini.
Dan yang sakit, semoga cepat sembuh yah.
Yang lagi sakit hati, banyak-banyak tersenyum yah.
Yang lagi susah move on, baca cerita dijamin lupa sama do'i. Gak percaya? Buktiin aja.

Selamat membaca 👼

🐍

Kamu punya rahasia besar pada Seseorang?
Cepat beritahu dia! Sebelum malaikat maut menjemputmu.
Kamu akan sedikit merasa tenang nantinya.

🐉🐉

Bab 6⃣ : Adik–kakak


"Yang sabar yah ... Ini ujian. Kamu jangan sedih terus, nanti Ibu juga sedih di sana." Najwa mengelus punggung Oji yang berada di sampingnya. Mereka sekarang berada di rumah almarhum Laras. Mereka sudah menemui pemakaman Laras beberapa jam lalu.

Sungguh Oji selalu diam membisu dengan air mata yang terus keluar, dan juga ingusan, semenjak dokter itu mengabari bahwa Laras sudah meninggal dengan pisau yang menancap di dada kirinya.
Pelakunya sedang diselidiki oleh polisi. Oji sempat mengamuk di rumah sakit hanya karena semua orang tidak bisa mengembalikan nyawa ibunya.

"Ini semua salah gue, kan Naj?" Oji menatap kosong ke depan. Di sampingnya Najwa menggeleng.
"Gue, anak yang ceroboh. Seharusnya gue gak ninggalin dia sendirian! Gue memang bodoh! Gue malah pergi dan memikirkan diri gue sendiri, gue--" ucapan Oji terpotong, karena Najwa menaruh telunjuk di bibir Oji, menyuruhnya untuk diam.

"Ssst... Gak boleh ngomong gitu. Kamu enggak salah. Ibu meninggal karena udah takdir, kamu enggak boleh nyalahin diri sendiri, doa'in aja semoga Ibu bahagia di sisi-Nya, ya?" Najwa menunduk dalam, dia masih terus mengusap punggung Oji, dia juga terpukul.

Saat tahu bahwa Najwa bukan anak kandung Laras, dia kecewa. Kecewa karena selama ini dia dibohongi dengan Laras, tapi dia sudah mengendalikan perasaannya. Namun, ketika melihat kondisi Laras yang terluka parah dan tidak bernyawa lagi, dia tambah kecewa. Dia juga marah kepada semua orang yang ada di sana saat itu, tapi itu hanya akan sia-sia. Percuma saja marah-marah seperti Oji, jika tidak bisa mengembalikan nyawa ibunya.

Najwa meneteskan air mata. Dia hanya punya Laras, sebagai peran kedua orang tuanya, dia tidak tahu siapa orang tua kandungnya, yang tega membuangnya, dia sangat shock.

"Iya Naj! Semoga Ibu selalu bahagia di alam sana. Tunggu aku yah, Bu ... Aku bahagia sekaligus sakit, Bu." Oji menatap Najwa yang sedang menundukkan kepala, kemudian Oji merangkul pundaknya dan mengusap bahu pelan. "Bahagia karena aku ternyata memiliki seorang Ibu, bahagia karena Ibu mau mengakuiku sebagai anakmu, bahagia karena aku sudah tau yang sebenarnya," lanjutnya.

Najwa mendongak, menatap jari-jari tangan yang mengelus pelan bahu, kemudian menatap manik mata Oji yang juga menatapnya sambil tersenyum nanar. Najwa membalasnya dengan kerutan kening.

"Sakitnya?" Najwa menyender di bahu Oji dan melingkarkan tangan kanan di pinggang bagian belakang Oji.

"Sakitnya, Ibu malah pergi, padahal baru ketemu anak kandungnya, dan Ibu tega, pergi ketika aku bahagia. Ibu tau? Sakitnya itu di sini! Sakit, Bu! Ditinggal sama orang yang aku harapin selama ini, tapi orang itu malah ninggalin aku," Oji meremas dada kiri, sakit dan perih ia rasakan.

Kenapa? Kenapa semuanya terjadi begitu cepat? Kenapa Oji harus tahu segalanya, jika akhirnya hanya akan membekas dan menjadi luka?
Kenapa di saat ia bahagia ketika bertemu ibu kandungnya, tapi itu hanya berlaku sebentar? Kenapa waktu tidak bisa membiarkan Oji untuk bahagia beberapa hari lagi?

M A T A    B A T I N ( PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang