Bagian 4

22.2K 1.2K 26
                                    

Hari ini aku dan Mbak Dewi pulang ke rumah menjelang magrib.Tadi kami mengantarkan pesanan kue lebih dahulu.Makanya baru bisa pulang ke rumah petang hari.

Motor yang ku kendarai berhenti di depan rumah kontrakan yang sudah kami tempat 1 tahunan ini.
Mbak Dewi turun terlebih dahulu lalu ia menurunkan Khanza.Maklum anak itu belum bisa turun sendiri.Pernah sih ia coba tapi justru membuat aku dan Mbak Dewi takut.Bayangkan saja turun dari motor dengan cara melompat.Apa tidak mengerikan??.
Aku turun dan menstandar motor.

"Rame banget mbak?".Mataku menatap rumah mewah yang ada di depan rumah kontrakan kami.

Rumah yang baru kemarin menjadi bahan perbincangan kami sudah ramai.Itu dari apa bisa kulihat.3 mobil pribadi dan satu mobil pengangkut barang terparkir di halaman yang begitu luas itu.

Mbak Dewi yang tau kemana arah pembicaraan ku ikut melihat apa yang menarik perhatian ku.

"Iya ya.Kok udah rame.Apa penghuni barunya udah mulai pindahan kali ya?".

"Masa cepet banget mbak.Baru tadi lho kita omongin".

"Kalau udah di beli ya harus cepet-cepet di tempati Ran.Rumahnya juga kosong udah kosong ini".

"Iya sih".

"Ya udahlah masuk aja yuk.Udah mau magrib".Mbak Dewi membuka pintu rumah.Kami pun masuk dan mengucapkan salam.

........

Selesai melaksanakan sholat Maghrib,aku membantu mbak Dewi menyiapkan makan malam.Aku mengambil bayam serta jagung manis dan juga perkedel kentang yang siap di goreng serta ikan asin.Ada juga tomat,cabe dan terasi untuk membuat sambal.

Momen seperti ini adalah momen yang sangat aku tunggu.Kenapa?karena di momen seperti ini, aku bisa belajar banyak dari mbak Dewi tentang memasak.Mbak Dewi adalah guru terbaik dalam mengajari aku mengolah bahan makanan.Menu yang di bikinnya sederhana tapi rasanya luar biasa.

"Kamu goreng perkedel,ikan asin sama tomat,cabe dan terasinya ya.Nanti yang potongin bayam sama jagung biar mbak".

"Ok".Aku melaksanakan perintah dari mbak Dewi.Jujur untuk soal masak,aku memang perlu belajar banyak dari mbak Dewi.Ilmu ku mengenai hal ini berada di titik terendah.Miris.

"Tadi kenapa nggak mau mbak diajak lunch bareng bang Nurdin?" Tanyaku mengingat percakapan antara Mbak Dewi dan bang Nurdin tadi.

"Kamu nguping ya?". Bukannya menjawab mbak Dewi malah bertanya balik.

"Bukan nguping mbak tapi emang kedengaran.Toko kita kan nggak kedap suara.Orang kentut di depan aja kedengaran sampai belakang.hehehe".

Aku mengangkat perkedel yang sudah matang lalu memasukan kembali perkedel yang masih mentah.

"Ya gimana ya Ran,kalau mbak mau kamu nya marah enggak?".

"Ishh ya enggaklah.Ngapain juga marah".Jawabku santai.Tanganku aktif membolak-balik perkedel agar tidak gosong.

"Tenang aja Ran,mbak mah nggak ada rasa sama dia".

"Terus aku ada rasa gitu sama bang Nurdin?ya sama kali mbak kita".

"Tadi bang Nurdin nitip salam lho buat kamu.Salam balik enggak?"Niatnya kan tadi aku yang mau menggoda mbak Dewi.Kenapa sekarang justru berbalik ia yang menggodaku.

"Ahhh udahlah kenapa malah ngomongin bang Nurdin sih".

"Kan kamu yang mulai duluan".

Obrolanku dan mbak Dewi berganti tema.Bukan lagi membicarakan bang Nurdin.Bukan pula menggosipkan tetangga.Kami lebih memilih membahas mengenai toko kue.

Tugasku menggoreng perkedel dan ikan asin sudah selesai.Membuat sambal juga sudah.Tinggal mbak Dewi yang masih memasak sayur bening bayam.

Aku membawa perkedel,ikan asin dan sambal ke meja makan.Tak lama setelah itu,mbak Dewi sudah selesai memasak sayur bening dan membawa sayur berkuah itu ke meja makan.

Suara adzan isya mulai berkumandang.

"Kita sholat dulu.Khanza juga belum pulang".

Khanza memang tidak di rumah.Anak itu sedang pergi mengaji bersama teman-teman nya di masjid yang tak jauh dari rumah.

"Ok"Mbak Dewi pergi ke kamar mandi mendahului ku.Kamar mandi yang hanya satu membuat kami harus bergantian mengambil wudhu.

Setelah mbak Dewi selesai mengambil wudhu kini giliran aku.Sebelumnya aku menutup makan malam kami dengan tudung saji yang terbuat dari rotan.

1 jam berlalu...

Aku, Khanza dan Mbak Dewi sudah tiduran di depan televisi.Dengan beralaskan karpet berbulu yang cukup tebal membuat kami tidak merasakan dinginnya lantai berkeramik putih ini.

Aku dan Mbak Dewi mengapit Khanza yang berada di tengah.Anak itu sudah memejamkan matanya beberapa menit yang lalu.

Aku menoleh ke kiri.Mbak Dewi dengan mata yang sudah terpejam masih mengelus punggung Khanza.Dulu sebelum kami memiliki kipas angin,jika Khanza merasa kegerahan mbak Dewi akan mengipasinya dengan kipas tangan dan akan berhenti sampai Khanza tidak merasa gerah.
Akut heran.Bagaimana bisa mbak Dewi melakukan hal itu.Sudah tidur tapi anggota tubuhnya masih saja ada yang bergerak.Kalau aku??Jelas saja tidak bisa.Namanya tidur,seluruh anggota tubuh ya diam.Tidak melakukan gerakan.Kalaupun bergerak itupun saat merasa nyamuk yang menggigit atau mencari posisi terenak dengan berguling kesamping kanan atau kiri.

Mataku masih saja melihat kearah mbak Dewi.Dilihat-lihat mbak Dewi adalah wanita tanpa celana menurutku.Dia cantik.Baik.Pandai memasak.Sholehah.Rajin.Apa coba kurangnya dia.Menurutku ciri-ciri istri idaman ada paranya.Kenapa mantan suaminya itu tega menceraikannya.Terlebih saat  mbak Dewi tengah mengandung.

Tatapanku kini beralih pada Khanza.Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat.Aku tidak menyangka akan menjadi saksi pertumbuhan bocah gembul ini.Pertemuanku dan mbak Dewi mengantarkan kami pada titik saat ini.Berjuang bersama untuk memulai kehidupan yang lebih baik.Saling menguatkan dalam keterpurukan.Saling mengingatkan dalam kelalaian.Saling membantu ketika dalam kesusahan.

RujukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang