Pernikahan

320 19 0
                                    

(part 4)

PoV Zul

Pak Rudi sudah tiba kembali ke Tanah Air, otomatis acara pernikahan akan segera dilangsungkan. Namun, sesuai kesepakatanku dengan Bu Karina, perjodohan ini harus secepatnya dibatalkan. Jujur saja akhir-akhir ini hatiku galau luar biasa. Ku luapkan rasa resah yang mendera disepertiga malam terakhir. Shalat istikhoroh pun tak putus ku dawamkan. Berharap agar permasalahan ini segera diberikan jalan keluarnya.

Namun siapa sangka, setiap akan mencoba membicarakan hal ini kepada orangtuaku , ada saja hal yang terjadi. Hingga kuurungkan lagi niat itu. Ya seperti hal nya hari ini, saat gadis pujaan hatiku meminta agar aku menemuinya di Perpustakaan Daerah seperti biasa, entah apa yang akan ia bicarakan. Namun aku berfikir untuk membicarakan masalahku saja sekalian, agar kelak tak ada hal yang kututupi darinya. Dengan bermodalkan mental yang kuat ku siap menerima apapun resiko yang akan terjadi.

Setibanya disana, seorang gadis berjilbab merah muda melambaikan tangannya kepadaku. Aku menghampirinya dengan perasaan yang tak menentu. Sesaat kamipun duduk bersebelahan. Disana dia banyak bercerita tentang kehidupannya dan masa lalunya. Ya, lebih tepatnya bernostalgia. Aku hanya menjadi pendengar setia, hanya berbicara sesekali saja.

Tak lama iapun mengeluarkan sebuah benda dari tas nya, lalu memberikannya padaku. Jujur saja aku kaget sekaligus bahagia melihat itu. Benda serupa yang selama ini aku simpan baik di kotak rahasiaku, ternyata masih ia simpan dengan baik juga. Ya, dulu sebelum kami berpisah, kami sempat saling menukar gelang sebagai kenang-kenangan. Terlihat sepele sih namun bagiku itu hal yang istimewa. Ku perhatikan benda kecil yang kini berada ditangan, biji-biji yg melingkar rapi dan diselanya terjuntai huruf berinisialkan "Z" Aku tersenyum.

"A Aden masih inget ini?" suaranya membuyarkan lamunan indahku. Ku menoleh seraya mengangguk.

"mudah-mudahan A Aden juga masih nyimpen gelang itu baik-baik ya..."

Entah mengapa saat itu aku tak mampu berkata apa-apa, hanya sebuah senyuman yang mampu menjawabnya. Kutatap manik indah dihadapanku itu. Masya Allah....sempurna. Kuhela nafas perlahan, tak ingin membuat manik indahnya mengeluarkan butiran luka akibat ucapan yang keluar dari mulutku. Hingga pada akhirnya tak satupun kata yang kuucapkan tentang perjodohan itu padanya. Ya, nyaliku ciut seketika.

'saat kau pergi... Berlinanglah air mataku..

Betapa singkat kurasakan kebahagiaan itu kini lenyaplah sudah..oh..

Tak pernah kuinginkan. Perpisahan ini terjadi.

Kuhanya bisa merelakan jika memang kau pikir inilah yang terbaik.

Tak perlu kau beri alasan mengapa kau ingin pergi meninggalkan diriku.

Namun ku yakin mungkin semuanya itu bisa membuatmu bahagia.

Sepenuhnya ku menyadari bahwa cinta itu tak mesti harus memiliki.

Namunku akan terus slalu menyayangimu setulusnya hati ini.'

Ah! Menyebalkan. Kenapa lagu itu harus diputar disaat suasana seperti ini. Terdengar alunan musik lawas menghiasi ruangan. Meski diposisi ini sebenarnya akulah yang meninggalkannya. Ya, meninggalkan cinta pertamaku. Hilyatunnafisah, sosok gadis yang selalu tersemat namanya dalam do'aku selama ini. Bisa dibayangkan kan bagaimana sakitnya saat itu. Kubuang nafas kasar mencoba menentralkan perasaan. Aku bukanlah tipe laki-laki yang mudah mengeluarkan air mata. Namun kali ini sungguh sangat memalukan.

"Aa Kenapa?". kuusap cepat buliran air disudut mataku.

"Gak apa-apa,, aa terharu aja neng masih nyimpen ini juga" jawabku sedikit berbohong. Meski memang perasaan terharu itu ada.

Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang