Karina Mulai Membuka Hati

339 19 0
                                    


Ting...nung....!

Suara bel berbunyi, segera Bik Sari membukakan pintu. Tampak Zul berdiri diluar sambil tersenyum ke arah wanita paruh baya itu, wajahnya terlihat sedikit kelelahan.

“Masuk Tuan,”

“Makasih Bik,”

Segera ia beranjak masuk dan naik ke lantai atas menuju kamarnya. Karina tersentak kaget saat pintu dibuka tanpa ada ketukan dulu. Ia terlihat tengah mengganti pakaiannya disana.

“Aaahhhh!!!,”

Bug!

Ia melempar bantal ke arah Zul. Namun meleset, karena Zul dengan cepat menutup pintunya kembali.

“Kalau masuk ketuk pintu dulu napa? Main nyelonong aja!,” teriak Karina dari dalam.

“Salah siapa pintunya gak dikunci,” sahut Zul.

“Kenapa Tuan?,” tanya Bik Sari dari lantai bawah. Ia kaget karena mendengar teriakan Karina.

“Gak ada apa-apa Bik,” sahut Zul dengan suara agak tinggi.

“Udah belum? Cepetan ya! Aku hitung sampai tiga nih, .. Satu...
Dua......
Tiga....”

Zul membuka pintunya perlahan. Karina sudah selesai, ia tengah duduk di sofa panjang sambil memainkan gawainya. Zul melangkah masuk, ia menyimpan ranselnya di sofa dekat Karina.

“Gitu amet kagetnya.”

Wanita itu hanya mendelik.

“Darimana aja jam segini baru pulang?,” tanyanya sinis.

Zul melihat arloji hitam yang melingkar dilengan kirinya. Pukul 22.10.

“Habis dari kostan, beres-beres dulu disana. Lumayan dua hari ditinggal debunya tebel banget,” jawab Zul seraya duduk di tepi ranjang.

“Oh...dikira langsung main kerumah temen ceweknya itu, ampe lupa pulang.”

Ia melirik ke arah Karina, memperhatikan seksama raut wajahnya. Antara cuek dan cemburu. Ya, tidak berbeda jauh.

“Kenapa emangnya kalau langsung main kerumahnya?,” tanya Zul bergurau.

“Gak apa-apa, Cuma nanya,”  jawabnya ketus.

Zul tertawa kecil. Cewek mah kalau ditanya gitu, jawabnya gak apa-apa, gak apa-apa. Tapi mukanya cemberut kayak burung perkutut.

“Kamu itu lucu ya, sebentar-sebentar senyum, sebentar-sebentar marah, bisa cepet gitu ya ganti mood nya, kaya bayi,” Ujar Zul seraya membuka baju kemejanya dan beranjak tidur bertelungkup di ranjang.

Kini ia hanya memakai kaos dalam saja. Hari ini terasa sangat melelahkan baginya. Setelah mengantar Hilya ke Toko buku, lalu pergi kostan untuk beres-beres. Zul bersiul ke arah Karina. Karina pun menoleh.

“Pijitin,” ucapnya sambil menepuk bahunya pelan.
“Disekolah kamu boleh nyuruh-nyuruh aku, tapi kalau dirumah aku yang nyuruh-nyuruh kamu ya,” lanjutnya seraya tersenyum.

Karina menghampirinya dengan langkah malas. Kemudian perlahan memijit bahu putih Zul, terasa padat. Ya, terlihat jelas otot lengannya yang atletis.

“Kamu gak pernah bantu Bik Sari beres-beres rumah ya?,” tanya Zul dengan suara yang sedikit lemas.

“Emangnya kenapa?,”

“Tangannya lembut banget,”

Seketika Karina menahan tawa. Beberapa menit kemudian terdengar suara dengkuran halus. Ternyata Zul sudah terlelap. Segera ia hentikan aktifitasnya dan kembali menuju sofa. Tak lama ada panggilan telfon masuk, Karina melihat nama yang terpampang di layar handphone.

“David? Ada apa dia nelfon malam-malam gini,” lirihnya pelan. Ya, ia masih menyimpan nomor laki-laki itu. Namun dengan nama samaran.

Karina melirik ke arah Zul yang tengah tertidur pulas. Matanya menoleh lagi pada gawai ditangannya. Masih memanggil. Ia bingung harus mengangkatnya apa jangan. Akhirnya, ia memilih untuk me-reject panggilannya saja. Dan segera menekan tombol daya mati. Lalu bergegas pergi tidur disamping Zul.

*****

Esok paginya..

“Sebelum ke kampus kita ke bengkel dulu ya, ngambil mobil,” ajak Zul pada Karina.

“Alhamdulillah. Syukurlah kalau udah beres. Soalnya aku udah males banget ngeladenin pertanyaan anak-anak yang nanya terus kesininya pake apa?,” kata Karina yang masih sibuk merias diri didepan cermin.

“Resiko jadi dosen favorit ya gitu, banyak dikepoin murid-muridnya,” tukas Zul yang tengah membuka-buka catatan materi kuliahnya.

“Kalau kamu sendiri sering ngepoin aku gak sih? Kelihatannya cuek banget?,” ucap Karina polos.

“Mau aku kepoin nih?,”

“Gak juga. Nanya aja,”

Zul tersenyum. Lalu mendekati Karina dan berdiri di belakangnya. Mereka hanya saling melihat dari pantulan cermin di meja rias.

“Aku gak tertarik ngepoin cewek. Apalagi yang keliatannya gak tertarik buat dikepoin. Bagiku gak ada kerjaan aja sampai membuat orang lain terusik. Aku cuman mau ngepoin seseorang yang hatinya bener-bener terbuka buat aku, hingga tak ada rasa keberatan dihatinya untuk aku deketin,”
Ungkap Zul.

Entah mengapa difikirannya langsung terbayang sosok Hilya. Ya, sosok yang benar-benar menanti untuk didekati olehnya. Dan Zul pun dulu sebenarnya berencana untuk itu. Namun apa daya, takdir Tuhan yang sudah membuat harapannya tak kunjung terjadi. Bahkan mungkin tak akan pernah terjadi.

Karina menatap mata Zul yang terlihat semu. Ia membaca ekspresi wajah suaminya itu. Dan ia merasakan  seperti ada sesuatu hal yang tengah mengganjal dihati pria yang kini tengah berdiri dibelakangnya. Rasa penasaran Karina tetiba muncul. Apakah Zul pernah ada hubungan dengan seseorang yang belum tuntas selama ini? Layaknya hubungannya dengan David?

Perlahan ia menghela nafas. Lalu melanjutkan kembali aktifitasnya.

Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang