Pak Rudi telah kembali

285 16 0
                                    

Zul masih terpaku menatap layar handphone ditangannya. Ia penasaran ada apa sebenarnya Karina tiba-tiba menelfonnya malam-malam begini? Ia melirik ke waktu panggilan masuk, disana tertera jam 18.10 . Berarti sekitar dua jam yang lalu wanita itu menelfonnya.

Ia berniat untuk menelfon balik. Segera ia beringsut duduk, lalu menarik nafas dalam dan menghembuskannya pelan, ritme jantungnya seakan semakin cepat saja detakannya.

‘Apa dia akan meminta maaf? Ataukah akan marah-marah? Atau malah dia akan.....aahh..!! Jangan sampai terjadi!’ batinnya terlalu cerewet memikirkan apa yang nanti akan Karina ucapkan.

Sekuat tenaga ia mengumpulkan nyalinya. Lalu menata posisi duduknya serileks mungkin. Jempolnya sedikit gemetar saat akan menekan tombol ‘panggil’.

“Bismillah...”

Akhirnya telfonnya tersambung, tak menunggu waktu lama, terdengar suara detukan panggilan diterima.

“Hallo...Zul?” sapa Karina disebrang sana.

“I-iya?,”  Suaranya masih terdengar gugup.

“Kamu dimana?,”

“Dirumah.”

“Sekarang juga kesini ya? Aku tunggu.”

“Kemana? Apartement?” tanya Zul.

“Bukan, GPI”

Zul heran. ‘kok dia ada disana?’

“Oya, nanti sekalian bawain martabak juga ya. Cepetan lho ya sekarang.. Ditunggu!”

Tut...tut..  Suara telfon diputus.

Zul melongo, gawainya masih menempel ditelinga kanannya. Ia mencerna kata-kata Karina barusan. Suaranya terdengar sangat biasa saja, tidak dengan nada marah atau datar seperti yang biasa ia tunjukkan.

‘A-apa?? Ini beneran aku gak salah denger?  Ni jantung udah dag-dig-dug gak karuan gini kaya mau di sidang sepuluh penguji, dan dia nelpon cuman minta gue buat datang kerumahnya doang? Suruh bawain martabak pula? Aaarrghhh.... Dasar, cewek aneh!’ batinnya menggerutu.

Segera ia mengganti pakaiannya dengan kemeja hem biru serta jaket hitam. Kemudian menghidupkan motornya dan melaju pergi. Dipersimpangan jalan utama, ia menepikan motornya untuk membeli dulu martabak pesanan Karina.

‘tadi di telfon dia gak bilang maunya rasa apa? Manis apa telor ya? Aah apa aja lah’

Akhirnya ia memesan dua kotak martabak, manis dan telor. Ya daripada salah beli, fikirnya.

Setelah itu ia melaju kembali menuju ke kediaman Karina, di Perumahan Grand Permata Indah (GPI). Ya, lebih tepatnya di kediaman Pak Rudi, ayahnya. Dibenaknya terus membayangkan apa yang nanti akan terjadi disana.

*****

Ia memasuki gapura yang berdiri megah, diatasnya terpampang tulisan dengan huruf kapital “GRAND PERMATA INDAH” dihiasi lampu-lampu hijau yang menyala di setiap sisinya. Ia melewati beberapa blok, rumah-rumah yang berjejer rapi disana terlihat lumayan besar. Bisa dikatakan itu perumahan elit. Setelah sampai di depan rumah yang bernuansa minimalis dua lantai, ia segera membelokkan motornya ke carport yang memang kebetulan pagarnya setengah terbuka. Ia melihat mobil alphard putih terparkir disana.

‘Mobil siapa ini?’

Tiba-tiba benaknya teringat kepada pria yang disebut Agung sebagai pacarnya Karina.

‘Apa ini mobil pria itu? Apa dia telah ganti mobil?’

Dadanya bergemuruh kala mengingat sosok pria berjanggut brewok itu. Segera ia parkirkan motornya disamping mobil tersebut lalu beranjak turun. Ya, dia pernah datang kerumah ini sekali-kalinya, tiga hari sebelum menikah. Pak Rudi dulu mengajaknya datang kerumah ini untuk bersilaturrahmi, sayangnya ia tak menemukan Karina disana, Bik Sari bilang Karina sedang pergi keluar.

Ia melangkah menaiki tangga kecil yang berada diteras depan. Sesampainya didepan pintu, ia mencoba menetralkan perasaannya terlebih dahulu. Huft... Ini yang kedua kalinya jantungnya dibuat berdegup tak biasa malam ini. Apapun yang terjadi setelah ini, dirinya telah siap. Ya, apapun itu.

Telunjuknya menekan bel dua kali. Tak lama pintunya pun terbuka. Ternyata Karina yang membukanya. Seketika Zul diam terpaku melihat penampilan wanita yang kini tengah berdiri dihadapannya.

Short dress berwarna baby pink tak berlengan menghiasi tubuhnya yang semampai, sangat serasi dengan warna kulitnya yang putih bersih. Rambutnya yang lurus sepunggung dibiarkan tergerai. Wanita itu memiliki rambut hitam kecoklatan yang terlihat tebal namun tipis.

Dengan model rambut oval berlayer bawah, serta poni pinggir yang menambah manis penampilannya malam ini. Sedari dulu ia memang pandai merawat penampilannya. Zul kian terpana, ia tak percaya jika wanita itu berusia dua tahun lebih tua darinya. Ah, sungguh seperti gadis ABG!

Terlihat bibirnya yang merah mengulum senyum. Manis sekali. Kemudian meraih tangan kiri Zul.

“Ayo masuk,” ajaknya.

Karina mengapit lengan Zul mesra, mereka memasuki ruangan luas yang penuh dengan barang hiasan yang tertata rapi. Karina duduk di sampingnya. Tak ada jarak, sangat dekat. Zul masih bingung dibuatnya.

‘Ada apa ini?’ Tanyanya dalam hati. Matanya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Takut-takut si pria itu sedang berada disana.

“Zul..”

Tiba-tiba terdengar suara pria dewasa menyapanya dari arah belakang. Ia sangat kenal dengan suara itu, seketika ia pun menoleh.

“Pak Rudi?,” ia masih tercengang.

Fikirannya tetiba mengingat-ngingat tanggal berapa dan bulan apa saat ini. Ya, ternyata memang hari ini tepat dua bulan pernikahannya. Lebih tepatnya dua bulan sepuluh hari. Ia benar-benar tak ingat. Pantas saja Pak Rudi sudah kembali lagi ke Indonesia. Ia segera beranjak berdiri untuk menyalami mertuanya itu.

“Gimana kabarnya, Zul?”

“Alhamdulillah baik, gimana Pak Rudi sendiri sehat?” tanyanya seraya tersenyum lebar. Ia sangat senang melihat mertuanya telah kembali pulang dengan selamat.

“Alhamdulillah bapak sehat, oya Karina bilang tadi habis beli martabak dulu ya keluar?,” tanya Pak Rudi.

Zul melohok. Ia menoleh ke arah Karina yang masih terduduk di sofa, wanita itu melempar senyuman manis kearahnya.

“I-iya,” jawab Zul tergugu.

‘Ah, ternyata ini maksudnya’. Zul baru faham kenapa Karina tiba-tiba menelfonnya untuk segera datang menemuinya.

“Tuan, makan malamnya udah siap,” ucap Bik Sari sang Asisten Rumah Tangga.

“Oh iya makasih Bik, hayu Pih, Zul, kita makan dulu,” ajak Karina.

Akhirnya mereka makan malam bersama, disebuah meja makan kayu berbentuk oval yang terlihat luas, ada delapan kursi disana. Karina masih setia duduk bersebelahan dengan Zul. Saat makan tak banyak yang mereka bicarakan. Keliatannya Pak Rudi memang sedang lapar, hingga lebih fokus ke makanannya.

Setelah selesai, mereka beranjak ke ruang keluarga, Bik Sari membereskan sisa-sisa peralatan makan dan segera mencucinya.

“Zul gimana dengan aktifitasmu, lancar?,” tanya Pak Rudi membuka percakapan. Ia duduk disofa yang berhadapan dengan anak menantunya itu.

“Alhamdulillah lancar. Oya, Pak Rudi tadi sampai sini jam berapa?,” tanya Zul sopan.

“Tadi nyampe di bandara sekitar magriban lah, nyampe rumah jam delapanan barusan. lumayan macet soalnya tadi dijalan,” jawab Pak Rudi seraya menyenderkan punggungnya ke sofa.

Zul mengangguk. Ia mengingat-ngingat lagi, tadi saat panggilan telfon dari Karina tak terjawab, tepatnya pas jam enam magrib, dan sepertinya dia menelpon itu untuk memberi tahu bahwa Pak Rudi sudah sampai di bandara. Fikirnya.

“Terus, gimana sama pekerjaan Pak Rudi kemarin di Turki? Maaf saya gak sempat menghubungi bapak karena takut mengganggu tugasnya,” tutur Zul.

“Oh gak apa-apa, bapak juga mafhum kok kalau kamu juga sama-sama sibuk kan? Dan Alhamdulillah pekerjaan bapak disana sudah selesai dan lancar,”  Pak Rudi tersenyum lega.

Zul pun ikut tersenyum melihatnya.

“Oya, gimana sama honeymoon nya? Apa kalian senang?,” pertanyaan Pak Rudi itu membuat Karina dan Zul tersentak kaget.

Zul menoleh ke arah Karina yang duduk berdampingan dengannya. Karina hanya melirik ke arahnya sekilas.

“Alhamdulillah Pih, makasih banyak,” jawab Karina tersenyum. Zul tau itu adalah senyum yang dipaksakan.

“Ya syukur kalau kalian senang. Papih juga ikut senang,” sahut Pak Rudi.

Sesaat suasana hening. Zul dan Karina memilih diam tak banyak bicara, mereka mendadak canggung malam ini.

Pak Rudi merubah posisi duduknya. “Hmm...Rumah ini rasanya sepi ya,” Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan itu. “Papih rindu suara bayi,” lanjutnya.

Lagi-lagi Zul dan Karina dibuat menohok. Bibir keduanya terasa kelu untuk bersuara.

“Karina, apakah sudah ada tanda-tanda kehamilan?,” tanya ayahnya lagi.

Deg. malam ini jantung mereka sukses dibuat berdegup tak beraturan. Seakan-akan jantungnya akan lompat turun ke kantung kemih. Antara bingung, canggung, segan, malu, ah pokoknya bercampur menjadi satu.

“Be-belum pih,” jawab Karina seraya menunduk. Wajahnya terlihat memerah.

‘Gimana mau hamil, dideketin aja ngejauh mulu’ gumam Zul dalam hati.

Pak Rudi menghela nafas sambil tersenyum.

“Gak apa-apa, kalian masih muda, masih banyak waktu untuk itu. Yang sabar ya,” ucap Pak Rudi terdengar bijak.
“Malah papih kira kamu ini lagi ngidam, ngedenger minta dibeliin Zul martabak malam-malam gini, belinya banyak pula,” lanjutnya seraya melirik ke arah bungkusan putih yang tersimpan dimeja.

Karina dan Zul hanya tersenyum tak menyahut.

“Ya udah, papih tinggal dulu ya mau istirahat,” ucap Pak Rudi seraya beranjak dari duduknya dan pergi menuju kamar tidur.

“oh iya Pak silahkan, selamat istirahat” sahut Zul.

Kini tinggal mereka berdua diruangan itu. Sepi. Hanya suara berisik kecil dari arah dapur, karena Bik Sari masih sibuk beres-beres disana. Zul menoleh ke arah Karina yang masih diam tak bergeming, wajahnya terlihat sedikit menunduk.

“Gimana nih, udah ada yang nagih cucu tuh,” ucap Zul pelan.

sontak membuat Karina menoleh kaget hingga mereka saling tatap. Zul mengedipkan sebelah matanya. Genit. Segera Karina menggeser duduknya. Pipinya berubah merona. Melihatnya seperti itu Zul menahan senyum.

“Aku mau tidur,” ucap Karina sambil beranjak menuju kamar tidurnya yang berada di lantai atas. Zul tertawa kecil melihat istrinya yang terlihat salah tingkah. Ia memilih beranjak ke dapur untuk menemui Bik Sari yang masih sibuk beres-beres disana.

“Bik, masih sibuk nih?,” Tanyanya setelah sampai dipintu dapur.

Wanita paruh baya itu menoleh.

“Eh Tuan. Iya, biasa.. Masih gini aja,” jawabnya seraya meneruskan kembali menyikat westafel.

Mendengar panggilan ‘tuan’ untuknya, ia merasa aneh dan sedikit risih juga.

“Gimana Bik kabarnya, udah lama ya gak ketemu,” Zul mulai basa-basi.

“Alhamdulillah baik. Hehee.. Iya atuh, secara Tuan kan lagi sibuk bulan madu, ya pantes gak ketemu-ketemu juga,” sahut Bik Sari.

Mendengar penuturan Bik Sari seketika Zul merasa salah bicara.

‘iya ya, dia kan taunya aku lagi honeymoon.. Aaahh dasar kamu Zuuull kalau ngomong gak difikir dulu...’ batinnya menggerutu.

Ia tersenyum, ada perasaan malu juga saat mendengarnya.

“Butuh bantuan gak Bik?,” tawarnya.

Bik Sari menoleh.

“Gak ada Tuan, ini udah mau selesai kok. Tuan istirahat aja ya dikamar,” sahutnya lembut.


“Oh,, ya udah kalau gitu saya ke kamar dulu ya Bik,” segera ia beranjak keluar dapur dan berjalan melewati tangga menuju kamar Karina.

Bik Sari menatap pria yang berjalan menjauh itu sambil berdecak kagum. ‘bukan Cuma ganteng, tapi baik dan ramah pula’ pujinya dalam hati.

*****
Sesampainya didepan pintu kayu bercat putih. Ia berdiri terdiam. Dilihatnya hiasan yang menggantung di pintu, sebuah gambar hello kitty dengan sebuah tulisan yang terjuntai. ‘KAMAR GADIS’. Zul tampak canggung untuk memasukinya. Ia mengetuk-ngetuk pintu pelan. Sesekali melihat ke arah bawah takutnya mengganggu Pak Rudi yang tengah beristirahat dikamarnya.

“Masuk aja gak dikunci!,” sahut Karina dari dalam.

Ia membuka pintu, dan tak lupa menutupnya kembali. Dilihatnya Karina tengah duduk ditepi ranjang sambil membaca majalah. Perlahan ia menghampiri lalu duduk disebelahnya, meski jarak keduanya agak berjauhan.

“Belum ngantuk?,” tanya Zul.

Karina hanya menggeleng, ia masih asyik dengan majalah ditangannya itu.

“Oya, kenapa tadi pas nelfon gak bilang kalau Pak Rudi udah pulang?,” Tanya Zul heran.

“Gak kenapa-napa,” jawabnya datar.

Zul memperhatikan wanita itu dari samping. Ah, benar-benar cantik. Baru kali ini ia melihat wanita itu dengan rasa yang berbeda. Entah mengapa aliran darahnya serasa berdesir hingga menyeruak ke lubuk hati. Jantungnya kembali berdegup, naluri lelakinya tergelitik. Ya, kini ia menginginkannya.

Ia menggeser duduknya perlahan. Kini hanya berjarak beberapa centi saja darinya. Tak sadar jari tangannya bergerak menyentuh rambut halus wanita itu, lalu menyelipkan ke belakang daun telinganya. Karina kaget tetiba merasakan ada sentuhan ditelinga kirinya. Ia menoleh, tatapan keduanya kini beradu. Begitu dekat. Dan Karina merasa tatapan Zul kepadanya sangat aneh.

Pria itu perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Karina. Ia mencium wangi parfum menyeruak di tubuh istrinya. Ia menutup matanya, terus menghidu merasakan wangi yang terasa merasuk hingga memenuhi rongga paru-parunya. Membuat gairahnya kian tersulut.

Karina menjauhkan wajahnya perlahan, dadanya berdegup kencang melihat Zul seperti itu. Wajahnya terlihat tak tenang. Majalah ditangannya seketika jatuh terlepas ke lantai. Ia terus menjauh, hingga punggungnya hampir menyentuh permukaan ranjang.

======











Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang