Gosip Pernikahan Karina

334 18 0
                                    

Satu minggu berlalu, Zul memberi tahu Karina bahwa Abahnya sedang terbaring sakit di kampung. Dan ia berniat untuk menjenguknya kesana.

“Insya Allah sabtu pagi kita berangkat ya,” Ucap Zul.


Karina mengangguk setuju, dan ia berniat untuk izin mengajar di hari jadwalnya nanti. Begitupun Zul, mereka akan sama-sama ijin selama tiga hari. Tentu dengan alasan yang berbeda agar tak ada siapapun yang menaruh curiga.


Malam ini, Zul mengajak Karina untuk berbelanja ke Mall. Ya, sekalian untuk membeli oleh-oleh yang akan ia bawa pulang ke kampung halamannya nanti. Mereka berjalan-jalan sambil melihat-lihat ke beberapa toko yang berjejer disana. Suasana di dalam Mall masih terlihat cukup ramai meski hari sudah malam.  Memang lebih indah jika mengunjunginya diwaktu matahari telah terbenam.


Zul meraih telapak tangan Karina dan menggenggamnya, pandangannya masih fokus kedepan sambil berjalan santai. Namun lain dengan wanita itu, jantungnya tetiba dibuat berdegup tak biasa lagi. Ia menggigit bibir bawahnya. Kesal dengan keadaan jantungnya yang selalu seperti ini jika dekat-dekat dengan Zul. Ada apa sebenarnya dengan hatinya ini? Karina bertanya-tanya.


Ia menoleh pelan ke arah pria yang berjalan disampingnya itu, namun ekspresinya terlihat biasa-biasa saja. Nah, terus kenapa jadi dia yang gugup?

Karina menghela nafas, mencoba bersikap tenang seperti yang tidak terjadi apa-apa dengan perasaannya.


Zul sedikit menundukkan kepalanya kesamping, dan berbisik pada Karina.

“Kenapa tangannya Non, kok dingin?,”

Deg. Seolah jantungnya berhenti berdegup kala mendengar bisikan itu. Refleks Karina melepas genggamannya cepat. Ia menoleh ke arah lain, tak mau melihat wajah Zul masih tersenyum menatapnya.

“Santai aja ya, jangan kebawa perasaan,” ucapnya lagi.

Ya, kali ini Zul tersenyum lebar. Membuat Karina salah tingkah dibuatnya. Mungkin sekarang pipinya sudah terlihat seperti kepiting rebus. Rasanya ia ingin segera membasuh mukanya dengan air es agar rasa panas yang menjalar di wajahnya segera redam.

“Biasa aja kok,”

Hanya kalimat itu yang sedikitnya bisa membantu menetralkan perasaan malunya.

*****

Tak lama, mereka berbelok masuk ke sebuah swalayan untuk membeli beberapa aneka makanan. Setelah selesai membayar, Zul mengajak Karina ke sebuah Toko Busana Muslim. Ia bilang pada Karina, ingin membelikan orang tuanya pakaian. Karina mengangguk tersenyum. Dihatinya ia menuai kagum. Rupanya pria itu perhatian juga ya pada orangtuanya.

Zul melangkah ke stand pakaian wanita, banyak aneka macam gamis yang berjejer rapi disana. Ia memilah-milah, memikirkan baju mana yang cocok untuk ambunya itu. Sedangkan Karina berjalan ke arah lain, ia melihat-lihat beberapa aneka jilbab yang tergantung rapi. Tetiba maniknya menangkap satu khimar pasmina berwarna merah jambu yang terlipat rapi di hanger. Ia meraihnya, memperhatikan kain lembut yang berada ditangannya itu.

Ada helaian benang berwarna gold yang terselip di sebagian warna  pink-nya yang dominan. Menjadikan kain panjang itu terlihat mengkilat-kilat. Kemudian ia berjalan ke arah cermin panjang berbentuk vertikal yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Perlahan tangannya menungkupkan kain indah itu ke kepalanya. Cantik. Terlihat senyuman kecil tersungging dibibirnya yang teroles lipstik berwarna nude. Lalu ia mencoba beberapa model gaya hijab yang pernah ia lihat di beberapa buku majalah.

“Maasyaa Allah...cantiknya...,”

Karina tersentak kaget, saat melihat Zul yang tiba-tiba telah berdiri tepat disampingnya. Ya, ia benar-benar tak sadar, jika pria itu ternyata telah memperhatikan aktifitasnya sedari tadi di depan cermin. Mungkin karena ia terlalu asyik, jadinya tak begitu memperdulikan sekitarnya.

“Kamu mau yang ini?,” Tanya Zul.

“Hmm... Tapi kok kayaknya aku ngerasa kayak ibu-ibu ya kalau pakai jilbab,” imbuh nya.

Ia kembali memperhatikan dirinya didepan cermin.

Zul tersenyum.

“Pake jilbab itu, bukan karena cocok apa tidaknya sayang, tapi  memang sudah kewajiban wanita muslimah untuk memakainya,”

Ucap Zul lembut. Ia berdiri dibelakang Karina,  tangannya mencoba memakaikannya kembali dan sedikit merias-riasnya.

“Tuh kan cantik,” Tukas Zul seraya tersenyum.

Kedua tangannya memegang pundak Karina dan memperhatikannya dari pantulan cermin.

Karina tersipu dibuatnya. Rasanya ia ingin berlari bersembunyi karena malu ditatapnya seperti itu. Apalagi saat merasakan kecupan Zul yang mendarat di kepalanya. Ah, rasanya ia ingin melayang-layang saja.

“Aku tunggu di kasir ya,” ucap Zul, Lalu pergi meninggalkan Karina yang masih berdiri mematung.

‘Oh Tuhan....tolong jaga jantungku agar tetap terpasang kuat. Karena ia sering berdegup kencang tak karuan akhir-akhir ini’ batinnya.

Karina menghela nafas. Lama-lama ia lelah dengan jantungnya sendiri.

*****

Keesokan paginya saat di kampus. Terlihat lima orang mahasiswa yang sedang duduk berbincang dipojok kelas. Disana ada Zul, Egi, Agung, Arman dan Aldo.

“Heh, Bo, elu ada kabar darimana kalau Bu Karina mau nyebar undangan?,” tanya Aldo pada Egi.

“Yah elu, ketinggalan berita. Tuh, anak-anak kelas sebelah pada rame ngomongin,” sahut Egi.

“Cuman omongan doang, gak ada bukti yang valid,” timpal Agung.

“Gampang itu mah entar gue japri Bu Karina nya,” jawab Egi sok akrab.

“Emang siapa sih calonnya?,” tanya Arman penasaran.

“Yang jelas bukan gue, tapi gue bakal memperjelas hubungan gue sama dia,” ucap Egi penuh percaya diri.

“Jiiaaahhhh....!!,” olok teman-temannya.

Zul yang mendengarnya pun tetiba menahan tawa. Ia menyenderkan kepalanya ke tembok. Malas saja jika harus menanggapi ocehan lebay pria itu.

“Kayaknya sih cowok brewok itu, secara dia kan pacarnya. Lu semua pasti sering liat kan dia kesini terus?,” seloroh Agung.

Terlihat teman-temannya mengangguk.

Entah mengapa Zul tetiba panas jika mendengar kata ‘cowok brewok’ pacar Karina itu. Ah lebih tepatnya mantan pacar.

“Iya bener, yang mobilnya sport itu kan? Gileee....ajib bener gebetan Bu Karina itu ya?,” Arman berdecak kagum.

Zul mulai terlihat bete mendengar gosip kaleng cowok-cowok ini.

“Iya katanya sih nikahnya bulan depan,” Egi menyeloroh.

“Hoaks!,” ucap Zul seraya berdiri dari kursinya.

“Lah, tau darimana lu itu hoaks. Yang tau tentang bu Karina kan gue,” Egi mulai sombong.

Zul tersenyum kecut, ia melenggang duduk ke kursi paling depan. Ya, malas menimpalinya.

‘Itu kan dulu, sekarang yang tau tentang dia itu gue’ ucap Zul dalam hati.

*****

Jam pelajaran pertama dimulai. Karina berjalan masuk ke kelas seraya menyapa murid-muridnya seperti biasa. Tampak seorang wanita berjalan mengekor dibelakangnya. Wanita berjilbab dan berperawakan gemuk, wajahnya terlihat tak bersahabat. Ditangan kirinya ia memeluk sebuah buku. Ya, kalau mau dibandingkan bagaimana sosoknya bisa di bayangkan sosok cikgu besar di serial upin ipin. Hehe...

“Baiklah, sebelum dimulai saya akan memperkenalkan asisten dosen saya kali ini. Namanya Bu Yuli Hardiyanti, Beliau yang nanti akan ikut mengajar bersama saya. Dan satu hal lagi, beliau  juga yang nanti akan mengisi materi kuliah saya selagi saya berhalangan hadir untuk beberapa hari ke depan,” ucap Karina memperkenalkan.

Terlihat ekspresi sebagian mahasiswanya yang keberatan.

“Tuh kan...bu Karina mau kawin...,” celetuk Egi pelan. Namun masih terdengar oleh Karina.

Ia mengerutkan dahinya, tak mengerti maksud muridnya yang satu itu. Lalu Karina mempersilahkan Bu Yuli untuk menyapa sekaligus memperkenalkan diri, karena kebetulan ia pun baru bergabung di Fakultas ini.

“Gak banget lagi asdos nya...,” lirih Egi dengan memasang wajah sedih.

Untungnya kali ini tak ada yang mendengar celetukannya. Jika ada dipastikan ia dalam masalah besar.

======

Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang