Rasa Yang Timbul

350 17 0
                                    

Sepulang kuliah Zul berencana untuk ke Peternakan Ikan, ada sedikit problem disana. Dan ternyata urusannya itu mengharuskan ia untuk pulang malam. Zul menghubungi Karina agar tidak menunggunya malam ini. Karena ia berencana pulang ke kostannya saja, kebetulan lebih dekat jaraknya dari Peternakan.


Esok paginya...

Sinar cahaya matahari yang menyorot dari jendela kamar terasa menyilaukan matanya yang terpejam. Suara kokokan ayam membangunkan tidurnya pagi ini. Zul beranjak duduk. Ia kaget setengah mati, baru kali ini ia bangun kesiangan sampai hampir jam setengah tujuh pagi. Segera ia membersihkan diri dan melaksanakan shalat shubuhnya yang tak tepat waktu.

Ya, efek tidur nya hingga dini hari. Karena harus menyelesaikan problem keuangan di bisnisnya itu. Tak sempat ia mengisi perutnya untuk sarapan, langsung saja tancap gas menuju kampus. Pagi ini ia begitu terburu-buru, hingga sesuatu diluar dugaan pun terjadi. Saat ditikungan jalan, ia tak sengaja menyerempet pejalan kaki yang tengah menyebrang.

“Aww....!!” teriak seorang itu. Badannya tersungkur ke belakang.

“Astagfirullahal’adziimm!!!” segera Zul berhenti dan menepikan motornya. Ia berlari kearah wanita yang tengah duduk kesakitan.

Beberapa pasang mata melihat ke arah mereka, dan sebagian mendekatinya.

“Ya Allah mbak, gak apa-apa?,” tanya Zul panik.

Wanita itu mendongak ke arahnya.

“Neng Hilya?,” Zul kaget begitu tahu jika korbannya itu ialah Hilya. Gadis itu hanya meringis tak menjawab.

“Astagfirullah...maafin Aa ya... Aa gak sempet rem tadi soalnya buru-buru,”

“Gak apa-apa A, neng juga tadi sama, nyebrangnya keburu-buru,” ucapnya sambil memegang sikut kanannya.

“Ya udah sekarang kita ke klinik aja yuk, takutnya nanti kenapa-napa,” Zul terlihat khawatir.

“Gak usah, Insya Allah gak kenapa-napa kok. Cuma sedikit memar aja ini,” jawabnya seraya melihat sikut belakangnya.

“Ya sekarang gak apa-apa teh soalnya masih baal, nanti mah bisi peuhpeur (baca: kerasa setelahnya, red), hayuk Aa anter,” ajaknya seraya membantunya berdiri.

Segera mereka pergi ke klinik terdekat. Ditengah perjalanan, keduanya tak sadar, jika ada sepasang mata yang tengah memperhatikannya dari jauh.

Setelah selesai berobat ke klinik. Zul mengantarkan Hilya ke depan gedung kampusnya.

“Beneran nih gak mau pulang aja?,” tanya Zul khawatir.

“Iya, soalnya ada tes hari ini. Neng gak mau ketinggalan,” Ucap Hilya. Wajahnya masih terlihat sedikit kesakitan.

“Oh,, yaudah. Maaf, ini ada sedikit buat Neng, diterima ya.” Zul menyelipkan sebuah amplop putih ke buku yang di peluk Hilya.

“Ih apaan sih, gak usah A.,” tolaknya.

“Udah terima aja. Takutnya nanti ada apa-apa, kan bisa di pake,”

Hilya tersenyum kecil.

“Makasih banyak ya A.... Selama ini A Aden udah banyak nolongin Neng, maaf kalau ngerepotin terus ya,” ucap Hilya tak enak hati.

Zul tersenyum.

“Gak, Aa gak ngerasa direpotin kok, sesama teman kan harus saling menolong. Ya udah Aa berangkat dulu ya. Cepet sembuh ya, Neng. Assalamu’alaikum,”
Zul melajukan motornya menuju gedung kampus yang tak jauh dari situ.

“Wa’alaikumsalam,” jawab Hilya dengan wajah yang muram.

Entah mengapa saat mendengar kata “teman” yang diucapkan Zul tadi, refleks membuat hatinya berubah sedih.

‘Apa benar, selama ini A Aden Cuma nganggap aku sebagai temen nya aja’ lirihnya dalam hati.

*****

Dengan langkah seribu, Zul segera menuju ke ruang kelasnya. Tampak disana telah ada Karina yang berdiri di depan kelas. Hampir seluruh mata yang berada diruangan itu tertuju padanya. Ia tengah berdiri di muka pintu dengan nafas yang tersengal-sengal.

“Dari mana aja kamu?,” tanya Karina.

“Maaf Bu, saya terlambat. Tadi ada keperluan mendesak sebentar,” jawabnya seraya meminta ijin masuk, lalu ia duduk di kursi kosong paling belakang.

“Saya harap, kalian semua bisa bersikap disiplin ya. Dan berhubung mulai hari ini aturan kedisiplinan itu ditetapkan, maka saya minta untuk anda yang terlambat mengikuti pelajaran saya hari ini, harus mengumpulkan tugas tambahan. Silahkan kerjakan soal materi minggu lalu sebanyak seratus buah, dan kirimkan jawabannya lewat email. Setelah itu buatlah makalah Bab hari ini, dengan catatan, harus menyertakan sepuluh buku sebagai bahan referensinya. Besok pagi harus sudah tersimpan dimeja saya.”  ucap Karina tegas.

Terdengar suara riuh sorak beberapa teman-temannya.

“Buseeetttt... Mantep Zuuulll... Spaneng-spaneng deh lu...,” celetuk Egi sambil cengengesan.

Zul melohok.
‘Apa-apaan ini? Cuma telat masuk doang dihukum ampe segitunya??! Akh kebangetan, Kalau gak ada orang udah gue cium tuh cewek’ gerutunya dalam hati.

Zul dan Karina sempat bertatap tajam. Kemudian ia memalingkan wajahnya seraya menghembuskan nafas kasar.

“Apes gue...” lirih Zul pelan.

****

“Woy... Kemana aja lu tadi? Udah setengahnya pelajaran lu baru masuk. Kesiangan lu?” tanya Egi setelah jam pelajaran berlalu.

Zul hanya diam. Wajahnya masih terlihat bete.

“Hu’uh, gue kira lu gak bakalan masuk tadi,” timpal Agung.

“Tadi dijalan pas mau kesini ada musibah dikit,  gue gak sengaja nyerempet anak orang, terus langsung gue bawa deh ke klinik,” jawab Zul.

Agung dan Egi terbelalak.

“Astagfirullaah... Terus orangnya gimana? Gak kenapa-napa?,” tanya Agung kaget.

“Alhamdulillah enggak. Cuman memar-memar aja dikit,”

“Harusnya lu tadi bilang aja ke Bu Karina kalau lu abis kena musibah, biar hukumannya agak ringanan gitu.,” tukas Egi.

“Percuma, orang dia lagi ngambek kan? Takutnya malah ditambahin lagi tugasnya,” sahut Zul.

“Ya udah sabar aja ya bro, bidadari gue emang kaya gitu orangnya,” celetuk Egi.

Zul memijit-mijit keningnya pelan. Hari ini kepalanya benar-benar dibuat pusing. Belum kelar masalahnya di Peternakan, ia harus terkena musibah diperjalanannya menuju kampus, dan sekarang harus ditimpa lagi dengan setumpuk tugas dari istrinya sendiri. Ya, Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga.

*****

Hari sudah malam. Zul baru sampai pulang ke rumah Karina.

“Gak disekolah gak dirumah datangnya telat mulu,” cerocos wanita berpiyama tidur, ia tengah duduk di ranjang. Wajahnya terlihat ketus.

Zul menghela nafas. Ia duduk menyender di sofa sambil menengadahkan wajahnya ke atas.

“Dari mana aja sih, sibuk banget emang?,” tanya Karina lagi.

“Aku habis ngerjain tugas dari seorang dosen cantik yang galak,” Zul melirik ke arah Karina.

Wanita itu tampak membulatkan matanya.

“Salah siapa datangnya telat,” sahutnya.

“Semalam aku begadang, Karina. Ngerjain tugas di Peternakan yang sedikit bermasalah. Jadi bangunnya kesiangan,” Zul menjelaskan.

“Masa sih??? Bukannya abis nganterin ceweknya ya ke kampus sebelah,” ucap Karina.

Zul mengerutkan dahi. Lalu bangun dan mengubah posisi duduk nya menghadap Karina.
“Maksud kamu... Hilya?,” tanya Zul.

“Mungkin. Aku gak kenal.”

Zul tersenyum lebar.

“Tadi itu aku gak sengaja nyerempet dia yang mau nyebrang. Mungkin karena aku buru-buru juga jadi gak sempet ngerem. Terus aku bawa aja dia ke klinik yang deket,”

Karina tercengang. “Kok bisa gitu? Bisa kebetulan banget ya dia yang kena,”

“Ya namanya juga musibah, gak ada yang tau  ke siapa-siapanya yang kena. Ya kalau misal aku gak tanggung jawab, emangnya kamu mau aku di amuk massa?,” tanya Zul.

Karina hanya diam menunduk. Tangannya masih sibuk merawat kuku-kukunya.

“Tugasnya tinggal dikit lagi. besok pagi aja ya aku kerjainnya, sekarang capek mau istirahat,” kata Zul seraya beranjak tidur disebelahnya.

******

Pagi nya, setelah shalat subuh, Zul kembali mengerjakan tugas yang diberikan Karina. Ia tampak sibuk di depan laptop.

“Gak ada dispensasinya apa nih, banyak banget tugasnya,” ucap Zul sambil terus mengetik.

“Itu hukumannya bagi yang sering jalan sama cewek,” celetuk Karina seraya mengancingkan baju kemejanya.

Zul menoleh. “Maksud anda?? Sebenarnya ini tuh hukuman karena kemaren saya datang telat, apa karena nganterin cewek?,” tanya Zul.

Kemudian ia beranjak berdiri mendekati wanita yang tampak membelakanginya itu karena tengah merapikan pakaiannya. Lalu Zul membalikkan badan Karina. Ia terlihat sedikit kaget.

“Kamu cemburu ya?,” Zul tersenyum lebar seraya melingkarkan tangannya ke pinggul Karina.

“Ih apaan sih? Ya selain memang kamu sering nganterin cewek, kamu juga datangnya terlambat. Jadi hukumannya double.”

“Ah...kalau begitu anda tidak profesional Bu Dosen, jangan mencampur adukkan urusan sekolah sama urusan hati ya...,” Zul mengedipkan sebelah matanya.

“Lepasin Zul, ini udah mau siang lho...,” ia berusaha melepaskan tangan Zul, namun tenaganya masih kalah dengan tenaga pria itu.

“Bilang sama aku, kalau kamu cemburu. Ayo bilang,” Zul memaksa.

“Aku gak cemburu biasa aja.”

“Beneerr?? Gak usah jaim-jaim gitu deh, sama suami sendiri ini,” Goda Zul. “Tuh liat mukanya udah merah gitu kaya kepiting rebus.”
Karina tampak salah tingkah dibuatnya.

“Ih awas ya kalau kamu godain aku, entar aku tambah lagi nih tugas nya! Mau?!”

“Mau... Asal tugasnya disana aja..,” jawab Zul seraya menoleh ke arah tempat tidur.

Karina terbelalak. Kemudian mencubit lengan Zul keras.

“Ih..dasar murid yang gak tau sopan santun! Udah ah aku mau ke bawah!”

Zul melepaskan tangannya, Kemudian Karina beranjak keluar kamar dengan wajah yang masih merona.

Laki-laki itu tertawa sambil menggeleng-geleng.

“Bu Karina... bu Karina... ,” kemudian ia melanjutkan mengerjakan tugasnya lagi.

======









Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang