Dua Cinta di Hati Zul

286 16 0
                                    

(PoV 3)
Pov kembali seperti semula ya.. 🙏

Seminggu berlalu. Semenjak mereka menikah, Karina sudah dua kali absen mengajar. Ada kabar bahwa ia sedang sakit. Zul heran mengapa dosennya itu tidak langsung memberi kabar padanya, secara dikelas ia bertugas sebagai Kosma. Ia berencana untuk menjenguknya sepulang kuliah, namun lupa kalau ia sendiri tak tau dimana sang istrinya itu tinggal. Karena waktu itu, Karina hanya memberi tahu bahwa ia akan tinggal di apartement sementara waktu ini, namun tak memberi tahu secara detail dimana letak alamatnya.

Zul dan kedua sahabatnya tengah duduk-duduk di kursi halaman belakang kampus.

“Sumpah, gue kangen banget sama bidadari surga gue..” Ucap Egi. “gak ngeliatnya sehari aja hati gue hampa, ini dah mau sepuluh hari bro,” Lanjutnya.
Wajahnya terlihat lesu. Ia sangat bersemangat kalau melihat dosen favoritnya itu. Zul hanya terdiam duduk sambil sedikit membungkuk, kedua tangan nya menopang dagu dan menutupi sebagian mulut dan hidungnya. Tatapannya seperti yang sedang memikirkan sesuatu.

“Entar kita nengok aja yuk kerumahnya,” Ajak Agung.

“ide bagus tuh,” sahut Egi semangat.

Zul sedikit kaget lalu merubah posisi duduknya. Ia tahu betul sekarang Bu Karina tidak tinggal dirumahnya lagi. Dan memilih tinggal di apartement agar asisten rumah tangganya mengira kalau sekarang ia sedang pergi berbulan madu. Ya, mereka masih bisa dibilang sebagai pengantin baru. Meski statusnya kini dirahasiakan.

“Gak usah dulu lah nanti aja,” jawab Zul spontan.

Egi dan Agung menoleh bersamaan.

“Heh, lu kan kosma, harusnya lu yang punya inisiatif kaya gini, gimana sih,” Egi sedikit kesal.

“iya nih bro, perhatian dikit napa sih sama guru,” Agung menimpali.

Zul masih bingung dengan ajakan sahabatnya itu, mereka tidak faham dengan kondisinya sekarang. Ia khawatir jika nanti mereka pergi menjenguk, sang asisten dirumah Karina keceplosan buka suara tentang pernikahan mereka. Secara, ART dirumahnya itu belum diberi aba-aba tentang hal ini.

“Insya Allah besok juga udah bisa masuk,” jawab Zul sekenanya. Sambil tersenyum yang dipaksakan.

“Tau dari mana lu?,” tanya Egi

“Udah percaya ama gue,” jawabnya sambil menarik kedua tangan sahabatnya itu pergi.
Padahal ia sendiri khawatir, jika besok Karina masih tak bisa hadir.  Dihatinya berharap semoga Dosennya itu cepat sembuh dan kembali beraktifitas seperti biasa.

*****
Esok paginya, Zul melihat mobil sedan merah terparkir di parkiran kampus. Ia tersenyum lebar, hatinya merasa lega. Ia tahu bahwa itu adalah mobilnya Karina.
“Syukurlah, ia sudah kembali masuk lagi” ucapnya dalam hati.
Namun hari ini kebetulan tak ada jadwal mengajar di kelasnya, sehingga Zul berencana untuk menemui langsung ke ruangannya.

Setelah jam pertama selesai, Zul mencoba keluar menemui istrinya, ia beralasan untuk pergi ke perpus pada teman-temannya. Ia berjalan menyusuri koridor sendiri. Hmm...Sepi. Gumamnya. Hanya ada beberapa orang saja yang berlalu lalang di koridor itu. Tampak Karina keluar dari ruangannya sambil menutup pintu. Seketika Zul pun langsung memanggilnya.

“Bu Karina....!”
Karina menoleh, ia kaget disana ada Zul yang sedang berdiri menghadapnya. Zul berjalan dengan langkah yang sedikit dipercepat.

“Apa kabar?,” tanya Zul setelah mendekat.

“Baik,” jawab Karina singkat tanpa senyum sedikitpun.

“Kemarin katanya Bu Karina sakit? kenapa gak ngabarin aku?,” tanya Zul khawatir.

“Apa pedulimu?,” tanyanya datar.

Zul  terdiam. Mereka bertatapan.

“Jelas aku peduli, selain aku kosma, llmu
sekarang ini aku suamimu,” jawabnya pelan.

“Sssttt....!!,” Karina menempelkan jari telunjuknya dibibir.
Matanya kini melihat-lihat ke arah sekitar, khawatir jika ada yang mendengar. “jangan sebut kata-kata itu lagi disini. Ini wilayah terlarang untuk menyebut kata-kata itu,” ucapnya terdengar menekan. Netra mereka beradu.

“Apa itu salah?,” tanya Zul.

“Jelas salah, karena saya gak mau ada yang tahu tentang hubungan ini. Sudah Jelas sampai sini???”

Kemudian ia beranjak pergi meninggalkan Zul sendirian tanpa menoleh sedikitpun. Ada rasa kecewa di hati pria itu, ia tak menyangka bahwa pernikahan mereka akan berlanjut seperti ini. Zul masih memperhatikan istrinya berjalan menjauh.

“Sempat kubayangkan sebelumnya, jika menikahi wanita itu nantinya akan seperti apa. Namun kenyataannya jauh lebih seram dari yang kubayangkan. Aku belum mampu menyelami hatinya, sikap dinginnya itu yang bagaikan freezer, ah bukan, bukan freezer lagi, tapi sedingin kutub utara dan selatan, atau mungkin melebihi itu, sungguh sangat tak bisa kufahami saat ini, semoga hidayah segera datang padanya,” ucapnya dalam hati.

Tak lama ia merasakan saku celananya bergetar. Lalu merogoh benda yang ia simpan disana. Ternyata ada pesan singkat yang masuk ke ponselnya.

[Assalamu’alaikum A Aden damang?”

[Ntar Asar ada waktu gak A ? Neng mau ke kostan Aa, ada perlu]

Ternyata dari Hilya. Segera ia membalas pesannya.

[Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah baik. Muhun Neng, silahkan]

Setelah itu ia masukkan lagi ponselnya ke saku celananya, dan kembali menuju kelas.

*****
Zul sudah kembali pulang ke kostannya, ia masih sibuk di depan laptopnya sambil sesekali melirik ke arah luar dari jendela. Sesekali juga ia melirik jam hitam yang melingkar di lengannya. Pukul 16.00.  Ya, ia sedang menanti seseorang yang katanya akan datang. Sekian menit menunggu akhirnya seseorang itu datang juga. Zul mempersilahkannya masuk. Sengaja ia membiarkan pintunya terbuka lebar agar tak ada fitnah macam-macam yang tertuju padanya, karena saat itu Hilya hanya datang sendirian.

“Maafin neng ya A, gangguin waktu sibuknya” ucap Hilya setelah melihat ada meja kecil yang tersimpan diruangan itu beserta laptop dan beberapa lembar kertas-kertas penting lain di atasnya.

“Gak kok, santai aja,” Ucap Zul seraya duduk.

“Gimana? Ada perlu penting apa nih, jadi penasaran?,” tanya Zul sambil tersenyum

“Serius gak ganggu?,” tanya nya lagi.

“Seribu rius,” ucapnya meyakinkan.

Ia memang sangat bahagia bisa bertemu lagi dengan gadis pujaannya. Entah mengapa setiap kali melihatnya, getaran itu selalu ada, seperti orang yang pertama kali jatuh cinta. Namun terkadang ia berusaha menepis perasaannya, jikalau mengingat bahwa kini ia sudah menikah. Meski ia sadar, istrinya sendiri yang memintanya untuk merahasiakan status hubungan mereka, dan itu membuat ia merasa percuma menahan perasaan cintanya pada Hilya, toh ia sendiri merasa tak dianggap oleh Karina.

“Ya, anggap saja tidak pernah terjadi pernikahan, agar aku bisa menjalani sandiwara ini dengan sepenuh hati “ begitu fikirannya.

“Gini, neng teh lagi mau bikin pembukuan buat di tokonya bibi. Kebetulan bibi yang nyuruh neng buat ngurusin pemasukan dan segala rupa yang berkaitan sama administrasi. Nah, neng kan belum pengalaman ya buat yang kaya ginian, inget A Aden yang jurusannya akuntansi, jadi kepikiran aja gitu buat minta bantuannya,” jelasnya panjang lebar.

Zul mengangguk faham.
“Ini bukunya, tah terus yang ini catatannya, sumpah lieur pisan da (sumpah pusing banget),” katanya sambil menyodorkan sebuah buku agenda dan menunjuk ke salah satu bagian halaman buku.

Zul tersenyum sambil menerima buku yang disodorkan. Tampak ia menyingsingkan lengan kemeja panjangnya dan memperhatikan setiap catatan yang tertera disana.

“ Gapapa nih Aa bantu? Neng beneran percaya?,” tanya Zul.

“Neng udah percaya sama Aa dari dulu juga,” Ujarnya sambil menatap laki-laki yang duduk didepannya.

Namun hati Zul merasa tidak enak saat Hilya mengatakan demikian. Seakan-akan ada sesuatu yang tersirat dari ucapannya.

“Iya udah nanti Aa bantuin,” 

“Alhamdulillah... Nuhun pisan ya A, ya...itung-itung Neng sekalian belajar akuntansi gitu, pengen bisa juga soalnya,” ucap gadis manis berjilbab ungu muda itu.


“Oya, kalau Neng boleh tau, Aa kegiatannya apa aja selain kuliah?,” tanya nya sambil menatap laki-laki di hadapannya dengan lekat.

“Hmm... Aa ngajar les. Les komputer. “

“Oh... Setiap hari apa?,” tanyanya lagi

“Sabtu-minggu,” jawabnya sambil masih melihat-lihat buku yang ada ditangannya.

“Denger-denger pernah bisnis budi daya ikan ya? Ikan koi ya kalau gak salah?,” 

Zul melirik Hilya, raut wajahnya terlihat lucu saat bertanya. Wanita itu memiliki pipi yang sedikit chubby, kulit putih bersih, bibir merah yang tipis, jika ia tertawa terlihat sedikit lesung pipitnya, dan satu lagi yang Zul sukai dari wanita itu, matanya. Ya, bentuk matanya yang bulat bening seperti mata bayi dan disekitarnya ditumbuhi bulu mata yang lentik, dan itu asli tanpa editan, karena memang sedari kecil ia sudah kenal dengan mata itu. Membuatnya terlihat begitu menggemaskan.

Namun yang membuat ia merasa asing dengan gadis itu ialah cara bicaranya. Jika dulu ia dikenal dengan gadis cantik yang lugu, kini ia menjadi pribadi yang ceria, dan banyak bicara juga. Tapi itulah yang membuat hati Zul tertarik, dengan karakternya yang seperti itu ia merasa lebih nyaman dan merasa tidak canggung bila bersamanya. Seakan-akan selalu ada saja topik pembicaraan.

“Iya, sekarang juga masih sih. Bisa dibilang kerjasama, sama temen Aa yang kebetulan lulusan Perikanan dan Kelautan. Aa juga ikut investasi disitu, sekaligus yang nge-manage keuangannya juga,” jawabnya panjang lebar.

Hilya mendengarkan nya dengan seksama.

“Oh gitu... Aa sibuk juga ya, itu gimana cara ngatur waktunya?,”

“Ya di atur-atur aja. Kalau untuk bisnis, Aa kerja part time, untung partner-nya pengertian. Jadi waktu kuliah gak keganggu,” Jawabnya sambil tersenyum.

“Ih hebat ih, Aa pekerja keras juga ya..” ucap Hilya sambil tersenyum kagum.

“Ya namanya juga anak rantau, kalau gak gitu ya gak bisa makan,” tukasnya sambil tertawa.

Keduanya pun tertawa.

“Kalau Neng sendiri, sekarang sibuk apa?,” tanya Zul.

“Hmm..Apa ya? Ya cuma bikin cake gitu aja sih dirumah, pesenan-pesenan orang. Kaya cake ultah, cake nikahan, gitu lah pokoknya.”

“Itu Neng sendiri yang bikin?.”

“Iya. Ya kalau lagi datang orderan banyak Neng suka minta bantuan Bibi, gak ke-handle kalau sendirian mah,” jawabnya sambil tertawa kecil. “Kaya sekarang aja nih, itu di list udah ada yang order 3 ampe 4 bolu nikah dalam minggu ini, ampun dah” lanjutnya seraya menepuk jidatnya pelan.

“Hebat atuh pinter ning masaknya,” Puji Zul. “ iya ya sekarang lagi musim nikahan, jadi pasti banyak yang order, Alhamdulillah,” lanjutnya.

“Terus, Aa sendiri kapan nikahnya? Kayanya udah cocok jadi penganten,” ucap Hilya sambil tersenyum.

Deg. Jantung Zul tiba-tiba terasa berdegup kala mendengar pertanyaan gadis itu. Ia merasa salah tingkah dibuatnya.

“Do’ain aja yang terbaik,” hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya.

Mereka pun tersenyum. Netranya kini bertemu. Ada harapan yang jauh dari tatapan gadis itu, harapan yang ia simpan selama ini. Dan dimata Zul, ada tatapan merasa bersalah, namun tak mampu untuk mengungkapkannya.

“A Aden?,”

“Ah, iya. Gimana?,” Zul sedikit gelagapan. Ia terbangun dari sekelebat lamunannya.

“Kira-kira hari apa Aa ada waktu nya lagi,?”

“Buat?.”

“Buat nganter Neng beli bahan-bahan kue,” jawabnya malu-malu.

Zul tampak berfikir.

“Besok Rabu abis dzuhur, Insya Allah bisa.”

“Ok. Sip. Soalnya harus bawa mobil belanjanya,” Kata Hilya.

“Mau ngeborong ?,”

“Ya sekalian mau beli keperluan yang lainnya juga,” jawab gadis itu sedikit tertawa.

Zul mengangguk mengiyakan. Dalam hatinya, ia bahagia jika bisa terus melihatnya.

*****

Hari yang dijanjikan pun tiba, keduanya pergi berbelanja kesebuah tempat perbelanjaan. Terlihat Hilya sangat antusias memilih bahan-bahan kue di Toko Bahan Kue yang terlihat lengkap dan lumayan besar. Setelah selesai, Hilya mengajak Zul ke sebuah Mall, ia memasuki toko Perlengkapan Rumah Tangga. Di ambilnya sebuah magic com, peralatan dapur, dan Bed cover sebanyak 5 buah.

“Itu semua buat apa?,” Tanya Zul.

“Ini pesenan Bibi, kan dia bikin arisan ‘palugada’,” jawabnya sambil tertawa pelan.

“Oh... Yaudah sini Aa bantu bawain,” katanya sambil mengangkat barang-barangnya ke dalam troli.

Setelah selesai membayar, mereka bergegas menuju parkiran mobil. Lau memasukkan barang belanjaan ke dalam bagasi.

“Kemana lagi kita sekarang?,” tanya Zul.

“Hmm... Cari makan dulu yuk udah siang, kebetulan Neng juga haus. Aa juga pasti capek kan udah bantuin angkatin barang?,” usulnya.

Zul mengangguk.

“Yaudah yuk,”

Akhirnya mereka memilih makan disebuah kaffe yang letaknya tak jauh dari mereka berbelanja. Kaffe itu bernuansa alami, disekitarnya banyak tembok kaca dan tempatnya terkesan instagramable, banyak pengunjung yang mengabadikan fotonya disana.
Hilya berjalan pelan melihat-lihat sekelilingnya.

“Ayo kita cari tempat duduk,” ajak Zul.

“Bentar A,” ucapnya sambil menggerakkan tangannya sebagai kode ingin berfoto.

Zul menghela nafas, lalu mengiyakannya saja.

“Sini-sini,” Hilya mengajak Zul menuju spot yang terlihat indah. Dengan background hiasan taman alami dibalik tembok kaca.
Ia memberikan ponselnya pada Zul, untuk mengambil gambar.

“Eh bentar,” ucap Hilya lalu mengambil papan nama yang tergeletak dimeja yang telah tersedia. Ia memilih papan yang bertuliskan ‘Get Married’ dan bersiap diri di samping Zul. Pria itu merasakan degupan jantung yang tak biasa, volumenya terasa lebih cepat dari sebelumnya, ia berharap wanita yang berdiri tepat disampingnya ini tidak mendengarnya. Sesaat jari jempol Zul menekan tombol bidik, dan berhasil menggambil gambar keduanya dengan baik. Setelah puas berswa-foto, akhirnya mereka memesan makanan dan menikmati hidangan lezat sambil berbincang-bincang akrab. Tampak keduanya sangat bahagia.

Kini waktunya pulang, Zul melajukan mobil menuju ke kediaman Hilya, sekalian mengambil motor yang ia titipkan disana.

“A...makasih banyak ya, udah nemenin Hilya belanja,” ungkap gadis itu setelah melihat Zul tengah bersiap di motornya sambil memakai helm.

“Iya sama-sama, makasih juga udah bikin hari Aa jadi indah,” jawabnya sambil tersenyum, meski sebagian wajahnya tertutup helm, namun terlihat dari matanya yang  berubah sipit.

Hilya tersenyum malu mendengarnya.

“Salam buat bibi ya... Aa pulang dulu. Assalamu’alaikum,” pamit Zul seraya menghidupkan gas dan melaju pergi.

“Wa’alaikumsalam. Hati-hati...,” gadis itu melambaikan tangannya, dan kini hatinya merasa sedang ditumbuhi bunga-bunga indah yang bermekaran.
========


Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang