Pengagum Rahasia Zul 1

382 18 0
                                    

Karina berusaha menjaga wibawanya saat dikelas. Meski tak dipungkiri rasa khawatir itu tetap ada, ya, khawatir akan terbawa perasaan saat melihatnya.

“Hari ini kita tugas diskusi ya...,” Ucapnya sebagai pembukaan.

“Silahkan buat enam kelompok. Masing-masing kelompok mendiskusikan hasil makalah yang dikerjakan kemarin. Nanti hasil akhirnya kumpulkan ke meja saya,” Lanjutnya.

Ya, begitulah cara Karina agar tidak terlalu banyak diperhatikan muridnya saat mengajar.

Segera para mahasiswa itu menggeser kursinya untuk duduk berkelompok.
Karina menerangkan sedikit materi Bab minggu lalu sebelum memulai diskusi.

“Baik, kalau sekiranya tidak ada pertanyaan bisa kita mulai ya...,” ucap Karina.

“Bu...,” seru Egi seraya mengangkat kelima jari tangan kanannya.

“Ya, silahkan ada yang ditanyakan?,”

“Ada bu. Kira-kira kapan ibu nikah?,” tanyanya polos namun terlihat serius.

Sontak semua teman-temannya menyorakinya. Karina menghela nafas. Ia sudah menduganya.

“Maaf bu, ada santer kabar kalau Bu Karina bentar lagi mau nyebar undangan ya?,” timpal Arman.

Egi mengangguk. Mereka seakan-akan menunggu jawaban Karina. Karina mengernyitkan alis. Ia heran, berita apalagi itu? Ya, begitulah. selalu saja ada kabar-kabar santer tak terduga yang ditujukan kepadanya. Meski terkadang benar, namun seseringnya hanya kabar hoaks. Ya mungkin resiko menjadi dosen wanita terfavorit seperti itu, selalu jadi bahan pembicaraan warga kampus.

Sekilas ia melihat ke arah Zul. Pria itu tengah menopang dagu melihat ke arahnya juga. Menatapnya dengan tatapan santai. Ah, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang lagi. Dasar Egi! Gara-gara ia, konsentrasinya seketika ambyaar. Ya, seambyar-ambyarnya!

“Saya harap kita bisa konsentrasi dulu pada pelajaran ya. Dan tidak boleh ada yang bertanya diluar tema kali ini. Ok,” jawabnya sembari tersenyum.

Wajah murid-muridnya itu tampak tak puas mendengar jawaban Karina. Segera Karina berjalan menuju luar kelas. Sesampainya diluar, ia mengeluarkan nafas perlahan, mencoba menetralkan perasaannya yang sempat dibuat bergejolak. Ya, ia harus tetap menjaga wibawanya dihadapan murid-muridnya itu.

.

“Zul, ini ada titipan,” kata Mita yang duduk sekelompok dengannya.

Tangannya menyodorkan sebuah amplop bergambar hati dari arah bawah agar tak ketahuan oleh yang lain.

“Apa ini?,” tanyanya pelan.

“Buka aja,”

Zul melihat-lihat benda itu, ya isinya sebuah surat. Entah mengapa ia yakin itu adalah surat balasan dari Hilya untuk Agung, makanya ia simpan dulu di dalam saku kemejanya untuk nanti diberikan pada sahabatnya itu.

Pelajaran Karina selesai. Segera Zul beranjak menemui Agung.

“Nih, kayanya udah ada balasan,” ucap Zul seraya memberikan amplop tadi.

“Balasan?,” Ia meraih benda itu dari tangan Zul.

Zul hanya tersenyum kemudian berjalan pergi.

*****

Esok harinya saat kembali ke kampus...

“Ciiieee......,” ucap agung dan Egi saat Zul baru datang dan duduk di kursi dekat keduanya.

“Ada yang baru ditembak, wikwiiww...,” Egi menggodanya.

Zul mengernyitkan alis. Netranya melirik bergantian pada kedua pria didepannya itu. Tampak mereka berdehem-dehem dan tersenyum-senyum tak jelas.

“Pa’an sih?,” Zul mulai penasaran.

“Heh bro... Surat kemaren yang lu kasih ke gue itu bukan buat gue, tapi buat elu,” ujar Agung seraya menempelkan jari telunjuknya ke dada Zul.

“Maksud lu?,” tanya Zul tak mengerti.

“Itu bukan dari si Hilya, tapi dari anak semester tiga,” jawabnya sambil terkekeh.

Zul tercengang. Ada rasa tak percaya juga mendengarnya.

“Ah Serius lu? Gue kira itu dari Hilya, balasan surat lu yang kemaren?,” ujar Zul.

“Uwwuuu.....ada yang udah mulai surat-suratan ni yee....hahay...,” goda Egi pada Agung.

Disana Agung terlihat malu. Ya, sebagai pendekatan pertamanya untuk gadis yang ia taksir beberapa minggu ini.

“Nih lu baca sendiri!,”
Agung menyodorkan surat itu pada Zul. Zul membacanya, tak lama ia mengernyitkan alis lalu tersenyum geli.

“Hadeeuuuh....,” lirih Zul seraya menggeleng-geleng kepalanya.

“Gimana??? Nih ya, yang gue tahu, si sindy itu cewek pendiem tapi lumayan aktif. Ya, kayak elu gitu...,” Agung mengangkat-angkat sebelah alisnya.

“Sumpah bro, gue ngiiirriii banget ama lu. Lu banyak dideketin cewek. Lah, Gue kapan hah? Kapaan???,” Egi terlihat emosi.

“Sabar bro.... Belum waktunya aja kali..,” sahut Agung seraya mengusap-usap dada Egi.

“Ya mungkin efek aura ganteng gue jadinya gini deh,” Sahut Zul dengan pedenya.

“Ah somplak luh!,” Egi memukul punggung Zul dengan buku yang digulung. Kemudian mengubah posisi duduknya setengah membelakangi Zul.

Kedua temannya pun tertawa puas.

Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang