Terpaksa Berdusta

296 20 0
                                    

Dua jam kemudian Zul pun datang, ditangannya ia menenteng keresek putih dengan logo sebuah minimarket.

“Ini, saya belikan bu Karina cemilan,” Katanya setelah masuk ke kamar tidur.

Karina yang sedang terbaring pun beringsut duduk. Ia memperhatikan keresek belanjaan yang terlihat penuh.

“Kamu ngeledek?,” Tanya Karina

“Ngeledek? Maksudnya?,” Tanya Zul tak mengerti.

“Itu cemilannya banyak banget, kamu kira aku mampu gitu? makan segitu sendirian?,” Jawabnya sambil mendelik sebal.

Zul tertawa. Ia tak menyangka sama sekali respon istrinya akan seperti itu.

“Ini saya sengaja beli segini buat kita berdua, ya kalau Bu Karina mau makan sendirian juga ya monggo... ,” ucap Zul bercanda. “lagian bisa disimpen buat besok-besok juga kan kalau gak abis,” lanjutnya.

Karina masih memasang wajah sebal.

“Oya, tadi mobilnya kena overheat. Terus ada bagian mesin lainnya juga yang harus diperbaiki. Kemungkinan harus ditunggu dalam beberapa hari kedepan.” Tutur Zul sambil beranjak mengambil baju koko didalam lemari.

Karina tercengang saat melihat pria didepannya tengah mengganti pakaiannya dengan santai.

“Zul, gak sopan banget sih. Sana-sana!,” seru Karina sambil menutup mukanya dengan buku.

“Orang cuman ganti baju doang, apanya yang gak sopan?,” jawab Zul.

“Gak liat kamu disini ada orang!,” teriak Karina dengan masih menutup wajahnya.

Zul hanya menggeleng heran.

“Bu Karina mau sholat?,” tanyanya setelah rapi memakai baju koko, sarung dan kopiah hitam.
Terlihat ia menggosok-gosokkan parfum non-alkohol ke telapak tangan dan mengusap-usapkannya ke sela-sela jari dan ke sebagian pakaiannya. Wanginya yang kalem dan segar, menambah cool penampilannya yang menyejukkan mata.

“Gak, lagi halangan,” jawabnya ketus.

“Halangannya setiap hari ya Bu?,” tanya Zul sambil menahan senyum.

“Maksud kamu?,”

“Ya, soalnya nyebelinnya tiap hari,” jawab Zul diiringi tawa kecil.

Karina membulatkan matanya. Seraya melempar buku yang dipegangnya ke arah Zul.

Ia mengelak sambil tertawa kecil melihat ekspresi istrinya yang sensitive.

“ Bercanda Bu. Maksud saya, cantiknya yang setiap hari,” ucapnya seraya tersenyum.

Entah mengapa kali ini ia berani menggoda dosennya itu. Selama ini biasanya hanya teman-temannya saja yang berani berulah, karena sejujurnya dia paling malas untuk menggoda wanita. Menurutnya seakan-akan tak ada kerjaan lain yang lebih penting.

“Berangkat ke Mesjid dulu ya. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam,” jawab Karina masih dengan wajah ketus.

****
Esok paginya, Karina terbangun. Dilihatnya jarum jam menunjukkan pukul 04.30. Ia beranjak dari tempat tidur dan hendak mencari Zul. Ternyata pria itu tengah tertidur diruangan depan, di sekitarnya banyak buku-buku dan laptop yang masih terbuka.

“Sepertinya ia semalam ketiduran disini,” lirih Karina dalam hati.

Ia pergi ke ruangan sempit disebelah kamar mandi. Disana terdapat beberapa peralatan dapur yang tertata rapi, meskipun keliatannya tak begitu lengkap. Ia mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Kali ini ia mencoba untuk membuat sarapan pagi, namun dirinya bingung tak ada bahan makanan yang bisa di sajikan disana. Saat Karina tengah kebingungan, Zul datang menghampiri.

“Bu Karina? Lagi apa disitu?,”

Karina tersentak kaget dengan kehadiran Zul dibelakangnya secara tiba-tiba.

“Mmm.. Gak apa-apa, Cuma mau coba buat sarapan aja,” jawab Karina gugup.

“Istri sholehah,” ucap Zul sambil tersenyum. “Saya mau ke air dulu,” segera ia pergi ke kamar mandi yang memang posisinya bersebelahan dengan dapur.

Karina terdiam mendengar ucapan Zul barusan. Ia merasa masih belum siap dipanggil ‘istri’. Ia menghela nafas, mencoba menetralkan perasaannya yang tengah tak karuan.

“Zul, bahan-bahan makanannya dimana?,” tanya Karina yang memang sedari tadi masih kebingungan mencari, karena disana tidak ada kulkas yang biasa menyimpan untuk bahan masakan.

“Bu Karina istirahat aja, nanti saya beli dulu,” Jawab Zul sesaat setelah keluar dari kamar kecil. Wajahnya terlihat basah oleh basuhan air wudhu. Menjadikan wajahnya tampak sejuk dan cerah, selain memang sedari dulu ia sudah memiliki kulit yang putih bersih.

Karina menurut, ia melenggang pergi keruang depan. Dilihatnya buku-buku yang tampak berserakan. Lalu mencoba membereskannya.

Dua puluh menit berlalu, Zul telah kembali dari Masjid sambil membawa sekeresek belanjaan. Didalamnya terdapat seikat sayuran, rempah-rempah dan beberapa butir telur. Setelah mengganti pakaian, ia pergi ke dapur dan memulai memasak. Karina perlahan menghampiri.

“Kamu bisa masak?,” tanyanya.

Zul menoleh. “Ya lumayan lah, meskipun gak jago-jago amet.” Jawabnya.

“Boleh saya bantu?,” Pinta Karina. Ia merasa tak enak hati jika hanya diam dan istirahat saja disana, karena ia merasa dirinya hanya seorang tamu yang numpang bermalam.

“Boleh kalau Bu Karina mau,” sahut Zul.

Akhirnya mereka memasak berdua, sesekali tertawa-tawa kecil. Setelah itu mereka sarapan bersama.

“Oya, nanti kalau mau ke kampus bisa ngehubungi saya ya, nanti saya jemput,” ucap Zul mengingat mobilnya yang masih dalam perbaikan.

Karina yang sedang membereskan peralatan bekas sarapannya itu langsung terdiam. Ia tengah memikirkan sesuatu.

“Nanti ibu bisa turun di belokan sebelum kampus,” lanjutnya seakan tahu isi hati Karina yang tampak gelisah. Karina hanya tersenyum, kemudian beranjak ke dapur.

Pengantin RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang