Naraya sampai di parkiran food court yang berada di jalan Setiabudhi. Siang ini dia ada janji dengan Pandu dan calon klien. Cowok itu tadi sudah sampai di lokasi saat mengirim pesan via WhatsApp: 'Gue di atas'.
Naraya memasuki tempat makan yang kurang lebih baru setahunan berdiri itu. Urban food court ini dibuat dengan konsep ala street food di New York. Di sepanjang bagian luar jendelanya yang besar, diberi beberapa meja dan dua buah kursi untuk masing-masing meja. Di bagian dalam, desain interiornya dirancang dengan gaya industrial yang didominasi warna tan dan putih. Meskipun tidak terlalu luas, food court yang terdiri dari dua lantai itu sangat nyaman dan cukup kekinian. Istilah milenialnya: instagrammable. Karena varian makanannya yang beragam dan rasa yang tidak mengecewakan, tempat ini sering ramai terutama akhir pekan. Belakangan, ini jadi tempat favorit kalau ada meeting dengan klien, atau sekedar nongkrong buat ngobrol tentang ide-ide seputaran bisnis Naraya dan Pandu. Bertiga ditambah seorang sahabat lagi bernama Donna, mereka mendirikan sebuah wedding organizer bernama Pandora.
Can you guess where the name comes from?? Correct! Akronim dari Pandu, Donna dan Naraya. PANDORA.
Naraya melewati lantai satu dan baru akan menaiki tangga waktu berpapasan dengan seorang cowok yang baru turun dengan gaya yang entah kenapa, cukup menarik perhatian. Cowok itu hendak mengenakan kacamata hitamnya saat Naraya tersandung bagian belakang sepatunya sendiri dan tidak sengaja membuat badannya hampir jatuh dan menimpanya. Parahnya, gagang kacamata itu dengan asoynya mengenai mata si cowok, membuat adegan memasang sunglasses yang harusnya menjadi cool scene ditambah dengan efek slow motion dan semilir angin lembut yang menyibak tipis rambut cowok itu, malah jadi terlihat konyol dan dodol.
"Ya ampun, Mas, maaf. Kena matanya, ya? Sakit, nggak?" Stupid question Naraya hanya dijawab dengan 'gapapa' pelan sambil buru-buru cowok itu mengenakan kacamatanya lagi. Dia tergesa-gesa meninggalkan food court demi melupakan fakta bahwa tragedi tercolok sunglasses sendiri meninggalkan kesan memalukan dan perih di mata.
"Duh..." Lirih Naraya pelan, merasa bersalah. Semoga dia nggak inget muka gue, kata hatinya harap-harap-ngeselin. Cewek yang tingginya 160 cm kurang dikit itu bergegas menaiki tangga. Rambutnya yang diikat ala ponytail bergoyang karena dia sedikit buru-buru.
"Ra...!" Suara seseorang memanggil Naraya saat dia baru sampai di lantai dua. Pandu tengah melambaikan tangannya. Serentak dua orang yang duduk di meja yang sama menengok dan tersenyum. Naraya mengenali salah satu dari mereka.
"Hai, gue nggak telat, kan?" Naraya menyalami Sandy, teman satu sekolahnya di SMP dulu. Dia lalu menyalami pacar cowok itu, Esty.
"Naraya," katanya mengenalkan diri.
Pandu memindahkan tasnya ke kursi lain supaya Naraya bisa duduk di sampingnya.
"Donna gimana?" Tanya Pandu. Cowok berkulit sawo matang itu mengonfirmasi ulang kabar yang diterimanya dari grup WA yang isinya cuma mereka bertiga. "Nggak jadi dateng?"
"Nggak. Dia harus bedrest."
"Oh, I see." Pandu mengangsurkan daftar menu pada Naraya, lalu berkata pada Sandy. "Jadi San, kebetulan kami ini sebenarnya bertiga sama Donna. Tapi berhubung dia lagi hamil muda dan sedang mual-mualnya, meeting hari ini cuma sama kami berdua, ya. Tapi informasinya pasti akan di-forward ke dia."
"Oke, nggak masalah," Sandy menjawab santai. Entah kenapa dia seolah sudah sangat yakin saat pertama kali bertemu Pandu hari ini. He feels so good.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA'S BOX
RomanceSebagai seorang wedding organizer, awalnya hidup Naraya berjalan baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, dia bertemu dengan Yausal, cowok dari enam tahun lalu yang pernah membuat dunianya porak-poranda. Sebenarnya Naraya tidak ingin mengacuhkan, nam...