Naraya dan Yausal kembali menyusuri jalanan festival. Mata mereka sibuk menangkap banyak pemandangan. Semakin malam, tempat itu semakin ramai. Malah saat tadi keduanya pergi ke Masjid Agung untuk melaksanakan sholat Magrib, lapang rumput sintetis di depannya lumayan penuh dengan orang-orang. Ada anak-anak yang berlarian, orang-orang dewasa yang sedang duduk beralaskan kain sambil mengobrol, beberapa ada yang tengah bersantai sambil sekedar memainkan ponselnya, bahkan ada juga yang terlihat hanya menikmati langit yang belum terlalu gelap seraya duduk bersandar pada beanbag. Ternyata tidak jauh dari area rumput, ada tempat penyewaan karpet dan kursi bantal yang berbentuk seperti piramida itu. Jadi lapangan tersebut tetap bisa digunakan untuk hangout selama pengunjung tidak membawa makanan.
Naraya sendiri terlihat sangat menikmati jalan-jalan malam ini. Terlebih karena semua hal tentang Korea cukup menarik perhatiannya, plus ditemani Yausal yang tidak pernah merasa keberatan kemana pun kaki Naraya ingin pergi, membuat momen ini jadi terasa amat spesial. Ternyata benar kata sebuah ungkapan, terkadang yang penting itu bukan tujuan atau perjalanannya, namun seorang teman bepergian yang mampu memberikan arti dari sebuah perjalanan itu.
Sambil berjalan, Naraya sempat memikirkan kata-kata Yausal beberapa saat lalu. Soal takdir. Naraya percaya itu sebagai sebuah ketentuan. Dia meyakini bahwa setiap orang memegang takdirnya sendiri-sendiri dari semenjak orang itu lahir, dan Naraya sempat tersenyum tipis tadi saat menyadari bahwa takdir pulalah yang membawa Yausal pada dirinya hingga saat ini.
Setelah melewati stand-stand makanan hingga habis, langkah keduanya membawa mereka memasuki area stand souvenir. Naraya beberapa kali berhenti untuk sekedar melihat-lihat barang yang dijual di sana. Jika tidak ada yang menarik, dia akan berjalan lagi dengan Yausal yang setia di sebelahnya tanpa banyak berkomentar. Saat mereka berjalan bersisian, beberapa kali kulit lengan keduanya bergesekan. Namun sepertinya tidak ada tanda-tanda Yausal ingin memanfaatkan kesempatan itu untuk, menggenggam tangan Naraya, misalnya.
Setelah beberapa stand yang terlihat biasa saja menurut Naraya, cewek itu lalu berhenti di sebuah gerai yang ukurannya lebih besar dibandingkan yang ada di kanan kirinya. Kemungkinan itu adalah dua stand yang digabung jadi satu supaya bisa menampung semua barang yang kelihatannya lebih banyak dan beragam dibanding beberapa booth yang mereka lewati tadi sebelumnya.
Naraya lalu melangkah mendekati sebuah meja yang di atasnya memajang banyak kotak yang terbuat dari kayu. Jika dilihat dari bentuk dan motif lukisan di sepanjang permukaannya, kotak-kotak itu sepertinya untuk menyimpan perhiasan. Naraya mengambil satu yang berwarna coklat, Ukurannya tidak terlalu besar. Di bagian atas dan depannya ada hiasan berbentuk segi delapan yang diletakkan di tengah-tengah. Di oktagon itu, terdapat gambar tiga bunga berwarna pink seulas yang di sekitarnya dikelilingi daun-daun yang sambung-menyambung. Kemudian bagian setiap sudut kotak dilukis pola simetris menyiku berwarna putih. Agak lama dia mengamati bentuk klasik yang dia tahu identik dengan ciri khas Korea itu. Naraya biasanya melihat pattern seperti itu di pintu kayu yang menjadi penyekat ruangan di rumah-rumah tradisional Korea saat dia menonton drakor dengan setting era Joseon.
"Kenapa sih, cewek-cewek suka drama Korea?" Tanya Yausal tiba-tiba, setelah cukup lama tidak bersuara. Dia mendekati Naraya, lalu mengambil sebuah kotak secara acak.
"Karena bukan drama Taiwan." Jawab Naraya asal.
"Ck..." Yausal berdecak pelan. Setelah emosi bete Naraya yang beberapa saat lalu baru dia tahu di dunia nyata, kali ini cowok itu mulai mengenali sifat tengilnya.
Yausal menatap Naraya. "Serius, Naaa."
"Oh, kamu serius?" Naraya menoleh ke arah Yausal, lalu tersenyum. "Aku Sagitarius."
Yausal memasang muka datar. Naraya terkikik melihatnya.
"Kenapa, ya?" Naraya malah balik bertanya. "Mungkin karena pemain utamanya ganteng-ganteng?" Lagi-lagi dengan nada bertanya. Cewek itu terkekeh pelan. "Trus, alur ceritanya menarik, kadang-kadang bikin baper. Sinematografinya juga oke. Pleueueueus pemeran utama cowoknya sering melakukan hal-hal manis yang membuat cewek klepek-klepek."
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA'S BOX
RomanceSebagai seorang wedding organizer, awalnya hidup Naraya berjalan baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, dia bertemu dengan Yausal, cowok dari enam tahun lalu yang pernah membuat dunianya porak-poranda. Sebenarnya Naraya tidak ingin mengacuhkan, nam...