#31 KOTAK PANDORA

133 21 24
                                    

Sesi akad nikah baru saja usai digelar saat Naraya selesai berkoordinasi dengan vendor katering. Dia harus memastikan urusan konsumsi ini beres semua dan tidak ada yang kurang satu pun. Kali ini dia mempunyai tugas untuk mobile karena Donna yang biasanya memegang peran ini, sedang tidak memungkinkan berkeliling mengingat kondisinya yang masih hamil muda. Jadi waktu tadi acara akad nikah pun, Naraya hanya fokus pada kesiapan perlengkapan dan orang-orang yang harus ada di momen tersebut dan tidak terlalu memperhatikan siapa saja yang datang.

Jadi dia pun tidak tahu, Yausal ada atau tidak.

"So far so good?" Tanya Donna waktu dia mendatangi Naraya yang sedang berdiri di dekat pintu samping gedung. Hari ini Donna bertugas sebagai divisi acara.

"Aman," jawab Naraya dengan mata berkeliling. Sesekali dia berbicara pada handy talky untuk merespon beberapa panggilan yang masuk, sesekali dia memperhatikan orang-orang dari vendor katering yang sedang menyiapkan stand makanan yang jumlahnya ada sekitar delapan buah. Sementara itu di panggung, Esty dan Sandy sedang berfoto dengan orang tua dan kerabat lainnya. Kedua mempelai itu masih mengenakan setelan baju pengantin putih. Keduanya tampak lega dan bahagia.

Ketika Naraya tengah memeriksa check-list di ponselnya, tiba-tiba Donna menyikut lengan cewek itu. Matanya mengisyaratkan sahabatnya untuk melihat ke arah pintu masuk. Di sana, di dekat tangga turun masuk ke gedung, Yausal tampak sedang berdiri di depan meja penerima tamu. Cowok itu mengenakan setelan jas berwarna abu tua. Di sampingnya tampak seorang cewek berkebaya dengan warna yang lebih muda dan bawahan kain batik. Rambutnya disanggul sederhana. Mawar hidup warna putih diselipkan sebagai hiasan.

"Farrah?" Bisik Donna pada Naraya, saat melihat cewek yang sedang bersama Yausal. Cewek itu kini terlihat agak mundur ke belakang Yausal, lalu berbicara pada telepon genggamnya.

"Siapa lagi?" Tanya Naraya retoris. Lama cewek itu memandangi sosok dua manusia yang masih belum memasuki gedung. Dia lalu melihat Yausal sedang menulis sesuatu pada buku tamu.

"Lo nggak mau kenal—EH, MO KEMANA LO?" Donna agak terkejut saat melihat Naraya berjalan begitu saja, setelah memberikan handy talky padanya tanpa berkata apa-apa. Cewek itu berjalan ke arah pintu keluar.

"Yausal!" Panggil Naraya sambil menaiki anak tangga yang jumlahnya hanya enam undakan saja. Matanya tidak lepas dari cowok itu.

Yausal menoleh ke asal suara. Badannya kini setengah membungkuk saat dia melihat Naraya tengah berjalan mendatanginya. Baru saja dia akan membalas panggilan, tiba-tiba cewek itu menarik kedua kerah jasnya saat sudah berada di hadapan. Seketika dia menempelkan bibirnya ke bibir Yausal.

Naraya menciumnya.

Sedetik pertama mata Yausal membulat kaget, dan waktu seperti mendadak berjalan melambat di sekeliling mereka. Saat Naraya tidak juga berhenti setelah beberapa detik kemudian, tanpa sadar cowok itu memejamkan matanya. Namun belum juga kedua matanya tertutup sempurna, Naraya melepaskan ciumannya dengan perlahan. Cewek itu tersenyum tipis seraya menarik satu ujung bibir kanannya ke atas. Sementara ekspresi muka Yausal, tampak sulit diterjemahkan.

"Ini untuk semua yang udah kamu lakuin ke aku." Ujar Naraya. Tangannya kini merapikan kerah jas Yausal yang tadi dicengkeramnya. "Thanks, ya."

Naraya kemudian berbalik pergi. Sebelumnya, dia melihat sekilas pada Farrah yang sedang menatapnya dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Wajahnya kaget luar biasa.

Naraya menuruni tangga. Bibirnya masih mengulum senyum. Ekspresinya terlihat puas. Kalau Yausal sudah menghancurkan hidupnya dua kali, Naraya hanya butuh sekali pukulan telak untuk membuat hidup cowok itu berantakan. Sakit hatinya terbayarkan.

PANDORA'S BOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang