#32 NOVEL, SURAT DAN PASSWORD

135 22 9
                                    

Naraya masih menatap paket yang baru saja diterimanya, sejak beberapa menit lalu. Kemasannya sederhana saja: sebuah shopping bag kecil yang diberi perekat di bagian atasnya. Sekilas tampak seperti pembungkus makanan, tapi Naraya yakin yang ada di dalamnya pasti bukan donat, apalagi nasi padang.

Bukan pula gorengan, martabak atau pun siomay.

Bukan juga ayam crispy, makanan yang akan mengingatkan dirinya pada Yausal setiap kali dia makan atau bahkan hanya dengan melihat iklannya di televisi.

Jadi apa ya, isinya?

Naraya bertanya-tanya penasaran seraya terus memandangi bungkusan berwarna coklat muda itu.

Ngapain Yausal ngirim-ngirim bingkisan segala?

Ini bukan... kotak Pandora, kan?

Seketika Naraya mengambil handphone-nya, kemudian memotret paket yang ditaruhnya di meja. Dia berpikir untuk mengirimkan fotonya ke whatsapp Yausal dan menanyakan langsung pada cowok itu. Namun sebagian dirinya tiba-tiba menahan. Lebih baik mencari tahu sendiri, batinnya. Toh bendanya ada di depan mata.

Akhirnya dia meraih paket itu dan melepas selotip yang menempel di sepanjang bagian atas pembungkusnya. Saat itu juga dia merasakan adrenalin yang bergerak cepat ke seluruh tubuhnya. Padahal cuma bingkisan biasa, tapi entah kenapa jantungnya jadi berdebar hebat.

Setelah terbuka, tangan Naraya merogoh ke dalam bungkusannya yang terbuat dari kertas. Sesaat kemudian, dia mengeluarkan buku bersampul merah terang yang terlihat cukup familiar. Sebuah novel berjudul Eleven Minutes, salah satu tulisan Paulo Coelho, persis seperti yang Naraya punya. Tampak ada beberapa garis lipatan pada bagian cover, dan saat dia sampai di halaman pertama, terlihat ada bercak-bercak kecoklatan pada lembarannya. Dia mendapati sebuah tulisan tangan di sana.

San Fransisco, 2016.

Naraya masih belum menemukan petunjuk apa pun, sampai akhirnya dia melihat sesuatu menyembul dari bagian atas buku. Penasaran, dia membuka halamannya dan mendapati sebuah kertas putih terlipat, diselipkan di situ. Dengan tangan sedikit gemetar, Naraya mengambil kertas itu dan membukanya. Sebuah surat dengan tulisan tangan yang sama yang ada pada lembar pertama novel. Surat dari Yausal.

Dear Naraya,

Aku nggak tahu harus bilang apa lagi selain maaf.

Maaf untuk masuk ke hidup kamu tanpa tahu diri.

Maaf karena aku berengsek dan egois.

Maaf untuk banyak luka yang aku beri.

Maaf karena aku nggak bisa milih kamu, sebesar apa pun perasaan yang aku miliki.

Maaf karena, aku harus melihat kamu menangis, sesuatu yang nggak aku ingin.

Maaf karena aku nggak bisa bikin kamu mengerti

Maaf karena mungkin surat ini akan membuat kamu bertambah sakit,

Maaf karena aku hanya bisa berkata maaf, tanpa mampu memperbaiki yang terjadi.

Dan maaf jika akhirnya aku memutuskan pergi.

Naraya berhenti membaca dan merasakan dadanya sesak seketika. Pandangannya mengabur. Ada air mata yang menggenang di pelupuk.

Maafin aku, Na. Maafin karena udah bikin hidup kamu berantakan. Aku tau apa yang aku kirim ke kamu sekarang mungkin nggak cukup, tapi aku harap ini bisa membayar lunas semua utang penjelasan dari enam tahun yang lalu.

PANDORA'S BOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang