Naraya resah. Donna yang hari ini bertugas sebagai MC belum juga terlihat. Jangankan batang hidungnya, kabarnya saja tidak ada. Naraya sudah mengirimkan belasan pesan namun masih tidak ada balasan. Telepon pun tidak diangkat. Padahal Donna harusnya sudah berada di tempat sejak sejam yang lalu.
Sementara itu rombongan Sandy sudah siap di lokasi. Pihak keluarga dan kerabat pengantin perempuan pun sudah stand-by di tempat mereka, hendak menerima kedatangan calon mempelai laki-laki. Penghulu juga tengah menanti melaksanakan tugasnya, namun tempat MC masih saja kosong.
Mencoba menyembunyikan kekhawatirannya, Naraya berusaha tenang dengan menarik napas panjang berulang-ulang. Donna benar-benar membuatnya tegang.
"MC gimana?" Tanya Pandu dari handy talky.
"Masih belom ada. Dari empat MC yang gue hubungi buat gantiin Donna, tiga udah booked, satu lagi no response."
"Lo aja kalo gitu."
"GUE??!!"
"Iya. Nggak ada pilihan laen, Ra. Lagian lo juga pegang skripnya, kan? Urusan acara serahin sama Vicky. Nanti gue back-up dia." Pandu menyebutkan satu orang anggota divisi acara.
Naraya sebenarnya enggan, tapi benar kata Pandu, mereka sudah kepepet waktu. Mau tidak mau, Naraya akhirnya berjalan juga menuju tempat MC. Langkahnya pelan. Meskipun dia dulu kuliah jurusan ilmu komunikasi, terus terang menjadi pembawa acara ini tidak pernah menjadi passion-nya. Dirinya lebih nyaman berada di belakang layar. Dia bukan tipe seorang front-liner.
Berbeda dengan Donna. Dia memang cukup sering ikut seminar dan pelatihan public speaking, termasuk menjadi MC acara pernikahan. Pengalaman buruk yang pernah Pandora alami dua tahun lalu saat MC mendadak tidak hadir dan tidak menemukan pengganti, membuat Donna memutuskan untuk bisa menjadi back-up di saat-saat genting. Apalagi basic vokal Donna sangat memungkinkan sebagai pembawa acara.
Saat Naraya hendak mengambil microphone, ponselnya tiba-tiba bergetar. Telepon dari Donna.
"Astaga Donnaaaaa, lo bikin gue streeeesssss. Lo dimana, sih?" Tanya Naraya setelah menjauh dari tempat sebelumnya.
"Ra, sorry, gue di rumah sakit. Tadi gue tiba-tiba pendarahan pas banget mo berangkat."
"HAH?! Baby lo?"
"Alhamdulillah aman. Cerita lengkapnya nanti, ya. Yang pasti gue udah kirim MC ke lokasi. Temennya temen sepupu gue. Harusnya sih, dia udah sampe sekarang."
Naraya seketika melayangkan pandangannya ke arah jalan masuk lokasi sembari berjalan menjauhi tempat MC yang ada tepat di dekat meja yang akan dipakai untuk akad nikah. Mempercepat langkahnya ke dekat pintu masuk yang diberi gapura hiasan, dia masih mendengarkan Donna berbicara dari telepon genggamnya
"Namanya Bambang. Ciri-cirinya putih, pake kacamat--"
"KETEMU!" Naraya langsung menutup teleponnya lalu mendekati seorang cowok putih jangkung yang sedang berjalan dan mengenakan setelan jas abu-abu dengan dalaman kemeja warna putih tanpa dasi. Cowok itu memakai kacamata hitam. Naraya sudah bisa memastikan bahwa dia adalah Bambang yang dimaksud Donna. Saat Bambang akan melepas sunglasses-nya, Naraya seketika menarik tangannya dan membuat gagang kacamata cowok itu hampir mengenai matanya. Dia terkesiap kaget. Terlihat belum bisa mencerna situasi, Bambang mengikuti Naraya yang tengah menarik tangannya ke tempat cewek itu menyimpan barang-barangnya.
"Lo nggak bawa dasi?" Tanya Naraya seraya membuka tas back-pack tempat dia menyimpan semua perlengkapan. Gerakan tangan cewek itu terlihat cepat ketika dia mengeluarkan sebuah kotak berisi segulung dasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA'S BOX
RomanceSebagai seorang wedding organizer, awalnya hidup Naraya berjalan baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, dia bertemu dengan Yausal, cowok dari enam tahun lalu yang pernah membuat dunianya porak-poranda. Sebenarnya Naraya tidak ingin mengacuhkan, nam...