Yausal mengetuk-ngetukkan jarinya pada setir. Dia masih tertahan sejak lima belas menit lalu di dalam mobil. Masih dikuasai keraguan, sesekali matanya melihat ke arah pagar putih rumah Naraya yang tampak sepi. Hati dan pikirannya tengah bergelut, antara turun atau pergi.
Sambil melihat jam di dashboard untuk yang kesekian kalinya, Yausal masih mencoba menimbang keputusannya. Dia melihat ponselnya yang tergeletak di jok sebelah, lalu meraihnya dengan tangan kiri. Agak lama telepon genggam itu cuma dia pandangi. Dia terlihat menimbang lagi.
Setelah terdiam dengan posisi hanya menatap handphone-nya, seketika Yausal mengacak-acak bagian belakang rambutnya. Cowok itu tampak sedikit tertekan. Perasaannya sungguh tidak nyaman. Pikirannya pun tidak karuan. Sambil memukul-mukul pelan setir dengan kepalan tangannya, pandangannya lagi-lagi dilayangkan ke depan rumah berpagar putih itu. Sungguh, saat ini dia benar-benar sedang galau.
Sebenarnya ada yang mengganjal perasaan Yausal belakangan ini. Dia tidak ingin menyangkal kenyataan bahwa semenjak akhirnya 'menemukan' Naraya lagi, dia merasakan ada yang lain. Namun apa yang mengganggu hatinya ternyata tidak bisa dielakkan. Apalagi semua tentang Naraya semakin sering terbayang-bayang di benak. Bibirnya, senyum seulasnya, seringainya, tatapan matanya, kerlingnya, lesung kecil di pipi kanan di setiap tawanya, rambut hitamnya, kulit sawo matangnya, muka tirusnya. ekspresi melongonya, gerakan tangannya, hingga cara berjalan Naraya, Yausal ingat semua. Tidak ingin mengingkari bahwa hal itu memberinya excitement yang berbeda, namun Yausal juga merasa tersiksa pada saat yang bersamaan. Tidak peduli seberapa keras dia mencoba untuk tidak memikirkan Naraya, semua bayangan tentang cewek itu malah semakin melekat di ingatan.
Kali ini Yausal mengetuk layar ponselnya. Dia mengetik password, lalu beranjak ke galeri. Setelah menggulir agak jauh ke bawah, ibu jarinya berhenti di sebuah foto yang dia ambil secara diam-diam kurang lebih sebulan yang lalu. Foto Naraya, sedang duduk sambil menopang dagu, pada hari pertama pertemuan mereka, di lantai dua foodcourt siang itu .
Yausal tidak mengharapkan sesuatu yang spesial waktu dia setuju untuk bergabung dengan sahabatnya, Sandy, saat ada janji meeting dengan sebuah wedding organizer. Berhubung dia sedang off ngantor dan hanya bertanggungjawab mengurus pembukaan cabang baru perusahaannya di Singapura secara remote, dia ikut Sandy untuk sekedar mengisi waktu luang.
Yausal menelepon Sandy saat cowok itu baru memasuki foodcourt dua lantai di Jalan Setiabudi. Seraya merasa takjub dengan konsepnya yang ala street food di New York, dia mencari-cari sahabatnya.
"San..." sapa Yausal saat telepon tersambung.
"Di mana lo? Gue di lantai dua."
Yausal menutup teleponnya. Dia mencari tangga yang kemudian ditemukannya di samping jejeran washtafel dan toilet, lalu naik dengan langkah setengah berlari. Ketika sampai di lantai dua, matanya berkeliling. Sekilas dia melihat Sandy yang tengah melambai ke arahnya. Kemudian dia berjalan menuju meja yang ditempati oleh empat orang itu. Sambil melangkah ke arah mereka, seketika Yausal terpana. Di sana, dalam jarak yang tidak lagi terlalu jauh, tengah duduk seorang cewek yang juga sedang melihatnya dengan tatapan tercenung.
Bloody hell!
Mendadak Yausal menahan napasnya. Debaran jantung yang awalnya tenang seketika mengencang. Ritme napasnya kemudian tiba-tiba tidak karuan. Isi perutnya seperti semrawut. Namun di antara perasaan yang campur aduk itu, dia jelas merasakan dua rasa yang mendominasi: senang dan meriang. Setelah akhirnya cowok itu berhasil menguasai diri dengan cepat, senyum semringah seketika mengembang di wajahnya. Antara percaya dan tidak percaya, akhirnya dia bertemu juga dengan manusia satu itu. Manusia yang pernah menghilang dari hidupnya enam tahun lalu, setelah dia secara tidak langsung memutuskan hubungan mereka yang tanpa status.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA'S BOX
RomanceSebagai seorang wedding organizer, awalnya hidup Naraya berjalan baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, dia bertemu dengan Yausal, cowok dari enam tahun lalu yang pernah membuat dunianya porak-poranda. Sebenarnya Naraya tidak ingin mengacuhkan, nam...