Naraya dan Yausal berjalan beriringan di antara stand makanan Korea yang berjejer rapi dan panjang. Dari sepuluh menit yang lalu, keduanya--Yausal sih, tepatnya--belum bisa menentukan hendak makan apa. Sementara Naraya sudah menelan air liur berkali-kali saat melihat toppoki dengan saus merah yang mengepul di atas penggorengan yang berbentuk seperti loyang persegi berukuran besar. Belum lagi waktu mereka melewati stand ramyoen, seorang pelayan tengah menghidangkan semangkok penuh mie ala Korea itu dengan banyak topping yang menggugah selera. Dua orang pelanggan yang sedang duduk di lapak yang tidak terlalu besar, terlihat berbinar saat makannya tersaji di meja mereka. Tidak lupa kimchi dalam porsi kecil sebagai makanan penyerta pun ikut dihidangkan. Di sebelah stand ramyoen, seorang bapak penjual bungeoppang sedang membakar kue yang serupa waffle di atas cetakan yang berbentuk ikan. Kue ikan itu biasanya diberi pasta kacang yang manis di dalamnya. Rasanya legit. Naraya pernah memakannya beberapa kali saat dia berkunjung ke restaurant Korea.
Dari sekian banyak varian makanan khas Korea yang membuat Naraya lapar mata, Yausal masih saja terlihat bingung saat cewek itu meliriknya.
"Jadi kamu mau makan apa?" Tanya Naraya akhirnya.
"Mmmh, rekomendasi deh, Na. Aku sama sekali nggak ngerti soalnya." Yausal akhirnya menyerah. Padahal tadinya dia ingin memilih sendiri akan makan apa.
"Kalo gitu mundur, yuk!" Naraya mengajak Yausal kembali ke stand pertama yang menjual kimbab, yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka. Dia akan menjelaskan satu per satu makanan yang dia tahu di sana.
"Ini kimbab." Tunjuk Naraya pada makanan yang bentuknya seperti sushi, namun bulatannya lebih besar dan dipotong dengan ukuran lebih tipis. Di atasnya ada taburan wijen putih yang sudah disangrai.
"Dalemnya nasi, wortel, biasanya ada cincang daging yang ditumis mateng, lalu..." Naraya terlihat membungkuk sedikit untuk melihat isian makanan itu dengan lebih jelas.
"Teh, itu yang ijo, bayam bukan?" Tanyanya pada si penjual yang sedang menggulung nasi dengan nori, yang kemudian diiyakan dengan suara yang tidak terlalu terdengar karena tertelan suara hingar.
"... dan bayam yang direbus." Katanya pada Yausal. "Yang pasti mengenyangkan dan nggak pedas."
Yausal mengangguk-angguk. Namun dia belum terlihat tertarik.
Naraya selanjutnya membawa cowok itu ke stand berikutnya. Di billboard tertulis Korean Fried Wings. Ini sebetulnya ayam goreng crispy biasa. Namun di Korea, ayam ini ada juga yang dibalur dengan saus merah yang terbuat dari saus gochujang yang biasanya dicampur madu dan bumbu lainnya, supaya ayamnya terlihat mengkilap. Tidak terlalu pedas sih, sebetulnya. Tapi melihat reaksi Yausal yang tampak mengernyitkan muka, Naraya sepertinya harus skip makanan yang satu ini.
Stand berikutnya adalah tempat makanan bernama Kogo atau Korean Hot Dog. Saat keduanya sampai, tampak beberapa ibu dengan anak-anaknya yang kira-kira berusia SD, tengah berdiri menunggu pesanan mereka. Tanpa harus banyak menjelaskan, Naraya yakin Yausal bisa melihat sendiri makanan seperti apa yang ada di depan mereka. Sang penjual, laki-laki berumur kira-kira tiga puluhan itu tengah mencelupkan sosis yang diberi tusuk sate ke dalam adonan kental yang sepertinya merupakan campuran tepung terigu dengan air. Setelah itu ada yang langsung digoreng, ada juga yang diberi potongan kentang berbentuk dadu sebelum dimasukkan ke dalam minyak panas.
Yausal berbisik pada Naraya.
"Itu beneran sosis kan, dalemnya?"
"Iya. Emang keliatannya apa?"
"Bukan buntut anjing, kan?"
"Sal, norak!" Naraya menyikut perut Yausal. Cowok itu pura-pura mengaduh, tapi dia tertawa juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
PANDORA'S BOX
RomanceSebagai seorang wedding organizer, awalnya hidup Naraya berjalan baik-baik saja. Sampai pada suatu hari, dia bertemu dengan Yausal, cowok dari enam tahun lalu yang pernah membuat dunianya porak-poranda. Sebenarnya Naraya tidak ingin mengacuhkan, nam...