(END-Compeleted)
Tentang Victor yang kekasihnya di kabarkan meninggal satu tahun lalu, namun kematian nya masihlah menjadi misteri yang tidak bisa di ungkap, dan juga tentang kemunculan Alio sebagai murid baru yang wajahnya sangat mirip dengan kekas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tunggu aku di sana."-A**** Chaiden Bert
****
Hari sudah sore dan Victor terus fokus mengajarkan Sava PR Matematika-nya. Sava bahkan sudah mengantuk, ia menguap beberapa kali.
"Ngerti ngnggak lo?" tanya Victor sinis. Victor tengkurap dengan bantal sofa sebagai penyangganya.
Sava mengangguk ragu, ia memang tidak pintar di pelajaran matematika, tetapi Victor selalu memaksanya untuk belajar dan mendapatkan nilai yang bagus.
"Kalau ngerti, gue kasih lo soal sepuluh, terus lo harus kerjain yang bener! Kalau ada yang salah, gue hukum lo berdiri di depan rumah sambil angkat satu kaki lo sampai gue bilang udah! Ngerti!?" Setelah mengatakan itu Victor menulis soal di buku yang biasa suka digunakan Sava saat belajar dengannya.
Sava takut-takut menatap Chyntya sekilas yang sedang mengintip kegiatan mereka, Chyntya menganggukkan kepalanya saat Sava melirik ke arahnya. Menghela napas, Sava kembali menatap Victor yang sibuk membuat soal.
"Inget, ngnggak boleh ada yang salah! Gue kasih waktu lo dua puluh menit," ucap Victor tegas lalu memberikan buku itu kepada Sava.
Victor berdiri dan berjalan ke dapur untuk mengambil air dan jus. Sedangkan Sava berusaha keras untuk menyelesaikan soal yang diberikan Victor.
Victor kembali membawa segelas air putih dan beberapa ciki-cikian. Victor tiduran di sofa sambil menonton film kesukaannya. Sesekali cowok itu memperhatikan Sava yang serius mengerjakan soal.
"Waktunya habis." Victor menekan tombol remote dan akhirnya layar televisi besar yang tadinya menampilkan gambar itu berubah menjadi gelap.
Jantung Sava berdebar kencang, ia masih ragu pada jawabannya, tetapi Victor langsung merebut bukunya. Kakaknya itu memerhatikan jawaban yang diisi oleh dia.
"Nomor tiga sama nomor tujuh salah," ucap Victor yang mampu membuat dada Sava berdetak kencang. Kemarin, baru saja Victor menghukumnya tidak boleh keluar kamar setelah pulang sekolah karena nilainya jelek, sekarang ia dihukum lagi.
Victor melirik Sava. "Berdiri sana di depan rumah, ingat … pake satu kaki!" ucapnya tegas.
Sava menunduk. "Maaf Bang, tapi Sava capek kalau berdiri terus gitu pake satu kaki."
"Ngebantah lo sama gue?!" bentak Victor yang membuat Sava terkejut. "Sana pergi, jalanin hukuman lo!"
Sava menatap Victor dengan tatapan berkaca-kaca, ia sering bertanya-tanya, mengapa Victor selalu memarahinya? Namun, ia tidak pernah mendapatkan jawabannya. Dengan langkah beratnya, ia berjalan menuju teras rumah, melakukan apa yang Victor suruh.
Sementara itu Chyntya menangis di kamarnya, ia tidak tega melihat perlakuan kasar Victor terhadap Sava, tetapi ia tidak bisa apa-apa, ini semua salahnya. Tidak lama, mobil berwarna hitam memasuki pekarangan rumah. Rahangnya mengeras begitu melihat putri bungsunya berdiri dengan satu kaki sambil menangis di teras rumah. Frans keluar dari mobilnya, ia berjalan menghampiri Sava. "Kamu kenapa di sini, Sayang?" tanya Frans meski ia tahu sebabnya.
Sava menghapus air matanya, ia tersenyum menatap Ayahnya. "Sava dihukum Abang, Pah. Tapi Sava ngnggak apa-apa kok, jangan marahin Abang, ya? Soalnya Sava yang salah," ucap Sava.
Frans tersenyum tipis, ia begitu menyayangi gadis kecil di depannya ini, buah hatinya bersama Chyntya, tetapi ia juga sangat menyayangi Victor, buah hatinya bersama mendiang mantan istrinya.
Frans mengusap sayang puncak kepala Sava, kemudian ia berjalan menuju ruang televisi, tempat di mana putra pertamanya sedang asik bersantai.
"Victor, kenapa kamu selalu menghukum Sava?! Apa hanya karena nilainya yang turun atau karena ia tidak bisa mengerjakan soal yang kamu kasih?!" bentak Frans.
Victor terperanjat kaget, tetapi sedetik kemudian ekpresinya berubah datar kembali. "Kenapa? Salah? Saya hanya mendidik Adik tiri saya, apa salah?" Victor duduk, bangkit dari tidur-tidurannya.
"Dia masih SMP!! Cara kamu mendidik dia itu terlalu keras! Bahkan Papa tidak pernah sekalipun menghukumnya!"
"Keras? Dulu Anda bahkan memukul saya saat saya melarang keras hubungan anda dengan Nyonya Chyntya." Victor menatap Frans dengan tatapan tajamnya.
Chyntya yang mendengar keributan di ruang televisi akhirnya berjalan ke sana. "Mas, ada apa ini?" tanya Chyntya.
Frans meraup wajahnya frustasi. "Tidak ada apa-apa, ayo ke kamar." Frans menggandeng tangan Istrinya menuju kamar mereka. Sedangkan Victor berdecih jijik melihatnya.
"Selingkuhan, kamvret! Harusnya lo yang mati, bukan nyokap gue!"
****
"Halo?" sapa Alio kepada seseorang di seberang sana.
"Lio, do you miss me?"
Alio terkekeh kecil. "I'm kidding, i really miss you, guys."
Tampak seseorang di seberang sana kesal mendengar jawabannya. "Oh, you're so mean, baby. You know, we miss you here."
Alio terkekeh kembali. "I'm kidding, i really miss you, guys."
"Alright, have you met my friends there?"
"Yes, I met, they are very kind and friendly to me." Alio memang beberapa kali bertemu dengan mereka dan memang benar, mereka sangat baik dan ramah terhadapnya.
"I'm relieved, at least my war princess will have someone to look after her." Seseorang di seberang sana menghela napas lega.
"Yes, they even helped me."
"Thank God, then wait for me there."
"Yes, i will always wait."
"Alright, i'm closing, it seems like my credit is up."
Alio terkekeh kecil. Menelpon dari luar negeri memang membutuhkan pulsa yang banyak. "Okay.”
*****
Jangan lupa untuk vote koment.
Aku akan update setelah mencapai 35 vote, dan 20 komentar 😊