(END-Compeleted)
Tentang Victor yang kekasihnya di kabarkan meninggal satu tahun lalu, namun kematian nya masihlah menjadi misteri yang tidak bisa di ungkap, dan juga tentang kemunculan Alio sebagai murid baru yang wajahnya sangat mirip dengan kekas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jangan banyak ngatur sama orang, kalo lo belum bisa ngatur diri lo sendiri."
~Aliovera Martadanita
****
M
alam ini pukul 21:16 WIB, Alio baru menginjakkan kakinya di rumah. Dengan langkah berat Alio melangkahkan kakinya menuju kamarnya. "Dari mana, Alio?" Suara bariton terdengar menginterupsi langkah Alio.
Alio yang baru saja akan melangkahkan kakinya menuju tangga, sontak berbalik. "Habis main sama temen baru."
"Siapa temen kamu?" tanya Indra, Ayah Alio.
"Hm, ah? Siapa ya?" Alio menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Jangan-jangan, temen-temen motor kamu? Kamu ini gimana, sih? Hilangin dong kebiasaan kamu di Jerman, ngnggak kapok dikeluarin dari sekolah terus?" Indra memijat pelipisnya.
"Kenapa, Pah?" tanya seorang wanita setengah paruh baya dengan suara lembut, ia berjalan ke arah suaminya dan memegang pundak suaminya.
"Ini loh, Alio, masa dia baru pindah sudah punya temen-temen geng motor lagi!"
"Loh, Sayang, kamu temanan lagi sama anak geng motor?" tanya Rena—Ibu Alio—kepada putri bungsunya.
"Engnggak kok Mah," elak Alio. "Aduh, kepala Alio … pusing. Alio ke kamar dulu ya, bye, Mah, Pah." Alio berlari secepat kilat menuju kamarnya di lantai dua, mencoba menghindari segala macam pertanyaan yang akan terlontar dari mulut kedua orang tuanya.
"Yang cowok ikut geng motor, yang cewek juga ikut geng motor." Indra menggelengkan kepalanya tidak percaya, ia memijat pelipisnya lagi.
"Wajarlah, ketularan dari kamu," sahut Rena.
"Tapi ‘kan, Ver—" Baru saja Indra ingin melanjutkan ucapannya, tetapi urung melihat perubahan raut wajah istrinya. "Maaf," lirih Indra menyesal.
Rena mendongkak dan tersenyum. "Ngnggak apa-apa Mas, sudah seharusnya kita mengikhlaskannya.”
****
Alio menatap ke sekeliling kantin, penuh. Ia menangkap tempat kosong yang berada di pojok, kemudian ia melangkah ke sana diikuti teman-temannya.
"Kita duduk di mana?" tanya Mars.
"Duduk disitu." Alio menunjuk meja di pojok yang tampak kosong.
"Eh, lo jangan gila, itu tempat nongkrongnya inti Street Tiger." Halang Julia, ia tidak mau cari gara-gara dengan mereka berenam.
"Sans aja kali, emang sekolah ini punya nenek moyang dia?" Alio mendudukan dirinya di kursi pojok dengan santai.
"Aduh Lio, pindah aja yuk!" Mars menarik tangan Alio. Alio memutar bola matanya. "Di mana? orang udah penuh semua, kok." Alio menepis tangan Mars.
"Woy!" Victor menggebrak meja yang berada di depan Alio membuat semua pengunjung kantin menoleh ke arah mereka.
Alio menatap malas Victor. “Kenapa lo? Dateng-dateng, marah-marah," kata Alio jengah.
"Lo tahu ngnggak? Kalau—"
"Engnggak!" sahut Alio cepat, memotong ucapan Victor.
"Yang lo dudukin itu tempat kita! Jadi gue minta sama lo, jangan nginjekin kaki lo di sini!" kata Victor tajam.
"Gue ngnggak nginjek tuh." Alio memasang wajah tanpa dosanya. “Kalau gue nginjek itu gini." Ia naik ke atas bangku dan menginjak meja dengan sepatunya.
Mata Victor berkilat marah, ia menarik tangan Alio kasar. “Sini lo!"
"Aduh, biasa aja dong, jangan kasar-kasar, jadi cowok kok kasar banget." Alio mencoba melepaskan tangannya dari cengkeraman Victor.
"Gila tuh cewek berani banget," bisik Daniel kepada Venus.
"Iya duh, barbar." Venus balik berbisik.
"Mau lo itu apa sih? Kemarin lo buat gue dihukum sama guru BK, sekarang lo juga nempatin tempat duduk gue sama temen-temen gue! Cari gara-gara terus ya, lo!" cecar Victor menatap Alio dengan pandangan berkilat marah.
Alio menatap tajam mata Victor yang menatapnya marah. “Terserah gue dong mau ngelakuin apa? Lo ngnggak berhak ngatur-ngatur hidup gue!" balas Alio tajam.
"Lo ya!" Victor menunjuk Alio murka. "Gue perintahin ke lo buat jangan macem-macem sama gue!"
Alio menepis tangan Victor yang menunjuknya. “Jangan banyak ngatur sama orang, kalo lo belum bisa ngatur diri lo sendiri!" Alio menunjuk dada bidang Victor dengan jari telunjuknya. "Gue cabut dari sini bukan berarti gue takut sama lo!" Alio melangkah pergi dari kantin dengan senyum yang tersungging di bibirnya. Mars dan Julia sampai kehilangan muka melihat kelakuan temannya itu, kemudian mereka berlari menyusul Alio, sempat-sempatnya Mars melakukan kiss bye kepada Venus yang dibalas sama oleh Venus. Kesal, Julia langsung menarik tangan Mars.
****
"Pagele, indomie soto satu sama es teajus ya, Pak," kata Daniel yang nyelonong masuk ke dalam warung. Kini hari sudat larut, seperti biasa mereka nongkrong di warung Pagele.
"Iye, bikin sendiri aje lo sono, gue ribet nih banyak bener yang mesen," kata Pagele dengan logat khas betawi.
"Asyiapp." Daniel mulai merebus mienya dan menyeduh es teajusnya.
"Bikin apaan lo, Niel?" tanya Venus yang berdiri di belakang Daniel.
"Indomie, lo mau?" tanya Daniel.
Venus mengangguk. “Boleh deh, indomie geprek ya." Venus menepuk pundak Daniel dan keluar dari dalam Warung Pagele menuju teman-temannya yang sedang memperbincangkan sesuatu.
"Woy, Bro! Ngobrolin apaan lo pada?" tanya Venus yang mendudukkan dirinya di antara teman-temannya.
"Biasa, Mortem, lo inget ngnggak kejadian satu tahun yang lalu? Masih teka-teki ngnggak sih? Bahkan kita belum nemuin jasad—" Avlino membekap mulut Romeo dengan cepat.
"Inget, Bro! Jangan sebut nama dia di depan Victor," bisik Avlino di telinga Romeo.
Romeo cengengesan. “Iya-iya sorry, aing khilaf," katanya mengacungkan dua jarinya berbentuk peace.
"Iya, kita belum nemuin jasad dia, dan pencarian jasad dia baru dihentikan satu bulan yang lalu. Karena polisi ngnggak nemuin apa-apa di dalam rumah dia, bahkan polisi udah cari ke sekitar komplek." Adrian menundukkan kepalanya, ia mengepalkan tangannya.
"Gue nyerah," kata Victor membuat perhatian mereka teralihkan ke arahnya.
"Maksud lo, Bos?" tanya Avlino tidak mengerti. Namun, Victor memilih tidak menjawab, ia melangkahkan kakinya menuju motornya dan melenggang pergi meninggalkan Warung Pagele.