10. Dendam Terbaik

48 7 0
                                    

Sudah cukup rasanya kutukan yang dilontarkan para murid untuk Jova. Cewek yang tidak punya salah apa-apa itu hanya dalam beberapa hari berubah jadi manusia paling menjijikan di SMA Cendekia. Hanya masalah mengutarakan perasaan entah mengapa bisa menjadi seperti ini.

Sudah lima belas menit sejak bel pulang berbunyi, tetapi Jova masih setia duduk di bangkunya. Kelas sudah kosong, teman-teman Jova juga sudah pulang lebih dulu.

Cewek itu melengos panjang. Dia berdiri dan akhirnya memilih pulang saat merasa sekolah sudah cukup sepi. Namun, langkah Jova terhenti tepat di depan pintu. Dia melihat Aliya berjalan ke arahnya dengan ekspresi keruh.

Kaki Jova rasanya tidak bertulang, dia berpegangan di pintu agar tidak jatuh. Ekspresi Aliya menjelaskan bahwa bukan hal baik yang membawa si kakak kelas itu menghampirinya.

"Eh, Hitam!" bentak Aliya. "Lo tadi ngapain berduaan sama Foza?!"

Jova tidak berani membalas tatapan Aliya, dia menunduk. "Nggak kok, Kak," jawab takut-takut, suaranya bergetar.

"Gue lihat, nggak usah ngelak!" Aliya mendorong bahu Jova, membuat cewek yang sudah tidak punya tenaga itu termundur dengan mudah.

"Aliya!"

Panggilan itu membuat Aliya menoleh. Dia sedikit terkejut melihat Arion berlari kecil ke arahnya dan Jova, cowok itu membawa buku di tangan.

Jova yang melihat kehadiran Arion semakin berjalan mundur. Mengingat yang diucapkan Arion tadi membuat perasaan Jova semakin menciut. Dia tidak pede.

"Aliya, lo ngapain?"

"Marahin dialah, udah deketin pacar gue." Aliya menunjuk Jova kesal dan siap memberi pelajaran.

Arion memijat pelipisnya. "Ali—"

"Lo mau belain dia, Ar?" tanya Aliya dengan nada mengejek. "Serius?"

Arion tidak menjawab. Dia melihat ke arah Jova, rasa iba merasuki dirinya ketika melihat cewek itu menunduk. Ditambah tangan Jova yang mengusap pipi, sudah pasti dia menangis—lagi. Arion tahu Jova ketakukan.

Arion membuang napas berat. "Bukan gitu," kilahnya.

"Terus?" desak Aliya, "gue cuma mau minta penjelasan kenapa dia godain cowok gue sampai dibawain minum segala." Mata Aliya kembali menatap Jova. Dia mendekati cewek itu.

Jova memaki dirinya dalam hati, harusnya dia pulang saja sejak tadi. Bukannya menghindari olokan orang, yang ada dia mendapatkan hal yang lebih parah daripada itu.

"Bisu lo?!" Aliya kembali mendorong bahu Jova.

"Gue ngg—"

"Aliya!"

Lagi, nama Aliya dipanggil. Jova yang mendengar itu pun berhenti bicara. Suara itu, Jova mengenalnya. Sangat. Suara menyebalkan yang selalu berakhir membawa Jova dalam masalah.

"Foza?" Aliya terheran karena pacarnya itu masih di sekolah.

Tanpa bicara apa-apa, Foza menarik lengan Aliya untuk pergi. Tubuhnya melewati Arion dan sedikit menabrak bahu cowok itu.

"Za, kenapa, sih?" Aliya berontak dan melepas paksa cengkeraman Foza di tangannya, tetapi gagal.

"Ayo, pulang," ajak Foza dengan suara pelan, tetapi penuh penekanan. Dia menatap Aliya tajam, tanda tidak ingin dibantah.

"Belum selesai, gue harus ngomong sama dia dulu."

"Buat apa, sih, Aliya?" tanya Foza, nada bicaranya benar-benar tidak bersahabat. "Udah gue jelasin 'kan dia nggak ganggu gue!"

C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang