13. Pacaran?

49 6 0
                                    

Jova melangkah malas menuruni tiap anak tangga. Dengan tatapan mata yang terarah ke bawah dan kosong, jelas sekali wajah itu memancarkan kesedihan. Begitu kakinya melangkah berbelok arah, tiba-tiba sebuah tangan menarik lengannya secara paksa.

"Aw!" pekik Jova kaget. Dia langsung kesal setelah mengetahui pelaku penarikan itu adalah Foza.

"Apa?" tanya Foza tanpa merasa bersalah ketika mendapati raut wajah Jova terlihat sangat kesal. Cewek it mencebik dan tatapannya sadis.

"Sekarang lo mau jadi jalangkung?" sungut Jova.

Foza mengerutkan kening bingung. "Kenapa?"

"Datang tak diundang pulang tak diantar," celetuk Jova, tetapi tidak sebercanda kedengarannya.

Foza terkekeh. "Gue, tuh, kangen banget kalau sehari aja nggak jailin lo."

Suasana hati Jova sedang sangat buruk. Pikirannya kacau mengingat obralannya tadi bersama Via yang mengaku-ngaku pacar Arion. Cemburu? Mungkin tidak pantas untuknya menyandang istilah itu. Namun, memang itulah yang dia rasakan sekarang.

"Kesurupan jalangkung beneran, lho, bengong gitu."

Jova menghela napas panjang. Dia pun mengambil jarak dari Foza. "Jangan ikutin gue," katanya dengan suara parau, tetapi tegas.

Foza tidak mengindahkan ucapan Jova, dia justru menahan tangan Jova dan mengamatinya. "Kulit lo beneran dekil, ya."

Cewek itu memutar mata malas, lalu menarik paksa tangannya. "Kalau lo ke sini cuma buat menghina gue, mending lo pergi, deh," usir Jova, "gue males berurusan sama lo."

"Kalau gue ke sini mau jadiin lo pacar gue, gue harus gimana?" Foza cengar-cengir. Mukanya sangat menyebalkan di mata Jova.

Netra Jova terpancar tajam menatap Foza. Percaya? Sama sekali tidak. Dia tahu ucapan Foza hanyalah lelucon. Sama seperti Foza biasanya yang jail, ucapan tadi itu salah satu kejailannya.

"Jangan ikutin gue!" tegas Jova sekali lagi. Dia pun mulai melangkah meninggalkan Foza. Baru beberapa langkah saja cewek itu. bergerak, kembali dia mendengar teriakan Foza.

"Jova! Lo harus jadi pacar gue!"

Kaki Jova sontak berhenti ketika mendengar kalimat itu. Foza dan kejailannya memang tidak bisa dia tebak. Mata Jova membulat saking kagetnya. Mulutnya menganga tidak mampu berkata-kata. Dia pun kembali memutar tubuh. "Lo ...." Jova tidak melanjutkan kalimatnya ketika tidak sengaja melihat Arion melintas di belakang Foza.

Senyum penuh kelicikan itu terpancar di sana, di wajah Foza. Ya, Jova sadar apa yang tengah terjadi. Foza sengaja memanas-manasi Arion.

Ketika Arion akan melanjutkan langkah, sekali lagi Foza berucap tegas. Jova membenci itu, rasanya dia ingin merobek mulut Foza sekarang juga.

"Foza nggak pernah menerima penolakan asal lo tahu aja. Jadi, mau nggak mau lo harus jadi pacar gue."

Arion kembali menghentikan langkah. Matanya menatap Jova yang juga tengah menatapnya.
"Gue nggak mau jadi pacar lo," tolak Jova.

"Kan gue udah bilang kalau gue nggak menerima penolakan. Dan itu tadi bukan permintaan tapi pernyataan. Mulai detik ini, lo adalah pacar gue."

"Gue dekil, gue hitam, gue cupu, gue jelek, dan lebih buruk dari Kak Aliya. Gue nggak pantas jadi pacar lo." Jova seakan tercekik dengan ucapannya sendiri. Kata-kata itu bukanlah untuk Foza, tetapi memang sengaja ditujukan untuk Arion. Dan, itu juga kalimat penolakan teraneh untuk Foza.

Di sana, Arion hanya menyimak tanpa mampu berucap. Meski dia ingin enyah dari tempat itu, tetapi langkahnya terasa berat. Perasaannya tidak karuan. Entah mengapa dia merasa sangat tidak terima dengan semua perkataan Foza. Seandainya bukan karena sebuah nama, Arion pasti sudah menyerang Foza sekarang.

C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang