03. Berjuang

112 9 0
                                    

Arion menatap sendu wajah pucat pasi yang terbaring di hadapannya. Dia sangat khawatir sampai-sampai tidak tega meninggalkan cewek itu sendirian di UKS, padahal dia harus kembali ke lapangan untuk menyelesaikan seleksi anggota. Sekarang Arion jadi bimbang, antara ke lapangan atau menemani Jova.

Tidak.

Dia tidak akan meninggalkan Jova. Apalagi dengan keadaan Jova pingsan seperti ini. Bagaimana kalau terjadi apa-apa? Pastilah Arion harus bertanggung jawab.

Mata Arion melebar begitu mendapati tubuh Jova menggeliat. "Jova," panggilnya pelan.

Tidak dapat dipungkuri, ada perasaan lega yang hinggap di hati Arion. Ditatapnya lekat wajah cewek itu sembari meremas tepi dipan.

Pelupuk mata Jova terlihat mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya terbuka sempurna. Saat sadar siapa yang ada di hadapannya, sontak mata Jova melebar. Entah harus menganggap ini keberuntungan atau musibah, yang jelas Jova tidak ingin bertatapan dengan Arion dalam keadaan sekacau dan sedekat itu.

Telapak tangan Jova langsung menutup wajahnya. Kacau, jantungnya mungkin sebentar lagi akan loncat dari tempatnya kalau sampai dia memaksa menatap Arion.

Sedangkan cowok itu jadi sedikit menjaga jarak. Bingung dan merasa bersalah karena bagaimanapun juga dia bertanggung jawab atas keadaan Jova sekarang. 

"Kenapa? Ada apa? Muka lo sakit?" tanya Arion dengan raut wajah flat.

Jova hanya menggeleng tanpa bersuara, masih dengan tangan menutupi wajah.

"Terus, kenapa?" Arion semakin dibuat bingung dengan tingkah cewek itu.

Dan lagi-lagi Jova hanya menggeleng.

"Jangan bertingkah aneh, deh." Arion sedikit meninggikan suaranya. "Jova!" panggilnya.

Jova tetap menggeleng.

"Gue bakal marah kalau lo tetep kayak gini," ancam Arion.

Kembali tidak mendapat respons, cowok itu berdecak. "Jov," panggil Arion lagi karena sialnya Jova tetap menutup wajahnya. "Oke, gue marah."

"Jangan marah sama Jova, Kak," cicit cewek itu, tetapi tangannya masih menutup muka.

Arion berdecak. "Lo nggak menghargai gue di sini. Nggak sopan namanya."

"Jova ... Jova malu," kata cewek itu lirih.

Kening Arion berkerut samar. "Kenapa?"

Malu? Tentu saja kata itu membuat Arion bingung karena keluar dari mulut seorang Jova. Cewek yang baru sekolah di SMK Cendekia, tetapi berani-beraninya menyatakan cinta pada Arion tanpa pikir panjang. Lalu, sekarang dia bilang malu, Arion benar-benar tidak mengerti dengan isi kepala cewek di hadapannya ini.

"Jova malu-maluin. Mending Kak Arion balik aja ke lapangan. Nggak usah nungguin Jova," tutur Jova memohon.

"Buka tangan lo," pinta Arion masih dengan mempertahankan ekspresi datarnya.

"Enggak mau. Jova malu."

"Malu kenapa? Ayo, buka."

Akhirnya Jova mengalah, dia sedikit demi sedikit menurunkan tangannya, tampak kedua mata cewek itu mengintip. Rasa panas berhasil menembus kulit wajah Jova saat melihat tampang Arion yang datar sedang menatapnya. Jantung Jova berpacu cepat. Entah mengapa kalau di dekat Arion jantungnya tidak bisa tenang.

C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang