21. Pulang Bareng

52 7 3
                                    

Sepasang netra itu liar menyapu setiap sudut sekolah. Begitu sosok yang dicari tidak ada, Jova kembali berlari. Seandainya dia memiliki mata seperti mata Hyuga milik Hinata, sudah pasti cukup berdiri dan bahkan penglihatannya bisa tembus tembok. Ah, hanya imajinasi, sangat mustahil.

Dada Jova naik turun mengatur napas. Dia sedikit lega ketika mendapati Foza sedang duduk di sebuah anak tangga. Langkahnya semakin berat meski tidak berlari lagi, ada perasaan risau yang menjalar di dadanya. Perasaan yang Jova tidak mengerti apa artinya, terlalu asing. Cewek itu melangkah pelan menghampiri Foza. Cowok itu terlihat muram.

"Ehem."

Foza tidak menoleh, tetapi dia terlihat mengintip dari ekor matanya. Jova pun duduk di samping Foza tanpa meminta izin, karena dia yakin Foza tidak akan melarang. Cewek itu tidak langsung bicara, ia menunggu respons Foza.

"Ngapain lo ke sini? Nggak bareng sama Arion?" Suara Foza terdengar ketus dan menyindir. Tidak biasanya cowok itu seperti ini. Foza yang biasanya blak-blakan dan berisik. Mana tatapan jahilnya? Tidak ada, sudah hilang entah karena apa.

"Gue ...." Jova jadi ngeri sendiri jika menebak-nebak bagaimana reaksi Foza jika dia meminta maaf. Cewek itu menggigit bibir bawah, menggantung ucapannya.

"Iya, lo kenapa?" tanya Foza tidak sabar dan ketus. Masih sebal dengan cewek itu. Dia melirik Jova sebentar, lalu berpaling kembali.

"Gue minta maaf," cicit Jova. Cewek itu tidak menatap Foza. Demi penjual cilok yang setiap ditunggu pasti tidak datang, Foza sangat malu sekarang.

Foza menoleh dan menatap jail ke arah Jova. Walaupu terkejut, ia yakin telinganya masih sehat. "Apa? Gue nggak denger?" tanyanya.

Sudah Jova duga kalau Foza pasti akan menyebalkan. Cowok itu tetaplah Foza. Memangnya apa yang Jova harapkan? "Gue minta maaf," ulang Jova.

"Nggak, ah. Lo nggak ikhlas minta maafnya."
Sekarang Jova benar-benar merasa menyesal sudah memutuskan untuk minta maaf. "Ya udah, kalau nggak mau maafin." Cewek itu memilih berdiri. Meladeni Foza memang tidak pernah ada habisnya. Menghampiri cowok itu adalah kesalahan besar. Jova bodoh karena terhasut oleh teman-temannya.

Foza langsung mencekal lengan Jova. "Mau kemana? Lo sebenarnya niat minta maaf apa nggak, sih?" tanya Foza. Dia mendongak menatap cewek itu yang kini berdiri di tangga. Mendapat tatapan kesal yang tidak asing, Foza tersenyum.

Cewek itu mendesah lalu kembali duduk. "Ya, niat. Tapi lo malah kayak gitu!" gerutunya.

"Kayak apa?"

"Nyebelin."

Foza terkekeh. "Lo jadi minta maaf nggak?" ulangnya lagi.

Jova mengulurkan tangan kanannya. "Maafin gue."

"Udah, gitu doang?" tanya Foza dengan mengerutkan keningnya. Merasa kurang.

"Terus?" Jova menurunkan tangannya karena dianggurin. "Jangan cari kesempatan dalam kesempitan."

"Ikhlas nggak?"

"Iya, ikhlas," jawab Jova malas-malasan.

Foza memiringkan kepalanya menatap Jova. "Ikhlas apa?"

"Ikhlas minta maaf," geram Jova.

"Ya udah, ulangin yang ikhlas."

Kening jova mengerut, bibirnya manyun. Dia menarik napas dulu mengambil ancang-ancang. "Foza, gue minta maaf. Karena tadi gue kasar sama lo. Walaupun apa yang lo lakuin itu tetap nggak bener. Tapi gue harusnya terima kasih kata teman-teman gue. Makasih udah bantuin gue."

Tiba-tiba kedua tangan Foza hinggap di pipi Jova dan mencubitnya, hingga cewek itu mengerucutkan bibir. "Gue gemes banget sama lo. Pengin gue tampol," celetuk Foza.

C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang