12. Pacar Arion

48 6 0
                                    

Dengan langkah terseok-seok, cewek itu terpaksa mengikuti Foza yang menariknya tanpa izin. Jova masih kebingungan karena ditarik oleh cowok itu tiba-tiba. Namun, dia sama sekali tidak bertanya karena melihat rahang Foza yang mengeras. Hal itu adalah tanda bahwa Foza sedang menahan emosinya.

Sebenarnya Jova tidak begitu mengerti mengapa Aliya dan Foza bertengkar. Dia pun sama sekali tidak pernah ada niat mengganggu Foza apalagi merebut pacar Aliya itu. Alasan utamanya adalah karena Foza menyebalkan dan selalu mengganggunya. Ada pun alasan lain, yaitu karena saat ini perasaan sukanya hanya untuk Arion.

Foza menarik Jova ke koridor lantai dua yang sepi, tempat itu jarang dijamah para murid. Bisa dibilang di sana adalah markas anak-anak nakal yang suka merokok diam-diam.

Foza menatap Jova dengan tatapan tidak biasa. Tidak ada tatapan jahil seperti yang sering Jova lihat. Dia menatap penuh tanya ke arah cowok jangkung di hadapannya itu. Mata Jova jatuh pada tangan Foza yang masih mencengkeram pergelangan tangannya erat. Ketika menyadari itu, Foza langsung menarik tangannya.

"Kenapa lo bengong?" tanya Foza ketus.

"Lo, tuh, aneh. Jangan bawa-bawa gue ke hubungan lo, deh!" tegas Jova. Bodo amat sama sopan santun kalau yang dihadapi orang seperti Foza.

"Sayangnya lo udah terlanjur masuk," ujar Foza dengan nada sok menyesal. Sangat menyebalkan di telinga Jova.

"Apa salah gue?" tanya Jova kesal. "Lo duluan yang suka ganggu gue!"

"Mulut lo udah berani sekarang, ya!" Foza menyeringai, tetapi Jova sama sekali tidak takut.

"Ngapain gue takut? Sama-sama makan nasi!"

"Diam nggak?!"

"Nggak!"

"Diam atau gue yang bikin lo diam?"

Jova terkekeh meremehkan mendengar ancaman itu. Dia memutar bola mata, sungguh muak menghadapi cowok itu.

"Mulut-mulut gu—"

Ucapan Jova terhenti saat tiba-tiba Foza menunduk, menghapus jarak di antara mereka. Wajah mereka sangat dekat sampai-sampai Jova bisa merasakan napas cowok itu. Jova terkejut bukan main, matanya membulat menatap Foza.

Ada banyak sumpah serapah serta cacian yang ingin Jova keluarkan untuk seorang Foza saat ini, tetapi semua kata-kata itu tersangkut di tenggorokannya. Melihat wajah Foza sedekat ini membuat bulunya berdiri, sialan.

"Masih mau berisik?" tanya Foza tanpa menjauhkan wajah mereka. Dia tersenyum puas melihat ekspresi ketakuan siswi di hadapannya.

Jova tidak menjawab, hanya menggeleng patah-patah sebagai respons. Dia juga tidak bergerak banyak, takut kalau dia melakukan itu wajahnya dan Foza akan ... ah, begitulah. Jova tidak tahu seberapa nekat cowok di hadapannya ini, tetapi Jova tahu seberapa buruk sifatnya. Karena itu, untuk kali ini Jova akan mengalah.

Akhirnya Foza kembali membuat jarak. Dia bersandar di tembok koridor. Matanya tidak lagu menatap Jova, melainkan menatap koridor kosong di sisi kanannya.

"Kalau Aliya ganggu lo lagi, bilang sama gue." Tidak ada penekanan di nada bicara Foza, malah Jova merasakan ketulusan dari nada bicara itu. Nada rendahnya membuat suara cowok itu terdengar semakin berat.

Kedua alis Jova mengerut. "Maksudnya? Gue nggak punya masalah, tuh, sama dia."

Foza yang mendengar itu memejam kesal. Dia memijat pelipis sebentar, lalu memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. "Lo emang aslinya bego, ya? Udah dekil, bego lagi! Apa, sih, kelebihan lo?" tanyanya sambil menatap Jova tajam.

C H E M I S T R Y ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang