° 22 °

189 45 3
                                    

"Jadi apa aja yang udah lo cari tahu?" Juna membuka percakapan.

"Bentar mikir dulu," Shasha kembali mendekat pada papan tulis.

Beberapa waktu lalu, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk pindah ke kamar Juna. Ya, karena semua hal tentang kejadian tersebut laki-laki itu simpan di kamarnya.

"Loh, lo belom tau yang bunuh siapa?" gadis itu terdiam pada satu titik, "tapi ko udah bisa nyimpulin dalang dibalik semuanya?"

"Hasil pengamatan gue tuh 70% fakta 30% deduksi," Juna menyahut dari posisi duduknya.

"Dih anjrit kayak cewe banget dah lu, pakenya feeling bukan fakta," Shasha mencibir.

"Bawel banget nih maemunah," Juna melempar kertas yang telah ia remas ke kepala Shasha, membuat gadis itu kesal.

"Lo napa si, kalo sama gue aja bacot banget rusuh, giliran sama orang lain itu muka lempeng banget 11 12 sama tembok," gadis itu menghentak kesal namun ikut duduk di bibir kasur.

"Ya gapapa, respon lo lucu soalnya," laki-laki itu berucap enteng.

Tidak tahu saja dia, bahwa ada hati yang berpacu saat dia berkata demikian.

Juna menyadari omongannya baru setelah beberapa lama hening melanda.

"E-eh maksudnya lo kocak kayak nenek lampir kalo marah," laki-laki itu kembali berucap salah tingkah.

"Ihh apasii!" Shasha kembali berujar kesal.

"Ini kenapa malah jadi beda topik si," Juna menempeleng kepala gadis di sebelahnya pelan.

"Ye ngeselin banget si anjing," Shasha mendorong Juna hingga oleng.

"Astaga, kasar amat si jadi cewe. Padahal kan lo lagi mode Shasha bukan Kara," Juna memilih untuk menjauhkan dirinya dari jangkauan Shasha dan duduk di kursi belajarnya.

"Kalo sama lo gaada Shasha gaada Kara soalnya lo ngeselin," gadis itu berucap dengan mengerlingkan matanya.

"Iye iye bawel, tadi lo mau ngomong apaan," laki-laki itu menyenderkan punggungnya.

"Gue akui walaupun yang lo tempel di sana tebakan beruntung tapi bener si, soalnya waktu itu gue liat yang bunuh itu ada tato rasi bintang di samping mata kakinya," Shasha berucap.

"Terus?" Juna membalas.

"Pas gue selidikin lagi ternyata itu perusahaan keamanan punya Ekawira," gadis itu menatap nyalang ke papan tulis.

"Terus?"

"Terus apa?" gadis itu berucap bingung.

"Udah itu aja?" Juna kembali bertanya memastikan.

"Iya," Shasha menatap Juna bingung.

"Dih pea kalo itu mah gue juga tau, gaada pentingnya," Juna mengucap jengah.

"Lah kalo lo tau kenapa ga di taroh di situ anjrit?" kesabaran gadis itu sepertinya sebentar lagi akan habis.

"Ya karena itu tebakan gue doang hehe, gue kira lo bakal ngasih tau yang lebih penting gitu. Lo ada hal lain ga?" Juna menatap Shasha bertanya.

"Ga ada," gadis itu mengerjap.

"Ga guna banget dah lo," Juna kembali melempar kertas dari atas mejanya.

"Dih anjrit, kan yang ngajakin kerja sama lo pea, kenapa malah ngomel ke gue si," gadis itu berujar kesal.

"Udahlah sekarang lo gue anterin pulang aja udah jam segini," laki-laki itu bangkit dari kursinya dan meraih kunci motor.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang