° 15 °

264 60 1
                                    

Parkiran motor sekolah menengah itu tampak sudah lengang. Bel pulang yang sudah berdering dari satu jam yang lalu membuat kedua orang di parkiran itu dapat tersenyum lebih lega. Tidak, ini bukan cerita tipikal dimana sang gadis akan di labrak oleh salah satu fans dari si laki-laki. Murid sekolah mereka tidak segila itu. Angka permasalahan seperti tindak laku perundungan terhitung rendah di sekolah itu.

Hanya saja ingat bagaimana Shasha sangat menghindari atensi orang lain bukan? Ia tidak ingin menjadi buah bibir karena menjadi gadis pertama yang terlihat pulang bersama Juna. Laki-laki yang terkenal dingin ke semua gadis. Ya paling tidak dia tidak ingin ketahuan sekarang, kalau bisa mengulur waktu kenapa tidak.

"Nih," gadis itu menatap bigung helm di tangannya, ia tidak tahu jika Juna ternyata selalu membawa helm dua.

"Gausah bingung, tadi gue minjem sama Sunu," laki-laki itu menaikkan alisnya.

"Jun, Jun, nundukan deh sinii," gadis itu berjinjit meraih telinga sang lelaki untuk membisikkan sesuatu.

Setelah bisikan beberapa kata itu sang laki-laki terkejut menatap gadis di sebelahnya. Menolak keras ucapan sang gadis.

"Ihh kan janji kemana aja Jun," gadis itu menekuk bibirnya.

Sang pemuda mendecak, dia memang harus belajar untuk tidak sembarang menebar janji. Gadis di depannya ini nyatanya sungguh merepotkan.

Ia hanya bisa mengangguk pasrah mengiyakan permintaan sang gadis. Mereka langsung berangkat meninggalkan parkiran setelah sedikit drama tentang sang gadis yang takut terjatuh karena tidak bisa berpegangan pada apapun. Motor W 175 itu tidak memiliki pegangan di bagian belakang, tapi sang laki-laki juga tidak mau gadis itu berpegangan di pundak seperti tukang ojek. Akhirnya perdebatan kecil itu selesai dengan sang gadis yang berpegangan pada tas laki-laki itu, walau masih ragu akan keselamatannya.

"Aaa sini ke mama, gemes banget si kamu gembull," gadis itu berucap senang.

Juna menatap sisi baru Shasha aneh. Ternyata gadis yang sedang bersamanya ini memiliki perasaan hangat juga, ia kira itu hanya sebagai kedok. Laki-laki itu sudah bosan dengan ponselnya dan memilih untuk meperhatikan sang gadis.

"Apa lo liat-liat?" gadis itu berucap galak.

"Dih geer banget, orang gue liatin kucingnya," laki-laki itu mendengus saat tertangkap basah.

"Ya kucing yang lain masih banyak, kenapa harus yang ini si?!" Shasha berkata galak, jujur ia tidak nyaman di perhatikan sedari tadi.

"Gue maunya liat yang itu, mau apa lo?" laki-laki itu berkata acuh.

"Udah lo makan kek, ngapain kek, jangan liatin gue pokoknya?!" gadis itu berucap lagi.

Sedari pulang sekolah tadi, Juna harus terjebak di sebuah kafe yang di penuhi oleh hewan berbulu seperti di tangan Shasha sekarang. Ya, gadis itu memiliki keinginan aneh untuk mampir ke Cat Cafe yang membuat mereka sempat bertengkar tadi.

Ia tidak memiliki dendam dengan kucing, hanya saja kenapa ada orang yang nyaman makan dengan begitu banyak kucing di sektirnya. Hal itu sangat mengganggu dirinya sedari awal.

"Gue bosen Sha," laki-laki itu tak kunjung berhenti mengeluh.

"Sabar napa si?" gadis itu tidak berniat untuk mengalihkan perhatian dari kucing di pangkuannya.

Juna akui walau ia tidak menyukai berada di tempat ini, ada perasaan aneh yang menyelimutinya setiap memperhatikan gadis di depannya. Laki-laki itu berpikir mungkin itu perasaan senang? Entahlah, sudah lama sekali dia tidak berhubungan dengan orang lain tanpa harus membuat tembok.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang