Shasha menginjakkan kaki di koridor saat jam sudah menunjukkan waktunya masuk sekolah. Ia melangkah sedikit menghentak. Shasha tahu hal kemarin sangat mengguncang Juna, tapi kan bisa laki-laki itu memberitahu jika tidak ingin menjemputnya. Pasalnya Shasha menunggu seperti biasa takut Juna menjemput. Gadis itu juga tidak berani mengirim pesan duluan, ya alhasil dia jadi datang siang.
Rasanya semesta sedang mempermainkan gadis itu. Bagaimana bisa orang yang sedang dipikirkannya itu, sekarang malah berjalan tak jauh darinya. Mengharuskan mereka untuk saling berpapasan.
Juna menepuk pundak Shasha saat mereka bersisian, "Nanti pulang bareng," ucapnya lalu pergi.
Gadis itu sempat terhenti sebentar di tempatnya. Pasalnya saat ini koridor sedang ramai dan sudah pasti ia akan menjadi buah bibir, mengingat Juna berucap padanya dengan berbisik sedikit mendekatkan mulutnya pada telinga gadis itu.
Pandangan gadis itu terjatuh pada pintu kelasnya yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Tiba-tiba Shasha merasa waswas saat menatap kelasnya.
Ah, Shasha lupa jika kemarin ia kabur dari teman-temannya saat Juna menghampiri ke kelas. Ia pasti akan dibombardir berbagai pertanyaan sehabis ini.
"Ah anjrit bisa-bisanya gue lupa nyiapin jawaban ngeles," Shasha merutuk dalam hati mengingat kebodohannya.
"Yaudala belgi aja," ucap gadis itu pelan lalu menghela nafas.
Shasha meyakinkan langkahnya. Ia berusaha menampakkan dirinya yang biasa, ramah dan berisik. Berharap teman-teman berisiknya itu tidak ingat dan akan diam tanpa bertanya.
"GUWD MOWNINGG!" Shasha tersenyum lebar masuk ke kelasnya.
Teman kelasnya hanya menggeleng maklum, sudah biasa dengan sifat acak gadis itu. Untung saja sifat Shasha yang baik pada semua orang membiarkan ia begitu saja, toh kalaupun ada sesuatu biasanya gadis itu yang paling cepat mengulurkan tangan membantu.
Gadis itu merasa dirinya sudah aman dan langsung memilih untuk mendudukkan diri di kursinya. Ia sempat terheran kemana teman sebangkunya, kenapa kursinya tak berpenghuni? Padahal bel masuk baru saja berbunyi.
"HALO WANKAWAN! Dengerin gue semuaa!" Dinda berteriak begitu memasuki kelas, lengkap dengan tas yang masih menempel di punggungnya.
"Berisik banget si Din," Bomin mengeluh namun tetap memperhatikan.
"Hehe maaf ya kepala suku," gadis itu terkekeh.
"Ok kita balik lagi, jadi jam pelajaran Bu Kahi kosong yaa, beliau.. asik beliau, nyuruh gue sampein ke lo semua buat belajar karena minggu depan tes. Ok bubay," tutup Dinda lalu berjalan ke kursinya bersamaan dengan erangan malas anak kelas.
"Permisi Nona, saya harap Anda tidak sedang berpura-pura lupa sekarang," Dinda mengetuk meja Shasha, membuat pemiliknya menengok dengan wajah polos.
Semenjak Dinda yang masuk kelas dengan keributan, Shasha sudah berpura-pura tuli dan fokus membaca buku. Ia sebisa mungkin untuk menghindari kemungkinan memicu ingatan Dinda, ya siapa tahu gadis itu memang lupa. Ya yang namanya harapan memang cuma harapan, semesta tidak berpihak padanya.
"Ada apa ya?" sahut Shasha mengerjapkan matanya pelan.
"Sabar Din sabar, kalo memaki ga dapet gosip, huftt.." racau Dinda lalu membuang nafasnya.
Dinda yang semulanya menghadap ke arah kursi Shasha memilih menoleh ke arah lain. Shasha pikir teman sebangkunya itu sudah menyerah, tapi begitu melihat Felix dan Eric yang tiba-tiba muncul harapannya sirna. Nyatanya Dinda memberikan sebuah kode berupa lirikan pada kedua laki-laki itu untuk bergabung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter Punch
Novela JuvenilFrom stranger to partner. Beratnya keadaan terus memaksa Shuhua (Shasha) untuk hidup mandiri dengan kenangan buruk yang selalu menghampirinya tiap malam. Bertahan hidup dengan dengung lonceng, peluh, dan sorakan. Renjun (Juna) dengan hobinya akan se...