° 33 °

135 34 3
                                    

Kepala Juna rasanya seperti habis terbentur benda keras, pusing sekali. Ia baru bisa merangkai semua hal. Bodoh sekali ia selama ini tidak memperhatikan, tapi apakah mungkin? Lagipula ia tidak punya bukti yang cukup atas spekulasinya. Walau begitu hati kecilnya sudah merasa yakin bahwa pendapatnya benar.

"And now what I must to do?" laki-laki itu menatap nyalang langit.

"Mencari fakta," jawab sang gadis.

"Caranya?" ia benar-benar kehabisan akal.

"Eden, dia pasti tahu sesuatu," gadis itu berucap final.

Shasha berjalan di antara rak-rak yang menjulang tinggi. Kali ini harus terima untuk datang sendiri tanpa Juna di sampingnya. Membiarkan laki-laki itu menenangkan dirinya sendiri terlebih dahulu. Eden memberitahu Juna bahwa ia tidak bisa menemuinya langsung, maka dari itu ia harus terdampar di antara buku-buku tua yang ada di pojok perpustakaan.

"Lo ngapain di sini?" Shasha terlonjak kaget.

"Ehh, ada mau nyari rekomendasi buku gitu dari internet," gadis itu tersenyum hingga laki-laki yang menyapanya sedikit tersentak.

"Cantik," batin laki-laki tersebut.

"Kayaknya udah lama ya kita ga main bareng lagi?" laki-laki itu berucap basa-basi.

"Lagian lo sibuk ke luar negeri liburan kemaren," gadis itu merengut lucu.

"Orang bukan gue yang sibuk, lo kali yang kemana-mana sama Juna mulu sekarang," sang lelaki tersenyum pahit tanpa sang gadis sadari.

"Ihh apasi Felix, orang ngga," Shasha menggeleng.

Iya, laki-laki itu Lee Felix. Teman satu kelas yang sering mengganggu Shasha. Gadis itu mungkin memang tercipta untuk memiliki tingkat kepekaan terhadap perasaan yang rendah, Shasha tidak pernah tahu perasaan Felix. Bagaimana perasaan laki-laki itu selalu menghangat setiap melihat senyum dan tawanya, bagaimana ia harus mati-matian menahan diri untuk tidak menunjukkan ketertarikannya pada paras cantik itu.

Selama ini ia bisa bermain peran dengan lancar, tapi nyatanya perasaannya itu berhasil terusik tiap kali melihat kedekatan antara gadis pujaan dengan sang ketua futsal sekolah.

"Mau dibantuin nyari ga? Mumpung gue lagi baik," laki-laki berparas kebaratan itu menawarkan diri.

"Boleh deh, gue ga keliatan buku di rak-rak tinggi soalnya," gadis itu mengangguk antusias.

"Nama bukunya apa?" Felix menengadah, melihat satu-persatu buku di rak atas.

"Buku sampul warna biru tua, God and His Creatures," Shasha mengecek kembali buku yang harus ia cari.

"Oh ini Sha," Felix meraih buku di atas kepala Shasha, membuat jarak antar tubuhnya dengan sang gadis menipis.

Shasha tentu masih normal, perasaannya benar-benar tidak karuan sekarang karena jarak yang tipis. Gadis itu pun tidak sadar telah menahan napasnya.

Felix menunduk menatap Shasha yang hanya setinggi dagunya.

"Sial, cantik banget."

Untuk beberapa waktu mereka berdua termangu di posisi masing-masing, entah terlarut dalam tatapan satu sama lain atau ragu untuk bergerak.

"Permisi, perpustakaan bukan tempat untuk mesum," satu suara berhasil menyadarkan kedua orang itu.

Semburat merah yang menjalar di pipi Shasha maupun Felix membuat sang pengganggu tersenyum kecut.

Felix mengangkat alis melihat siapa yang mengganggunya, ah saingan terberatnya.

"Yaudah gue duluan ya," memberikan Shasha buku tadi lalu mengulurkan tangan mengacak surai hitam Shasha, membuat sang gadis mendecak sebal dengan muka yang kian memerah.

Bitter PunchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang