Baju lusuh, dan dengan langkah tertatih, aku mengikuti seseorang.
Itu Nichole, dia bersama seorang anak laki-laki yang masih kecil. Nichole menggenggam tangannya. Kelihatan sekali, kalau dia sangat menyayangi anak itu.
Bersama, mereka terlihat bahagia.
Dadaku terasa sakit. Luruh air mata, melihat mereka. Dia ... anakku. Anakku bersama Nichole. Dia terlihat sangat tampan, sama seperti ayahnya.
Bisakah, aku menyentuhnya?
Bisakah, Nichole memberi kesempatan padaku untuk memeluk anakku.
Semua kesalahan yang aku lakukan, telah membuatku terpisah dengan anakku. Tentu aku segan mendekati. Hanya sebatas ini, bisa bertemu mereka.
Dengan langkah gontai, air mata yang tidak bisa berhenti, aku menjauh.
Di belokan yang kuambil, mendadak langkahku terhenti. Sepasang mata telah memperhatikan.
"Aku mau pergi, tapi belum tahu mau ke mana, " kataku pada mereka.
Nichole menatapku, sementara mataku hanya tertuju pada anak laki-laki yang belum kuketahui siapa namanya.
"Ayah, dia siapa?" tanya anak itu.
Nichole menatap kami bergantian. "Ibu. Dia ibu kamu."
"Ibu?" Alis anak itu terangkat naik.
Aku yang terlalu girang mendengar kata 'ibu' dari bibir mungilnya, refleks ingin memeluk. Sampai aku tahu bahwa Nichole masih menggenggam jemarinya, tidak kulanjutkan niat.
Pernah membenci Nichole, memintanya menjauh, dan banyak kesalahan lainnya, membuatku terlalu malu untuk memohon belas kasihannya lagi.
"Maaf."
Mereka diam saja. Mungkin memang sebaiknya aku pergi.
"Terima kasih, sudah mau menjaga dia. Aku permisi."
Tangisku semakin deras, sesaat setelah memunggungi Nichole dan anakku. Bahkan, terlalu sakit sampai tidak bisa melangkah lagi.
Nichole, aku harap dia tahu kalau aku ingin memeluk anakku. Aku mencintainya, merindukannya dan sangat ingin memeluknya.
Aku sesenggukan sendiri.
Tolong ... ini terlalu menyiksa.
"Ana!" Tangan kekar milik Nichole melingkar di atas pundakku, tiba-tiba. Seketika aku tergagap, merasakan hangat tubuhnya. "Jangan pergi ke mana-mana. Tinggallah denganku dan anak kita ...."
Kata-kata dari Nichole barusan, membuatku tercengang. Anak kita?
Bukankah yang kumilki ini anak Damar?
Kubuka mata dengan cepat. Keringat membanjiri kening. Ya, Tuhan, cuma mimpi?
Rasanya begitu nyata. Bahkan dadaku masih terasa nyeri. Pertanda apa ini?
•°•
Ketika hari sudah terang, Nenek yang baru selesai sarapan bertanya mau ke mana aku hari ini.
Aku memang belum bilang apa-apa ke Nenek. Bukan hanya soal kehamilan, tapi juga soal batalnya rencana kuliahku. Yah, dengan kondisi begini, aku harus cari uang. Perkara, perut yang nanti akan membuncit, pikirkan nanti saja. Terpenting sekarang, lakukan apa yang masih bisa kulakukan.
Rencananya hari ini aku mau melamar kerja
Nenek keheranan. Jelas dia bingung, karena selama ini yang dia tahu, aku selalu punya niat untuk kuliah.
Rencana berubah. Aku butuh uang, untuk Nenek dan anak ini. Kuliah bisa kumulai saat kondisinya sudah memungkinkan.
Nenek tidak banyak bertanya lagi. Hanya saja, mendadak dia pegang keningku. Tangannya yang hangat mengusap wajahku. Dia khawatir karena akhir-akhir ini wajahku kelihatan pucat. Mungkin, ini karena aku tengah mengandung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bajingan yang Mencintaiku
RomanceJudul sebelumnya (The Bastard Who Loves Me) +18 ⚠ Jangan diplagiat Follow akun authornya biar, gak ketinggalan notif . . . (Judul sebelumnya Forever. Sengaja ganti, karena banyak yang kira teenfic) "Nik, berhenti memperlakukan aku seperti pelacur." ...