Satu Atap

2.2K 175 44
                                    

Ini lapak jangan sampe kayak hati para kaum jomlo.

Sepi.

Ramaikan, yaaah.

•°•

Nichole menunjukkan sebuah kamar. Posisinya ada di belakang dekat dapur, paling awal dari tiga kamar lainnya.

"Nanti aku siapin kulkas sama AC di sini," katanya saat membuka pintu kamar.

Masuk ke dalam, Nichole menepuk-nepuk bantal dan juga merapikan sprey yang kelihatan kusut sedikit.

Berkacak pinggang sebentar, dia amati seisi ruangan. "Kasurnya juga harus ganti."

Tak lama Nichole menggerutu sendri. "Padahal, di atas ada kamar yang lebih nyaman."

Aku merasa kikuk, ketika lelaki di hadapanku ini memelotot.

"Mau di luar terus?"

Ya, aku memang diam di luar--tepatnya dekat pintu--ketika Nichole berada di dalam. Biar bagaimanapun, dia laki-laki dan aku perempuan. Ada hal yang harus dijaga, supaya kami tidak berbuat yang tidak-tidak.

"An!" Dia memanggil, "istirahat, jangan berdiri di luar terus."

Aku memegang tengkuk, karena susah untuk menyampaikan pada Nichole.

Terdengar helaan napasnya. Akhirnya, dia keluar juga.

"Kenapa diam di sini?"

"Aku nggak bisa masuk, kalau kamu ada di dalam."

Ada pergerakan di jakun Nichole. Aku rasa, dia hampir lupa soal itu.

"Umh. Kamu bisa pakai kamarnya."

"Makasih, Nik, karena kamu mau bantu aku."

Saat Nichole mengangguk kecil dengan ekspresi dinginnya, aku semakin merasa gelisah.

"Kamarnya udah bagus, kamu nggak perlu ubah apa-apa."

"Bosen!" Nichole menyela ucapanku. "Kapan kamu pernah terima pemberian aku tanpa mikir ini itu!"

Jemariku bertaut. Kepalaku tidak bisa diangkat kala sorot tajam matanya memanah netraku.

"Ini cukup, Nik. Bahkan jauh lebih bagus dari kamarku dulu. Tolong jangan ubah apa-apa."

Dia tersenyum miring. "Kamu lupa, siapa yang punya rumah di sini?"

Memang dia yang punya rumah dan bebas berbuat apa saja di rumahnya. Aku hanya minta agar tidak diperlakukan berlebihan. Salah, memangnya?

"Jangan buat aku merasa punya utang lebih banyak. Karena mungkin aku nggak akan bisa membayarnya."

"Yang suruh kamu bayar, siapa!"

Hatiku. Nichole memang tidak mengerti atau menolak untuk mengerti?

Dia baik karena rasa cintanya, sementara aku tidak yakin kelak bisa membalas.

Tangan Nichhole terangkat. "An-"

Secepatnya aku menghindar, sebelum dia bisa menyentuh sehelai pun rambutku.

"Nik!" ucapku, tergesa-gesa, "aku berterima kasih untuk semua kebaikan kamu. Tapi, tolong jangan lakukan apa-apa."

Nichole meremat jemarinya.

"Mmh." Dia urung menyentuhku.

Kalau sekarang aku merasa lega, apa dia akan tersinggung?

"Istirahat sana." Dia menyuruhku masuk kamar.

Aku mengangguk pertanda ya.

"Jangan lupa, untuk selalu kunci kamar kamu."

Lagi-lagi aku mengiyakan.

Bajingan yang MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang