"Lo masih inget Wili, nggak?" Obrolan dimulai selepas Safiyah memesan dua mangkuk bakso dan es teh.
"Inget. Kenapa?"
Safiyah mendecih. "Dulu ngatain gue jelek kayak babi. Tapi, lo tau nggak, dia sekarang gimana?"
Ternyata, bukan saja penampilan Safiyah yang berubah. Caranya bicara dan bersikap juga nyaris seratus delapan pukuh deajat, beda dari yang dulu.
"Dia ngejer gue abis-abisan!"
Tawa lepas Safiyah, justru mengundang kecemasan dalam hatiku.
"Lo sendiri, belakangan ini gimana?" Sejenak dia memperhatikanku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Lo masih sama, An, kayak dulu. Cantik, plolos. Gak ada yang berubah."
"Kata siapa," sergahku. Ada banyak hal yang berubah dalam hidupku, tanpa dia tahu. "Setiap hari manusia terus berubah."
Dia tertawa.
"Nah, dari dulu lo gini-guni aja. Masih sama. Padahal dengan muka secantik ini, lo bakal gampang dapetin cowok."
Aku mencintai satu orang. Dan, saat ini aku hanya harus berjuang untuk mendapatkan kepercayaannya kembali.
Makanan datang, obrolan kami terinterupsi.
Meminum es teh-nya, Safiyah kembali melanjutkan obrolan.
"Lo punya pacar?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Bukan pacar, tapi tambatan hati."
Dia menggangguk. "Yah, whatever, lah! Terus hubungan lo gimana?"
Hatiku pilu kembali. Damar pergidengan banyak hal yang belum aku sampaikan. Bahkan, aku tidak berani meneleponnya.
"Dia kuliah."
Safiyah berdecak kagum. "Hebat, lo. Dapet anak kuliahan. Kuliah di mana, doi?"
"Jerman."
Tersedak Safiyah mendengarnya. "Lo lebih jago dari yang gue kira."
Maksud Safiyah, aku jago dalam hal apa?
"Lo nggak mau nyusul dia, An?"
Aku tidak perlu menjawabnya.
Di sela obrolan kami, Safiyah merasa gerah. Tanpa sungkan dia melepas jaket denim yang dipakai.
"Saf!" Aku yang risih karena penampilannya terlalu seksi. Lihat saja, mata cowok langsung tertuju padanya.
"Gue gerah. Soalnya udah lama nggak makan tempat begini."
Mataku menyapu ke sekitar.
"Lo, cuek aja kali. Cowok, emang gitu. Gampang tergoda sama yang kebuka dikit."
Kugaruk tengkuk. Sampai sejauh ini Safiyah berubah.
"Lo kalau emang cinta sama cowok lo, lo susul, deh. Deket-deket terus!"
Aku yang sedang mengunyah makanan, hanya mengerling sebentar.
"Gue sih, udah apal kelakuan cowok, Ketemu yang cakep dikit, lo bakal dihempas."
"Sayangnya, dia bukan orang begitu." Aku yakin, Damar adalah tipe setia.
"Masa?" Safiyah menaikkan sebelah alis. "Gue pengalaman sama suami-suami yamg manis luar biasa ke istrinya, tapi 'seneng-senengnya' sama gue."
"Duit, ngalir ke gue!" tandasnya.
"Lo bangga, gitu?" Akhirnya kata itu terlontar juga dari mulutku. Miris melihatnya. Ketika harga diri bisa ditukar dengan uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bajingan yang Mencintaiku
RomanceJudul sebelumnya (The Bastard Who Loves Me) +18 ⚠ Jangan diplagiat Follow akun authornya biar, gak ketinggalan notif . . . (Judul sebelumnya Forever. Sengaja ganti, karena banyak yang kira teenfic) "Nik, berhenti memperlakukan aku seperti pelacur." ...