Dilema (part2)

2.4K 210 26
                                    

"Aku antar kamu pulang!" Damar menahanku yang sudah siap untuk pergi.

"Nggak perlu, Dam."

Dia menggeleng. Untuk hal sepele begini saja, kami berdebat. Damar kukuh mau mengantar pulang. Dia terus memohon agar aku mau pergi bersamanya. Tetap aku tidak mau.

Kami sudah pernah melewati batas, aku tidak mau mengulanginya lagi. Juga, perasaanku lebih sensitif setiap kali di dekat Damar.

Ada hasrat di dalam hati, di mana aku benar-benar ingin bersandar di bahunya, mendapat belaian kasih sayang darinya, juga terus mendengar suaranya.
Keinginan-keinginan semacam itu, kadang muncul begitu kuat. Setan bisa saja menggoda kami, lagi.

Damar menghela napas kasar. "Ana, ada apa dengan kamu?"

"Nggak ada, Dam." Suaraku parau.

Lelaki di hadapanku ini, sempat membisu dengan tatap mata tajam menyorot padaku.

"Kamu berubah, An. Kamu marah, kamu terus menghindar, tanpa kamu bilang apa salah aku," lirihnya. "Jujur sama aku, ada apa?"

Bibirku terkatup rapat, tidak bisa menjawab pertanyaan Damar.

"Apa ada orang lain?" Damar masih mencecar, sementara aku masih belum siap mengatakan yang sebenarnya.

"Ada orang lain, An?" tanyanya lagi. "Apa, cowok yang kamu bilang Nichole itu, yang buat kamu jadi begini?"

"Nggak ada hubungannya sama Nichole!" potongku, cepat. Dari mana, dia bisa menyangkutpautkan masalah kami dengan Nichole. Aku bahkan sudah lama tidak bertemu dengannya, meski jarak rumah kami sangat dekat.

"Jadi apa, An?" Damar kelihatan frustrasi. Guratan kekecewaan di wajahnya terlihat jelas.

"Apa, yang buat kamu jadi begini, jawab An!"

"Damar, stop!" bisikku dengan linangan air mata yang kembali membanjiri pipi. Aku berada dalam kegamangan. Seandainya dia tahu, bahwa saat ini aku membutuhkannya--sangat membutuhkan. Aku tidak bisa menanggung semua sendiri, terlalu berat.

Semuanya serba salah.

Kalau katakan yang sebenarnya, aku akan merusak masa depan Damar. Orang tuanya pasti terluka dan kecewa, karena aku menghancurkan harapan mereka.

Tapi ... tanpa Damar tahu yang sebenarnya, sama saja aku merusak hidup anak ini. Juga, Nenek yang pasti jadi hancur hatinya. Setiap detik aku selalu membayangkan, bagaimana kalau semua orang mencibir?

Kugigit bibir, supaya bisa menghentikan tangis.

Menatap sekitar, banyak yang masih memperhatikan kami. Ya, obrolanku dan Damar sudah pasti menjadi tontonan yang sangat sangat menarik. Di mana anak muda seperti kami, terlihat rumit hanya membahas soal cinta. Cinta monyet!

Di usia kami yang masih belasan tahun, memang terlalu dini untuk membahas kisah cinta rumit. Harusnya, saat ini aku sibuk mempersiapkan diri mengikuti tes masuk perguruan tinggi atau mulai mencari kerja dan berkarir. Damar fokus pada studinya. Begitu, seharusnya.

Masa depan kami akan lebih indah. Banyak yang bisa kami songsong. Memulai langkah kecil untuk, berada dalam puncak kesuksesan. Membuat orang tua tersenyum bahagia, setelah keringat dan darah mereka yabg terperah demi anak-anaknya.

Semua sirna, karena nafsu sesaat.

"Aku minta maaf."

Damar menggeleng. "Bukan maaf yang aku mau, An. Tapi, kejujuran kamu. Denger, An, kalau kamu anggap hubungan ini main-main, nggak buat aku. Jadi, tolong bilang, An!"

Beberapa saat dia menunggu, aku tetap tidak bilang apa-apa. Sampai pada puncaknya, Damar terlihat begitu kesal.

"Mungkin ini salah aku." Kata-katanya membuatku terhenyak. "Salahku, di mana aku selalu yakin kalau kamu bisa membalas perasaanku padamu. Kamu tahu, An?" Netra kami saling bertemu. "Belakangan, aku sadar kalau nggak ada cahaya cinta di mata kamu buat aku."

Damar memejam cukup lama.

"Aku pergi, An. Kalau kamu cegah, hubungan kita bisa dipertahankan. Atau, kamu memang mau ini berakhir, biarin aku pergi ...." Damar tercekat. "Aku nggak akan maksa kamu."

Sejenak kami saling tatap, sampai pada akhirnya Damar melangkah pergi.

Aku memang tidak bereaksi apa-apa. Tapi dalam hati sangat berharap, dia mau berhenti sebentar. Memberi waktu bagiku untuk menyiapkan diri mengatakan semuanya.

Damar ... Aku mohon, berhentilah.

°•°

Bajingan yang MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang