"Ikut aku," pinta Damar. Dia menuntunku untuk masuk ke sebuah rumah. Aku rasa, ini rumah orang tuanya. Sebab di depan pintu tadi, kami disambut perempuan paruh baya yang face-nya mirip Damar.
Bagaikan angin lalu, setelah memberi salam, Damar terus mengajakku ke lantai atas.
"Kita mau ke mana?" tanyaku saat mengikuti Damar.
"Kamarku!" Sontak aku terkejut mendengar jawabannya.
Ibunya Damar hanya memandangi kami curiga. Aku merasa malu dan tidak enak. Ini Indonesia, negeri di mana adat ketimuran yang tinggi. Laki-laki dan perempuan yang bukan siapa-siapa dalam satu kamar, tentu hal yang tidak wajar.
Mau berhenti di sini, tapi aku mau tau apa yang akan Damar lakukan. Sebagian besar hati ini percaya, kalau dia bukan lelaki berotak kotor.
Masuk, pintu kamar dikunci.
Jantungku berdebar hebat. Demi Tuhan, aku memang tadi kelepasan dengan Damar, tapi aku tidak mau selingkuh. Perbuatan itu dilarang.
Ketika Damar menyingkir dariku, kesempatan bagus untuk pergi.
"Kamu lihat ini." Dia menyibak kain putih yang menutup sebuah bingkai yang kira-kira berukuran dua kali satu meter.
Aku terpukau.
"Lihat!" Tangannya menunjukkan ke arah mana aku harus melihat.
Sebuah sketsa rumah, dengan kolam renang kecil, ayunan dan taman. Semakin terlihat hidup ketika Damar menambahkan detail anak kecil dan seorang perempuan yang sedang bermain ayunan. Serta ... seekor kucing yang duduk di pinggir kolam ikan.
Indah.
"Masih ingat, apa yang aku bilang?" tanyanya.
Aku hanya bisa menatapnya dengan mata yang tergenang air.
"Hari itu ...." Damar memunggungiku. "Aku ceritakan tentang semua impianku. Aku mau membangun sebuah rumah untuk istri dan anakku."
"Cukup." Aku rasa Damar tidak perlu meneruskan, karena ini hanya akan menambah luka kami.
"Belum, An!"
Damar menempelkan jemarinya di kaca bingkai.
"Ini kamu, An!" Jarinya memdarat pada sketsa perempuan yang tengah mendorong ayunan.
Aku tidak kuat, hatiku sangat-sangat hancur melihat semuanya.
"Ini anak kita, ini rumah kita ...." Damar menyebutkan semuanya.
Damar meremat tangannya kuat.
"Semua berubah, An. Sejak kamu bersikap dingin, tanpa aku tau apa salahku."
Tak sanggup bicara, aku hanya terus mengalirkan air mata.
"Hari terakhir di saat kamu meminta kita bertemu, saat itulah aku merasa hidup setelah berminggu-minggu terasa mati."
"Aku minta maaf, Dam." Ini sangat perih untuk kami berdua.
"Aku menunggumu, An. Tidak bergerak sedikit pun, karena yakin kamu akan datang." Melekatkan kepalanya ke bingkai, Damar terlihat sangat hancur.
"Aku yakin kamu akan datang, An ...."
"Cukup, Dam!" Aku memohon. Rasanya seluruh tubuh bagai disayat sembilu. Dia terluka, aku lebih terluka karena aku yang jadi penyebabnya,
"Tapi, malam akhirnya membisikkan kata kalau kamu nggak akan pernah datang. Kamu tau seperti apa rasanya?"
Mengambil beberapa langkah, Damar melemparkan sebuah buku tebal tepat ke arah bingkai. Pecahlah bingkai itu berkeping-keping. Beling berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bajingan yang Mencintaiku
RomanceJudul sebelumnya (The Bastard Who Loves Me) +18 ⚠ Jangan diplagiat Follow akun authornya biar, gak ketinggalan notif . . . (Judul sebelumnya Forever. Sengaja ganti, karena banyak yang kira teenfic) "Nik, berhenti memperlakukan aku seperti pelacur." ...